Lika-liku Menggapai Hidayah (2)

Posted: 3 November 2009 in bantahan, hidayah, Kisah, Kisah penuh Ibrah, manhaj, Salaf, Salafi
Tag:, , , , , , ,

Berbekal seminar di Mesjid Muniroh tadi, Ahmad semakin tertarik untuk mengikuti kajian-kajian yang mengacu ke manhaj Salaf. Pengajian favoritnya adalah di Mesjid Istiqomah Penumping, yang di antaranya diasuh oleh ustadz AM. Mengingat Solo adalah sarang berbagai aliran, dari yang ekstrim kiri hingga ekstrim kanan, wajar saja bila yang mengajarkan manhaj Salaf kadang mengadopsi pemikiran harakah dan semisalnya. Demikian pula orang yang besar di Solo seperti Ahmad. Ketika minat bacanya demikian besar terhadap buku-buku agama (yakni sekitar tahun 1995 kesini), ia tidak banyak mendapati buku-buku ‘salafi’, yang banyak beredar justeru buku-buku ‘haraki’. Sedikit demi sedikit ia pun terwarnai oleh buku-buku tersebut. Ia pun mulai membaca lebih jauh. Meski tidak menjadi haraki tulen, Ahmad tetap menaruh simpati kepada orang-orang haraki, terutama yang tetap mengacu kepada manhaj salaf dalam beberapa sisi, seperti akidah dan ibadah.

Pada tahun 1996 atau 1997, Ahmad diajak mengikuti halaqah kajian tiap minggu. Halaqah tersebut diasuh oleh seorang yang dianggap ustadz atau lebih ‘alim’ dalam urusan dien dari kita-kita yang tergolong ‘baru ngaji’ ini. Halaqah yang diikutinya memiliki beberapa jenjang, dari pemula, menengah, dan seterusnya; selain juga memperhatikan usia anggota, alias yang muda-muda memiliki halaqah sendiri, sedangkan yang tua-tua juga tersendiri.

Teori-teori pergerakan pun mulai diperkenalkan kepada kami, dan tentunya dengan ‘dalil-dalil’ yang dianggap kuat. Ahmad pun hanya ‘manggut-manggut’ saja mendengar pemaparan si ustadz yang berinisial Y tersebut. Buku yang dijadikan acuan pun adalah buku haraki (saya lupa apa judulnya). Akan tetapi, belum lagi selesai membahas buku tersebut, Ahmad dipindahkan ke halaqah lain bersama orang-orang yang seumuran dengannya dan ustadz yang lebih muda, inisialnya AH –rahimahullah[1]-.

Selama aktif di halaqah tadi, Ahmad tetap rajin ngaji di Mesjid Penumping, karena kajian-kajian halaqah lebih mengarah kepada pendidikan keorganisasian, pelatihan, dan bagaimana menyikapi penguasa (politik); sedangkan di Mesjid Penumping kajian-kajiannya lebih ilmiah karena menitik beratkan masalah keimanan dan tauhid.

Perkenalan dengan orang-orang haraki pun terus berlanjut dan makin erat, meski Ahmad sendiri tidak bernah resmi bergabung dengan salah satu harakah. Ia hanyalah simpatisan, tak lebih dari itu. Pasca lengsernya Soeharto tahun 1998, tak sampai setahun kemudian datanglah dua orang tokoh pergerakan asal Solo yang selama 15 tahun lebih bermukim di Malaysia. Keduanya adalah ustads AS dan ustadz ABB. Selama ini Ahmad sering mendengar sepak terjang ustadz AS dan keberaniannya menentang rezim Orba di bawah pimpinan Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Ahmad juga mengoleksi beberapa kaset ceramah ust. AS, baik saat di Indonesia atau setelah berada di Malaysia. Keduanya konon pernah mendapat ‘karamah’ karena bisa lolos dari kejaran aparat dan intelijen rezim Soeharto, dan menyeberangi selat malaka dengan sebuah sampan.

Nah, pada tahun 1999 tersebut ustadz AS datang ke Indonesia bersama ABB. Tapi sayang, ajal keburu menjemput ustadz AS sebelum Ahmad sempat bersua dengannya. Beliau meninggal mendadak akibat serangan jantung di Bogor, tepat usai mengadakan pertemuan dengan sejumlah anak buahnya. Akhirnya jenazah beliau dibawa ke Klaten di rumah mertuanya untuk dimandikan, disholatkan, dan dimakamkan di sana. Ahmad sendiri sempat mencium kening Sang ustadz yang kharismatik dan legendaris tersebut, karena dia termasuk rombongan pelayat yang pertama kali tiba di lokasi.

