Soal-Jawab
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,
Kepada ikhwan dan akhwat pengunjung Blog Abu Hudzaifah yg saya cintai…
Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas Blog ini, saya khususkan halaman ini bagi yg ingin menyampaikan ‘uneg-uneg’-nya, baik keluhan, pertanyaan, atau sekedar curhat… Semoga dengan itu semua saya jadi lebih semangat untuk menyampaikan ilmu saya kepada antum semua.
Bagi yang ingin curhat atau bertanya secara pribadi tanpa dipublikasikan, silakan kirim e-mail ke: basweidan@gmail.com
Jadi, saya tunggu partisipasi antum… Jazakumullahu khairan katsieran,
Wassalaam,
Komentar
Assalaamu’alaykum
ustadz, apakah yang dimaksud dengan wasiat orang yang meninggal? apakah hal tersebut wajib dilaksanakan? bagaimana jika orang tua kita mewasiatkan agar setelah kematiannya diadakan yasinan tujuh hari, 40 hari, dll? jika hal tersebut (di luar kemampuan kita) tetap dilaksanakan, misal karena yang mengadakan kerabat lain dalam keluarga, bagaimana sikap kita sebaiknya? bolehkah kita ikut menghadirinya?
Jazaakallaahu khayran katsir
Wa’alaikumussalaam wr wb…
Wasiat adalah pesan seseorang kpd org lain agar dilaksanakan setelah dia mati. Bisa berupa pemberian harta, permintaan, atau lain-lain. Itu pengertian wasiat.
Hukum wasiat berbeda tergantung situasi dan kondisi si mayit.
syaratnya, harus disampaikan oleh org yang berakal sebelum ia sekarat.
Hukumnya:
1- Dianjurkan. yaitu bagi orang yg meninggalkan harta banyak.
2- Diharamkan. bila mewasiatkan agar lebih dari sepertiga hartanya kpd selain ahli waris. Kecuali jika ahli warisnya HANYA suami, atau isteri.
Demikian pula haram hukumnya berwasiat bagi ahli waris, walaupun cuma sedikit nominalnya.
3- Makruh. bila ia seorang yg fakir dan ahli warisnya membutuhkan harta. Krn wasiat tsb akan mengurangi harta warisan dan diberikan ke selain mereka.
4-Mubah/boleh. Bagi org yg meninggalkan ahli waris yg berkecukupan.
5-Wajib. yaitu bagi orang yg memiliki hutang dan tidak punya bukti, maka ia harus berwasiat agar org2 tahu kalau ia punya hutang.
ttg wasiat org tua agar melakukan yasinan, ini termasuk wasiat yg tidak boleh diamalkan, karena yasinan stlh 40 hari itu bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, maka haram bagi ahli warisnya utk mengamalkan.
penting utk diketahui: bahwa org yg ditugasi agar melaksanakan wasiat, TIDAK WAJIB menerimanya. tapi ia boleh terima dan boleh menolak kapan saja.
Sedangkan isi wasiat tsb haruslah sesuatu yg bisa dilakukan oleh pengemban wasiat, dan jelas bentuknya.
Jadi, bila isinya tidak sesuai syariat, tidak boleh dilaksanakan oleh siapa pun baik kerabat maupun bukan.
Wallahu a’lam.
nyambung lagi… ustadz belum menjawab yang bagian ‘boleh menghadiri atau tidak?’-nya. bila acara yasinan/ tahlilan tersebut diselenggarakan oleh kerabat. dengan kondisi, bila kita tidak hadir, akan ada pembicaraan-pembicaraan yang tidak baik atas kita. misal, para tamu yang hadir menanyakan kehadiran si anak, kok tidak tampak, dll. bahkan bisa jadi membikin hubungan keluarga menjadi tidak harmonis. bagaimana baiknya, ustadz?
Afwan kelupaan. Jawabannya tidak boleh sebab hal itu bid’ah dan setiap bid’ah adalah dhalalah sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hal ini berlaku umum tanpa memandang siapa pelakunya.
