Status makanan dlm kenduri

Posted: 16 Maret 2011 in fatwa, fiqih, makanan
Tag:, , , , , ,

Assalamu’alaikum Warahmatullah,
Ustadz kenduri itu bid’ah trus makanan yg diberi saat kenduri itu hukumnya halal atau haram?

JazakallahJawab:

Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh,

Sebelum menjawab, kita harus tahu apa itu kenduri? Simaklah keterangannya menurut ashaabul kenduri itu sendiri sbb:

Acara tahlilan juga sering disebut dengan kenduri. Istilah kenduri ini memang begitu asing namun kebanyakan ditujukan untuk kegiatan berkumpul. Sedangkan didalam bahasa Indoneisa, kenduri merupakan kata benda yang berarti pertemuan untuk selamatan serta jamuan makan. Yang mana dalam hal ini, tahlil pun dilakukan secara berkumpul atau bersama-sama, kadang terdapat jamuan makan atau hanya sekedarnya saja yang dimaksudkan sebagai wujud untuk memulyakan tamu atau shadaqah untuk mayyit. Bersamaan dengan ini, muncul juga istilah lainnya yang sebenarnya dimaksudkan untuk kegiatan yang sama dan tujuan yang sama sebagaimana yang banyak beredar dimedia internet, seperti “kenduri arwah”, “kenduri tahlil”, “kenduri kematian”, “majelis kenduri arwah” dan lains sebagainya. (http://www.facebook.com/note.php?note_id=158681017519707)

Nah, berdasarkan klasifikasi ini, hukumnya akan berbeda. Kalau kendurinya sekedar dalam arti syukuran atas suatu nikmat, maka status makanan tidak berpengaruh insya Allah. Artinya, makanan yg dzatnya halal tidak menjadi haram karena sebabnya, yaitu kenduri.

Namun kalau kenduri itu ditujukan untuk arwah (spt sesajian), maka ini termasuk syirik akbar yang menjadikan makanan tsb haram. Sedangkan bila kenduri tsb ditujukan sebagai jamuan tamu, bukan sebagai taqarrub (mendekatkan diri) kepada selain Allah. Maka hukum asal makanannya adalah halal.

Sedangkan kenduri yg dikaitkan dengan kematian ketika keluarga yang ditinggal mati masih dirundung kesedihan, maka kalau memang kenduri tsb berasal dari keluarga ybs, maka menurut imam syafi’i kita tidak boleh memakannya. selengkapnya bisa antum baca di sini.

Pun demikian, Syaikh Bin Baz memfatwakan agar sebaiknya kita tidak memakan kenduri yg dihidangkan/disuguhkan kepada kita walaupun hukumnya boleh dimakan. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pengingkaran thd bid’ah-bid’ah tersebut, agar pelakunya sadar bahwa perbuatan tsb tidak diperbolehkan dlm agama dan kita tidak menyukainya. Insya Allah dengan begitu, adat bid’ah ini akan terkikis sedikit demi sedikit hingga hilang total. Namun jika kita hanya mengingkari dalam hati saja, dan tidak menampakkannya walaupun dalam bentuk penolakan, maka budaya ini akan kuat terus mengakar di masyarakat.

Wallahu a’lam.

——————————————————————————————————————————————–

Jadi jika kita menghadiri kenduri yang bertujuan untuk syukuran (misalnya bayinya lahir sempurna), dan bukan acara seperti tahlilan dibolehkan ustadz?

jawab: kalau acaranya sekedar makan-makan (persis seperti syukuran), tanpa dikaitkan dengan ibadah tertentu (spt dzikir, tahlil, doa bersama, dan semisalnya) atau dengan tata cara tertentu (pada waktu dan tempat  ttt); maka tidak mengapa. Seperti jika antum tiba-tiba diundang makan (ditraktir) oleh seseorang. Tapi kalau dikaitkan dengan ibadah, dan dilakukan dengan cara, waktu, dan tempat tertentu tanpa alasan yang logis; maka itu termasuk bid’ah. Misal, mengkhususkan hidangan dengan tumpeng dan bukan yg lainnya. lalu pemotongannya harus dari atas dan harus pake sambel warna ini dan itu (mungkin antum lebih tahu ttg ini drpd ana). Atau mengadakan perayaan2 ttt spt sepasaran bayi, mitoni, dsb dengan disertai undangan makan. Maka ini semua bid’ah.

Komentar
  1. Khariz berkata:

    Menghadiri undangan itu wajib. Lalu, bagaimana hukum menghadiri undangan acara-acara bid’ah (baca: tahlil, yasinan, dll.)?