Sepeninggal ustadz AS –rahimahullah-, posisi dipegang oleh ustadz ABB. Ahmad pun berkenalan dengan beliau dan sempat bertanya-tanya tentang masalah jama’ah, bai’at, imamah dan hal-hal yang terkait dengan harakah lainnya. Penjelasan yang diberikan oleh ustadz ABB tentang hal-hal tadi Ahmad anggap logis dan tidak fanatis. Intinya, suatu jama’ah didirikan untuk memperjuangkan suatu misi yang mulia, dan hal ini tidak jauh berbeda dengan organisasi-organisasi yang ada, hanya saja tidak bersifat terbuka dan umum. Sedangkan baiat yang diterapkan atas anggota jama’ah tadi juga tidak bersifat mutlak, namun tetap mengacu kepada Al Qur’an dan Sunnah, alias apa yang sesuai dengan keduanya ya wajib diikuti, sedangkan yang tidak sesuai harus ditolak.

Hubungan Ahmad dengan ustadz ABB dan keluarganya pun semakin akrab. Terutama dengan anak beliau yang berinisial RR, dan kebetulan isteri ABB dan ibunda Ahmad masih ada hubungan famili, sehingga kedekatan pun makin bertambah.

Selama berinteraksi dengan orang-orang haraki tersebut, Ahmad sering mendengar istilah ‘thaghut’ yang biasanya diarahkan kepada pemerintah Indonesia yang tidak mau menerapkan syariat Islam sebagai undang-undang positifnya. Memang mereka bisa dikategorikan ‘thaghut’ yang notabene harus dikufuri, akan tetapi tidak secara membabi-buta. Inilah yang menjadi masalah utama dan yang membedakan antara harakah yang dipimpin oleh ABB dengan salafiyyin. Hal ini baru Ahmad ketahui setelah ia mengadakan kajian menyeluruh terhadap semua dalil yang dipergunakan oleh kedua belah pihak. Dan itu mulai dia lakukan setelah hengkang dari Solo dan menuntut ilmu di Universitas Islam Madinah, tepatnya mulai tahun 2003.

Di Madinah, Ahmad mendapatkan nuansa baru. Berbagai pemikiran saling beradu di sana. Ada yang ikhwani (mengikuti pemikiran Ikhwanul Muslimin), ada yang salafi (baik yang moderat atau dianggap keras), ada yang Sururi (nisbah kepada Muhammad bin Surur), ada yang tablighi (mengikuti jama’ah tabligh), bahkan ada juga yang takfiri (gampang mengkafirkan orang lain).

Masing-masing dari kelompok tadi berusaha untuk menarik orang lain ke dalamnya. Tapi tetap saja yang menjadi kelompok terbesar adalah salafiyyin dan Ikhwanul Muslimin (IM). Ahmad sendiri belum merasa sebagai salafi maupun ikhwani, tapi dia lebih suka mengadopsi kedua pemikiran tersebut alias mengambil hal-hal positif dari keduanya dan meninggalkan hal-hal yang negatif. Sejauh yang ia ketahui, salafi adalah pihak yang anti terhadap hal-hal yang sifatnya organisasi, namun lebih menitik beratkan kepada masalah tauhid, ilmu, dan menghindari masalah-masalah politik. Sedangkan IM memiliki karakter yang sebaliknya: sangat terorganisir (ada Imam, ada muraaqib, ada muayyid dst), kurang perhatian dengan masalah tauhid, namun sangat perhatian dengan masalah politik, bahkan banyak yang ikut dalam politik praktis (partai & parlemen).

Adapun harakah yang Ahmad kenal selama ini -yang dipimpin oleh ABB-, tak lain merupakan hasil perkawinan silang antara salafi dan IM. Artinya, dalam masalah tauhid dan ibadah serta masalah-masalah dien lainnya, rujukannya sama dengan salafiyyin. Namun dalam menyikapi penguasa serta memperjuangkan tegaknya agama Allah, mereka mengadopsi sebagian pemikiran IM…. (bersambung)

 


[1] Beliau meninggal dunia di penghujung tahun 1999 karena ditabrak truk gandeng saat mengendarai sepeda motor di daerah Delanggu, Klaten.