Adapun kekhawatiran yg antum ucapkan tadi, maka yg semestinya lebih kita khawatirkan ialah bila kita terkena murka Allah, bukan karena diomeli org lain. Kita hrs memiliki prinsip dlm hal ini, jgn hanyut dlm arus yg keliru. Kalau mrk bisa diajak diskusi, maka diskusikan dgn baik, jelaskan bhw hal tsb tidak ada dasarnya, yg seyogyanya kita lakukan adl mendoakan si mayit sendiri2 tanpa acara khusus spt itu. Sebab jika hal itu mrp suatu kebaikan pasti Rasulullah & para sahabatnya lebih dulu mengamalkannya. Namun jika mrk tidak bisa diajak diskusi ya kita tetap pada pendirian kita dgn tetap menjaga hubungan baik dgn mrk, spt yg dilakukan nabi Ibrahim Alaihissalam yg ana tulis sblm ini (bag 1). wallaahu a’lam.
assalamu alaikum ww wb..,ustadz,,sy mw curhat..sy yayat,umur 23 tahun.sy pegawai bank BUMN yg kini betul2 sdg dlm kondisi labil..iman sy sedang diuji..kilau harta dunia,,wanita dan hura2 sering menghantui sy sehingga sy sendiri seperti org kebingungan..antara dua persimpangan..sy bingung mas,,pdhl sy rajin sholat,,mengaji dan selalu mencoba berperilaku sebagaimana muslim yang taat tp subhanallah,, godaan setan begitu kuat..bisikan2 u/ maksiat selalu ada..mas,,tlg masukannya!! terus terang sy skrg terkadang lalai melaksanakan shalat dan ngaji..sy hrs gimana??
Assalaikumussalaam…
afwan akhi ana mau tanya beberapa pertanyaan:
1. apa hukum orang yang menyaksikan/menonton film kartun?
2. apa hukumnya memiliki buku tulis yg terdapat gambar2 kartun
karena banyak Thalibul Ilmi yang sudah lama belajar masih menggunakan buku bergambar kartun untuk mencatat kajian.
tolong disertakan fatwanya juga ya
Jazakalloh akhi atas jawabanya…
Alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh… ahlan bik ya akhi..!
Jawaban u pertanyaan pertama ialah bhw menyaksikan film kartun hukumnya boleh dengan syarat2 berikut:
1- Tidak diiringi musik
2- Tidak mengandung hal-hal yg bertentangan dengan adab-adab islami,
3- Tidak mengandung hal-hal yg bertentangan dengan akidah,
4- Tidak mengandung pelecehan thd ajaran Islam,
5- Tidak mengandung penipuan atau kebohongan.
Hal ini difatwakan oleh Syaikh Muh bin Shalih Al Utsaimin dalam acara liqaa’ al baabil maftuh nomor 193, dan Syaikh Abdullah al Faqieh dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah.
Adapun memiliki buku tulis bergambar kartun, bisa dikiaskan kpd memiliki majalah2 yg ada gambar manusia atau hewannya. Hal ini dibolehkan selama tujuannya bukan untuk mengoleksi gambar2 tsb tapi untuk sesuatu yg dibolehkan, seperti dokumentasi, mencari informasi, ilmu yg bermanfaat, mencatat, dsb… namun hendaknya si pemilik berusaha menutupi wajah-wajah yg ada dlm gambar tersebut. Demikian menurut fatwa Lajnah Ad Daimah nomor 3079 yg diketuai oleh Syaikh Bin Baz, diwakili oleh Syaikh Abdurrazzaq Afifi, dan dianggotai oleh Syaikh Abdullah Al Ghudayyan dan Abdullah bin Qu’ud.