  2. Ulama yg mengatakan wajibnya menghadiri undangan makan, mensyaratkan beberapa hal yg diantaranya:
    1-Undangan tsb bersifat khusus, bukan umum. Artinya nama antum disebutkan secara khusus dlm undangan tsb.
    2-Undangan tsb tidak mengharuskan antum untuk safar.
    3-Undangan tsb tidak mengandung kemungkaran.
    4-Yang mengundang bukanlah orang yg secara syar’i harus di-hajr (alias dikucilkan. Spt orang yg terkenal dengan kefasikannya atau bid’ahnya).
    Nah, undangan yg antum tanyakan tsb tidak memenuhi syarat karena berisi kemungkaran dan biasanya yg mengundang adalah orang yg pantas dikucilkan (ahli bid’ah). jadi tidak boleh hadir.

  3. hamba yang bodoh berkata:

    ustadz, saya mau bertanya:
    1. Kalo benar acara kenduri yg didalamnya ada TAHLILAN,YASINAN,DO’A BERSAMA yg didahului mengirim pahala al-Fatihah adalah bid’ah sedangkan bid’ah itu katanya adl maksiat, maka benarkah perbuatan saya yang sering menghindarkan diri dari acara kenduri tersebut yg akan diadakan oleh tetangga dan saya pergi dgn alasan yang benar yaitu pergi menghadiri kajian salaf di tempat lain?
    2. Setelah pulang saya mndapat laporan dari keluarga bahwa orang yg mengirim bandulan (istilah jawa bagi yg tidak hadir) mengatakan yg intinya mengecam sya yg tidak mau hadir dg kata2 “orang dikasih rejeki makanan kok ga mau hadir, LAGI PULA KALO MATI SIAPA YG MENGUBURKAN KALO BUKAN TETANGGA”
    Tolong diberi bantahannya. Bgmn cara menyampaikan bentahan tsb yang baik?
    3. Bolehkah istri saya membantu masak yang sebagiannya akan digunakan untuk hidangan pada acara tersebut?
    Perlu saya sampaikan bahwa dilingkungan saya sebagian besar sekarang tidak ada lagi menggunakan sesaji berupa apapun yg tampak di dalam acara itu dan dagingnya biasanya membeli ayam yg sdh dipotong dipasar atau bila memotong sendiri juga disebut nama Allah.

  4. 1. Benar sekali itu.
    2. Jawab aja: Siapa yang mau menanggung resikonya di akhirat, TETANGGA?
    3. Itu berarti ta’awun ‘alal itsmi wal ‘udwaan. Jelaskan saja duduk perkaranya kpd mereka dengan baik dan benar, dan katakan bahwa seseorang berhak memilih apa yg diyakininya sebagai kebenaran selama berdasarkan kepada dalil, walaupun menurut orang lain itu tidak pantas.

  5. Mesa berkata:

    Maaf ya Ustadz, menurut saya jawaban ustadz atas pertanyaan hamba yang bodoh diatas tidak mencontohkan kepribadian Rasulullah, seperti yang digaungkan selama ini, dan saya yakin jika ini dilakukan oleh “hamba yang bodoh” udah pasti dia dikucilkan dan bahkan bisa menimbulkan pertengkaran. Sangat ironis jika kita mau menghilangkan bid’ah tetapi menimbulkan sesuatu yang “haram” (sesuatu yang lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya).

    menurut saya sebaiknya adalah:
    1. Jangan menghindar, tetapi jelaskanlah dengan santun dengan mengatakan “maaf ya saya tidak dapat menhadiri acara tersebut sesuai dengan keyakinan saya, tetapi saya akan mendoakan almarhum(ah) seperti yang dilakukan para sahabat nabi terhadap sahabat-sahabt nabi lainnya yang telah mendahului mereka”.

    2. Katakan dengan santun “maaf, bukan saya tidak mau menerima ini, tetapi faham saya melarang hal semacam ini, namun agar tidak menjadi mubazir (mubazir hukumnya haram) sebaiknya berikanlah kepada yang membutuhkannya seperti anak yatim”. Atau terima saja, namun katakan dengan santun “maaf ya, ini sy terima, tapi sebenarnya faham saya melarang menerima hal semacam ini, kalo diizinkan, bolehkan kalo bingkisan ini saya berikan kepada anak yatim?”. lantas berikan bingkisan itu ke anak yatim atau orang yang membutuhkannya.

    3. Disini kita harus berfikir, kita lebih baik membantu atau malah memberatkan beban pikiran orang yang kemalangan?, Allah maha pengampun, namun manusia..?? kalau saya, saya akan berusaha untuk menjaga perasaan tetangga saya agar tidak tersayat hatinya, sembari memberi pemahaman-pemahaman secara perlahan dan tidak perlu memaksa….

    mohon maaf jika saya salah, sekali lagi.. saya lebih takut jika ada orang yg tersayat hatinya.

  6. Ya, mungkin jawaban anda lebih bisa diterima oleh orang yg halus perasaannya… syukron atas masukannya.