Komentar
  1. Ary berkata:

    Setau saya Jami’ah Islamiyah Madinah itu Manhaj nya Salaf, tapi memang ada bbrp thulabul ilmi yg bljr ke sana IM manhajnya, tampaknya antum masih bercampur baur pemikiran antara haraki dan Sunni. Antum di fakultas Mana ?? Kenapa gak di Fakultas Hadits Saja ??? Lebih mayoritas Salafi

  2. Ikuti terus ceritanya, insya Allah akan jelas nanti… kan masih bersambung.
    Tapi ala kulli haal, Jami’ah Islamiyah secara umum masih Salafi, cuma ada beberapa thullab yang IM, termasuk di kuliah hadits juga begitu.

  3. Ari Wahyudi berkata:

    Hidayah benar-benar milik Allah… Kalau bukan karena Allah maka kita tidak akan mendapatkan hidayah… Ja’alaniyallahu waiyyakum minal mu’minin hatta nalqaahu.

    Jazakallahu khairan ustadz, ditunggu kelanjutannya…

  4. Nia yasmina berkata:

    Lanjutkan ustadz!!..
    Tak sabar menunggu sekuelnya. Tokoh2nya begitu akrab dan tak asing di tempat tinggal ana.
    Ana tunggu sekuelnya.
    Jazakallohu khoiron.

  5. Thayyib… sabar dulu dan ikuti terus…

  6. Nia yasmina berkata:

    Baru nyadar kl ni kisah seri ke 2. Alhamdulillah setelah bongkar2 arsip ketemu seri 1 nya..
    Makin seru Tadz, mrk2 tak asing banget bg ana. Ana tunggu triloginya. Cito better!
    Jazakallohu khoiron.
    *cito= segera, istilah kami.

  7. amir berkata:

    nikmat hidayah harus kita syukuri…..

  8. cahaya berkata:

    gak sabar menanti kisah lanjutnya! ana alumni pondok yg mana ust ABB sebagai pendirinya, tapi alhamdulillah baru-baru ini mulai belajar manhaj salaf. tlg doakan ustadz agar hati ini lebih cenderung kepada kebenaran. apa saran ustadz untuk ana terhadap teman2 ana yg satu alumni maupun para asatidznya?
    dan bagaimana dengan saudara2 ana yg juga pemahamannya masih cenderung keharokian? untuk berdebatpun ana masih minim ilmunya! jazakumulloh koiron