Wallaahu a’lamu bishshawaab.
afwan. aki msh dr ana lg, ana masi rincu dlm masalah ini:
1. pd dasarnya sblm mnjad film kartun, mereka (pr pmbuat kartun) mnggambarnya trlebih dahulu dibeberapa media, lalu mnyusunnya mnjadi sbuah film, sdangkan Rosululloh brsabda:
“Ssungguhnya manusia yang paling keras disiksa d hari Kiamat adalah para tukang gambar (mereka yg meniru ciptaan Allah)”(HR. Bukhari dan Muslim )
ketika orang2 mnyaksikan film kartun&ratingnya meningkat, smakin giat jg mereka (pr pmbuat film kartun) tuk mggambar & mnjadikan film lanjutannya.
2. mngenai buku brgambar kartun, apabila trdapat d dlm rumah, bukankah mnjadi bncana yg mnjadikan malaikat tdk mau masuk
Rosululloh pernah bersabda:
“Malaikat tidak akan memasuki rumah yang d dalamnya trdapat anjing, jg tidak mmasuki rumah yg d dalamnya trdapat gambar” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
td akhi nulis “Hal ini dibolehkan selama tujuannya bukan untuk mengoleksi gambar2 tsb ” Apakah kisah Aisyah membeli bantal/gorden sengaja untuk mngoleksi gambar yg trdapat d bantal/gorden itu.
Afwan sekali lagi akhi, bukan brmaksud apa2, tp ana cuma mau tahu lebih jelas, kalo memang menurut antum ana kurang tepat, ana sangat berharap akhi bisa mengoreksi pendapat ana, agar hati ana lebih tenang.
Jazakalloh khoir…..
afwan akhi, ada yg ketinggalan:
2. mngenai buku yg ada gambarnya.
Rosululloh pernah bersabda:
“Sesungguhnya orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang telah kalian buat!’” (HR. Bukhari)
sama sprti film kartun, awalnya mnggambar desain kartun untuk cover buku, lalu dijadikan sampul buku.
bener ga, kl kita mmbeli buku yg brgambar kita sudah mndukung pembuatan gambar tersebut, karena semakin laris buku yg brgambar, semakin sering&banyak pula orang2 mnggambar untuk mmbuat cover buku.
Ana menjawab sesuai dengan pertanyaan antum. kalau antum menanyakan apa hukumnya melihat film kartun, ya jawabannya seperti yg telah ana tulis, dan itu ana sarikan dari fatwa-fatwa yg ana dapatkan. TAPI kalau pertanyaannya: “Apa hukumnya membuat film kartun?”, maka jawabannya beda lagi, selain syarat-syarat yg tersebut sblmnya, masih ada tambahan yaitu tidak boleh menggambar manusia atau hewan, berdasarkan dalil yg antum sebutkan tadi.
Sebab dalil tsb ditujukan kpd yg membuat gambar, bukan kpd yg melihatnya. Kita perlu dalil lain untuk melarang orang melihat gambar (yg bebas dari larangan-larangan syar’i spt yg ana sebutkan sebelumnya), nah adakah dalil tsb? Ana belum mendapatkannya hingga kini…
Adapun bolehnya membeli majalah atau buku tulis bergambar selama tidak bertujuan mengoleksi gambar2 tsb, itu juga berdasarkan kaidah fiqih agung yg berbunyi: “Al Umuuru bimaqashidiha…” artinya setiap perkara tergantung pada tujuannya (niatnya). kalau kita menerapkan larangan menyimpan gambar secara mutlak, maka tidak boleh ada secuil foto pun di rumah, tidak boleh ada gambar manusia atau hewan di rumah, dst… bahkan orang akan kesulitan untuk belajar kedokteran, karena tidak boleh pake gambar, dst… Akan tetapi para ulama mengatakan, diantaranya syaikh bin Baz, bhw penggunaan foto dibolehkan untuk hal-hal yg bermanfaat dan harus pakai foto, spt ijazah, ktp, paspor, foto buronan agar dikenal, dan semisalnya.
Namun jika tujuannya sekedar mengoleksi gambar, atau kenang-kenangan, atau sekedar hiasan –spt yg dilakukan Aisyah ra–, maka tidak dibolehkan. Kalau antum baca syarah hadits tsb, maka para ulama akan menyebutkan hadits2 lain yg mengatakan bhw Nabi melarang pemakaian gambar kecuali bila gambar tsb dihinakan. Mrk lalu mencontohkan dgn bantal yg diduduki, atau tikar yg diinjak-injak. sedangkan gambar yg dimuliakan spt dijadikan pajangan, maka tidak boleh digunakan, dan itulah yg menghalangi masuknya malaikat rahmat ke dlm rumah. sedangkan gambar2 yg dihinakan, atau terdapat dlm majalah & buku tulis, sejauh yg ana ketahui tidak termasuk dalam kategori gambar yg terlarang, selama bukan gambar itu sendiri yg dituju, dan gambarnya tentu bukan gambar yg diharamkan (pornografi).
Ala kulli haal, menghindari penggunaan buku tulis bergambar kartun tentu lebih baik, namun untuk menyatakan haramnya penggunaan buku tulis tsb ana tidak punya cukup dalil, wallaahu a’lamu bishshawaab.
Itu kembali kpd hukum buku itu sendiri, atau hukum gambar yg terdapat di dalamnya. gambar kartun adalah sesuatu yg umum, bisa haram bisa halal. kalau yg digambar adalah sesuatu yg tidak mungkin ada wujudnya di dunia nyata, maka tidak mengapa menurut sementara ulama, karena berarti dia tidak menyaingi ciptaan Allah. seperti misalnya gambar buah jeruk yg diberi mata dan mulut, lalu punya kaki dan tangan… dan semisalnya.
Namun gambar kartun yg berupa manusia atau hewan, maka termasuk gambar yg dilarang, tapi sekali lagi tidak berarti bahwa yg membeli buku bergambar tsb berarti telah membantu si pembuat buku agar terus membuat gambar-gambar tsb. Sebab buku itu tujuan asalnya adalah untuk sarana menulis yg dibolehkan, dan gambar tsb bukanlah hal yg asasi.
Wallaahu a’lam…
Assalamualaikum…
Ust. ana mau tanya mengenai foto, kl kita memajang foto ulama di dalam rumah kita, meskipun hanya bagian kepala, atau setengah badan tapi bukan seluruh badan, apakah boleh?
Aslm, Ustd,. saya mau tanya, apakah boleh seseorang sengaja membunuh cicak? berapa jenis hewan yg boleh sengaja kita bunuh, atau bahkan ada anjuran dari Rasulullah? apa ganjarannya?
alaikumussalaam wr wb..
Jazakillaahu khairan atas antusiasme anti untuk bertanya. Dalam hadits shahih riwayat Muslim dari Abul Hayyaj Al Asadi disebutkan, katanya: “Ali bin Abi Thalib pernah berkata kepadaku: Maukah kau kuutus dengan misi yang pernah diembankan Rasulullah kepadaku? (Yaitu:) Jangan kau biarkan ada gambar kecuali kau hapus, dan jangan kau biarkan ada kuburan yang ditinggikan kecuali kau ratakan”.
Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dgn gambar di sini adalah WAJAH. oleh karenanya, selama wajah masih terlihat jelas, maka foto tsb haram dipajang dan harus dihapus. Lebih-lebih foto ulama, haba-ib, dan orang-orang shalih; ini lebih diharamkan lagi, sebab dari sinilah munculnya syirik dan pengultusan individu. sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas ketika bercerita ttg bagaimana tersesatnya kaum Nuh AS. (Anti bisa baca di tafsir surat Nuh secara lengkapnya) Yang intinya bahwa Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah nama orang-orang shalih dari umat Nabi Nuh. sepeninggal mereka berlima, kaumnya berusaha ‘mengenang’ keshalihan mereka lewat membuat patung2 dengan niat baik, yaitu memacu mereka untuk giat beribadah. akan tetapi setan menyesatkan mereka perlahan-lahan, hingga generasi demi generasi berganti, namun mereka tidak tau bahwa niat leluhur mereka dlm membuat patung/gambar org2 shalih tadi adl untuk motivasi, tapi mulai terbetik dari diri mereka bahwa yg digambar bukanlah orang sembarangan dst, hingga akhirnya mereka berlima jadi sesembahan selain Allah, sebagaimana firman-Nya dlm surat Nuh: 23.
Alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Ya, bahkan dianjurkan membunuhnya. Simaklah hadits berikut:
من قتل وزغة في أول ضربة فله كذا وكذا حسنة ومن قتلها في الضربة الثانية فله كذا وكذا حسنة لدون الأولى وإن قتلها في الضربة الثالثة فله كذا وكذا حسنة لدون الثانية وحديث جريرا فيه من قتل وزغا في أول ضربة كتبت له مائة حسنة وفي الثانية دون ذلك وفي الثالثة دون ذلك . رواه مسلم
Barangsiapa membunuh cicak dg sekali pukul, maka baginya 100 pahala, dan siapa yang membunuhnya dgn 2x pukul, maka bgnya sekian pahala (dibawah yg pertama), dan bila membunuhnya dgn 3x pukul maka pahalanya lebih sedikit lagi. HR. Muslim.
jadi, binatang spt cicak dan tokek dianjurkan untuk dibunuh. Bahkan dlm hadits lain disebutkan bahwa cicak konon meniup-niup api yang disulut atas Nabi Ibrahim Alaihissalaam, dan Nabi sendiri menamainya sebagai Fuwaisiq (anak fasiq). Bahkan Siti Aisyah pernah terlihat memegang tombak di rumahnya, lantas saat ditanya beliau menyebutkan hadits di atas, dan bahwasanya beliau sedang membunuhi cicak2 tsb.
Adapun binatang-binatang yang boleh dibunuh adalah setiap binatang yang mengganggu. dan ada binatang yang dianjurkan dibunuh, spt anjing hitam, kalajengking, tikus, burung gagak, ular dsb. Tapi jika ular tsb terlihat tidak di tempat yang biasa, alias asal usulnya meragukan, spt yg tiba-tiba terdapat di tengah rumah, di kamar dan semisalnya, maka jgn langsung dibunuh, tapi suruh dia keluar atas nama Allah tiga kali, kalau tidak mau usirlah dia, karena dia adalah jin. wallaahu a’lam.
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh
akhi ana mau tanya mengenai hadits “MINUM DENGAN BERDIRI”
Hadits yg Mmbolehkan;
1. Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata, “Saya pernah memberi minuman kepada Nabi saw dari sumur Zamzam, kemudian beliau meminumnya dengan berdiri.” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Dari An Nazzal bin Sabrah ia berkata bahwa ‘Ali bin Abi Tholib masuk k pintu gerbang masjid, kemudian minum sambil berdiri serta berkata,”Sesungguhnya saya pernah melihat Rosululloh berbuat sebagaimana apa yg kamu sekalian lihat saya perbuat ini (minum dengan berdiri).” (HR Bukhori)
Hadits yg Mlarang
1. Dari Anas bin Malik dari Rosululloh bahwasanya beliau melarang seseorang untuk minum dengan berdiri. Qotadah bertanya kepada Anas, “Bagaimana kalau makan?” Anas menjawab, “Kalau makan dengan berdiri itu lebih jelek dan lebih buruk.” (HR Muslim)
2. Dari Abu Huroiroh berkata bahwa Rosululloh pernah bersabda, “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu sekalian minum dengan berdiri. Barangsiapa yang terlupa maka hendaklah ia memuntahkannya.” (HR Muslim)
pertanyaan ana, apakah kita diperbolehkan minum sambil berdiri? atau di sunnahkan minum sambil berdiri khusus untuk air zam-zam saja, selainnya tidak?