  9. Sabar akhi… ana dulu juga sangat akrab dengan mereka, bahkan isteri saya sendiri adalah alumnus sana. Pun demikian, ana blm pernah resmi masuk ke harokah apa pun tapi hanya simpatisan… alhamdulilah, setelah ana belajar ke luar negeri, tepatnya di Madinah Saudi Arabia, ana mulai membuka wawasan dan membandingkan antara manhaj salaf dan manhaj haroki, demikian pula ana mulai mengkritisi cara-cara yang ditempuh sebagian ikhwan dalam memperjuangkan apa yg mereka yakini. Ternyata selama ini cara-cara tersebut (yakni jalan kekerasan yg mereka sebut sebagai ‘jihad’ tsb) hanya membikin kaum muslimin semakin tersudut baik di dalam maupun luar negeri. Boleh jadi niat mereka ikhlas dan baik, tapi bila caranya keliru maka kita harus katakan dengan tegas bahwa mereka salah, dan itu bukan jihad…bukannya memberikan komentar yg kontradiksi, spt mengatakan bhw mereka adalah ‘mujahid yg salah jalan’. Memang tidak gampang merubah suatu pemikiran, apalagi jika lingkungan tidak mendukung… ana sarankan antum tetaplah ngaji manhaj salaf tanpa bersikap ghuluw thd ustadz/syaikh tertentu… sebab banyak yg mengajarkan manhaj salaf dan mengaku salafi namun pada hakikatnya berperilaku hizbi… lalu membid’ahkan ikhwan-ikhwannya dan seakan hanya dia dan para ustadznya yg ‘nyalaf’ di muka bumi ini…
    Ana dan temen-temen yg di Madinah pun tak selamat dari tuduhan dan hujatan mereka, apalagi yg jelas-jelas IM atau Haroki dsb…
    Manhaj salaf tidak sama dengan salafiyyin, yg perlu kita ikuti adalah manhaj salaf, bukan salafiyyin. Sebagaimana Islam tidak sama dengan muslimin, yg kita ikuti adalah islam bukan orang Islam, karena orang bisa keliru, namun kalau sudah menjadi manhaj-nya salafus shalih, berarti telah menjadi ijma’ mereka, artinya mustahil mereka ijma’ untuk sesuatu yg keliru.
    Nasihat ana: teruslah belajar, baik dari ustadz yg antum anggap tsiqah dan wara’, atau dari kitab-kitab induk para salaf, seperti kitab As Sunnah tulisan Al Khollal, murid Imam Ahmad, demikian pula Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah tulisan Al Lalaka’i, As Sunnah tulisan Al Barbahari, dsb. Baca juga Risalah Doktoral tulisan dosen kami, Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili ttg Mauqif Ahlussunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’i wal Bida’, dan kitab-kitab tulisan para ulama lainnya.
    Kemudian cobalah amalkan petuah mereka dalam bermuamalah dgn orang yg beda pemikiran dgn kita… selalu lah memulai dengan cara yg baik… ingatlah bhw kita dulu seperti mereka dan akan tetap seperti mereka kalaulah bukan karena hidayah Allah… tunjukkan kpd mereka indahnya manhaj salaf dan baiknya akhlak seorang salafi, kelak mereka akan tertarik dengan sendirinya dan mudah kita beri pengertian. Wallaahu a’lam bishshawab…

    NB: Sementara ini ana masih tersibukkan dgn banyak hal untuk melanjutkan sambungan artikel tsb… shabrun jamiil!!

  10. amir abu zaid berkata:

    membaca kisah2 di atas, ana jadi teringat ketika dahulu ana sering ngaji ke ustadz-ustadz “takfiri” baik yang berpusat di Cemani maupun di Penumping…

    Semoga Allah memberikan taufiq kepada mereka dan kita semua untuk meniti manhaj Salaf…amin

  11. cahaya berkata:

    afwan ustadz ana akhwat bukan ikhwan. klo diperkenankan ana mau tanya istri antum alumni tahun brp ya?ana thn 2002, siapa tahu pernah bertemu atau kenal. kalo boleh tebak inisialnya ZA Basweidan bukan? alumni 2005 dan pernah di pp ulul albab bekonang? betul tdk tadz?
    jazakumulloh atas nasehatnya.

  12. Afwan, kirain ikhwan. jawabannya: La’allaha hiya… 🙂 ,wa man takuuniina anti? la’allaki kunti ustaadzataha :)… alhamdulillaahilladzi hadaana lihaadza, wamaa kunnaa linahtadiya laulaa an hadaanallaah. Kadzaalik kuntum min qablu famannallaahu ‘alaikum, falakal hamdu tsaaniyan yaa Rabb…

  13. cahaya berkata:

    salam buat istri antum ya ustadz! dan temen2 nya yg dulu di LA banyuanyar.

  14. hafidz berkata:

    hampir mirip cerita saya ustadz, saya dulu suka ikut majelis solawatan di mesjid riyadh, pasar kliwon tiap malam jumat. hal ini berlangsung cukup lama sejak kls 6 SD sampai di bangku kuliah th pertama sekitar th 2003, trus waktu ketrima di ITB th 2004 saya ikut jd simpatisan PK* dan suka ikut halaqoh seorang murobbi alumni ponpes yg dipimipn ABB karena kebetulan beliau juga kuliah di unpad. waktu itu saya masih buta sama sekali dg manhaj salaf meskipun murobbi saya yg alumni ponpesnya ABB sedikit menyinggungnya. namun akhirnya, th 2005 saya dikenalkan dengan manhaj salaf trus langsung jatuh cinta. demikian aja ustadz, ‘asallahu an yaj’alana istiqomatan ‘ala sawais sabil

  15. masya Allah, baarakallaahu fiekum… Allaahumma aamien

  16. baitussunnah berkata:

    Kota Solo…yang penuh kenangan… Hampir sama dengan tokoh di cerita, cuman saya di SMP 1 dan SMA 1, pusatnya Jama’ah Tabligh (dulu…). Saya juga tidak menemukan kajian yang ilmiyah di SMA 1, hingga sampai ikut dauroh di SMA 3, padahal itu SMA musuh bebuyutan, he he he, tentu dauroh haroki… Saat itu sering juga ke Penumping, paling favorit memang Ustadz AM dan Ustadz YB, Lc (Rahimahullah). Selepas SMA ke UGM, akhirnya nyoba masuk ke JT di Pogung sekaligus IM di Masjid Mardhiyah… Alhamdulillah wa qadarullah, saat mudzakaroh JT di Masjid Pogung Dalangan di lantai 2, di lantai 1-nya Ustadz Abu Nida mengisi kajian… Alhamdulillah, saya dapat 10 menit… Sayangnya, saya ga tau nama beliau saat itu.. (kata orang JT, itu ustadznya dari Arab, ha ha ha) sehingga saya tidak bisa melacak lagi kajian beliau. Kemudian kebetulan ada kajian di dekat Mirota, diisi oleh Ustad Muhammad Wujud (sebelum berangkat ke Yaman), Masya Allah, dari dua orang Ustadz inilah saya mengenal manhaj salaf… Alhamdulillah…

  17. zakkiy berkata:

    dah setahun ya Ustadz, sekuelnya belum juga ada,

  18. Abu Haitsam berkata:

    Ana terharu membaca tulisan ustadz, sampe ana harus menahan rembesan air mata dikarenakan ada temen2 di sekitar ana. Ana berasal dari keluarga nahdhiyyin di jawa barat, pd waktu MTsN, ana sekalian mesantren di cirebon, tentunya di ma’had nahdhiyyin. Stlh itu ana msk ma’had di solo tepatnya ma’had ust. ABB -hadaahullaah ilaa manhaj assalaf ashshoolih- Ana waktu itu bersyukur banget kpd Allah karena bisa masuk ma’had ini, karena di sana ana jadi paham hukum ritual tahlilan, yasinan, marhabanan dll. Namun seperti santri lainnya, ana pun memiliki ghiroh yg meledak2, semangat jihad tinggi (namun tanpa ilmu yg memadai). Ana pun lulus dari ma’had tentunya dengan membawa fikroh ma’had tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, ana pun menemukan sebuah manhaj yang begitu indah, ya, itu adalah manhaj assalaf ash sholih, al hamdulillah. Ana sekarang sedang belajar manhaj ini. Semoga Allah memudahkan ana belajar manhaj ini dan memudahkan ana tuk mengamalkannya. Amin. Ustadz, doakan ana semoga istiqomah dengan manhaj ini. Ana pun demi Allah, ingin sekali berbagi nikmat ini dgn mereka yang masih ada di ma’had tsb. Ana sekarang masih mengajar di ma’had tsb walaupun hanya kelas akhir. Ana berusaha memahamkan mereka tentang manhaj ini semampu ana. Semoga Allah menguatkan dan membimbing ana dalam mengamalkan dan mendakwahkan manhaj ini, amin. Ana senang ternyata ada alumni sema’had yang juga sudah bermanhaj salaf. Alhamdulillaahilladzii hadaanaa lihaadzaa wa maa kunnaa linahtadiya lawlaa an hadaanallaah. Ana tunggu lanjutan kisahnya ustadz.

  19. ibnu munaji berkata:

    Assalamualaikum,buat abu khaitsam antum alumni thn berapa?siapa tahu satu angkatan denganku,sebelumnya affan ust .

  20. Abu Haitsam berkata:

    Alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, ana alumni 98, pernah wiyata bhakti di ma’had setahun, setelah itu ‘bepergian ke mana-mana’ dan baru kembali ke ma’had thn 2006. Antm alumni thn berapa akhi? Baarokallaahu fiikum.

  21. ibnu munaji berkata:

    ana jg alumni 98, kaifa haluk ya ustad? nanti ana telpon ya……wa fikum baarokalloh

  22. Abu Haitsam berkata:

    Alhamdulillah bi khair, berarti kita satu angkatan. Oh ya, antum alumni aliyah/kmi? Ana alumni kmi, kalo alumni kmi, antum tugas di mana? Ana tunggu telp antm, akhi.

  23. abu nabila berkata:

    jazakallah khair