jazakalloh atas jawabanya…
Wassalamu’alaykum warohmatullohi wabarokaatuh
Alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh…
Jawabannya: Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bolehnya minum sambil berdiri karena Nabi shallallaahu ‘alaih wasallam melakukannya. bahkan disebutkan dalam Al Muwaththa’ bahwa Umar, Utsman dan Ali radhiyallaahu ‘anhum konon minum sambil berdiri, demikian pula Aisyah dan Sa’ad (bin Abi Waqqash) menganggap hal tersebut tidak mengapa. Adapun hadits-hadits yang melarang, maka maksudnya bukan haram namun makruh. Hal ini disimpulkan dengan menjama’ (menggabungkan) hadits2 yang dhahirnya kontradiksi dalam masalah ini. Intinya, minum sambil berdiri hukumnya boleh, tapi lebih baik dilakukan sambil duduk. pendapat ini dinyatakan oleh Al Khattabi, Al Baghawi, Al Qadhi ‘Iyadh, Al Qurthubi, An Nawawi, Ibnu Hajar dll. (lihat: Al Fajrus Saathi’ ‘alash Shahihil Jaami’ 8/22-23).
Adapun hadits riwayat Muslim dari Anas bin Malik yang mengatakan bhw: “Barang siapa lupa melakukannya, maka hendaklah ia memuntahkannya”, maka dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Umar bin Hamzah yang didha’ifkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Ma’ien dan An Nasa’i, dan hadits ini mengandung lafazh yang munkar, yaitu perintah untuk memuntahkannya bagi yang lupa. Singkatnya, bagian awal hadits ini shahih, namun bagian akhirnya tidak demikian (yaitu perintah untuk memuntahkan bagi yg lupa). Hal ini dinyatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah hadits no 177, dan Silsilah Adh Dha’iefah hadits no 927.
Demikian pula halnya dengan makan sambil berdiri, Ibnu Hajar dalam Fathul Baari menukil dari Al Maaziri yang mengatakan bahwa tidak ada khilaf di kalangan ulama akan bolehnya makan sambil berdiri. Sedangkan yang lebih afdhal ialah makan sambil duduk.
Wallaahu ta’ala a’lam
Assalamu ‘alaikum,
Maaf, sekalian nimbrung pertanyaan.
Lalu bagaimana dengan kotoran cicak. Najiskah atau sekedar kotor saja. Seringkali kita menjumpai kotoran cicak (terutama di masjid kampung yang gak ada marbotnya) bertebaran di lantai -baik yg udah kering atau masih basah- . Hal ini kadang menimbulkan was-was juga kalo kita mau sholat.
Jazakallahu khair yaa ustadz… atas jawabannya.
Alaikumussalaam, pada dasarnya kotoran hewan-hewan semacam itu tidaklah najis hingga kita mendapatkan dalil yang menghukuminya sebagai najis, jadi tidak perlu was-was.
Kotoran cicak pada dasarnya tidak najis, sampai ada dalil yang menyatakan najis. ini berangkat dari kaidah: al ashlu fil asy-yaa’i al hillu wal ibaahah. pada dasarnya benda-benda itu hukumnya halal dan boleh dipakai. dan ini berarti tidak najis, sebab jika najis maka tidak boleh dipakai. wallaahu a’lam
Menggunakan riba untuk pembangunan sarana umum misalnya jalan, pekerjaan tersebut tentunya membutuhkan tenaga tukang ato mungkin juga dikerjakan secara bergotong royong…
Yang ana tanyakan:
1. Bolehkah membayar tenaga tukang dengan menggunakan uang dari hasil riba tersebut? ato beli camilan buat pekerja saat proses pengerjaan…
2. Apakah penggunaan hasil riba itu hanya sebatas untuk membeli matrialnya (pasir, semen, batu, dll) saja?
Yang ana fahami dari perkataan para ulama dalam masalah ini, nampaknya ada kecenderungan supaya uang riba tadi tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Berangkat dari sini, maka bila ybs tidak ikut bergotong-royong membangun fasilitas umum spt jalan tadi, maka insya Allah tak mengapa jika sebagian uang riba tadi diberikan untuk konsumsi tukang, sebab Nabi juga bermuamalah dengan orang-orang Yahudi, padahal dalam Al Qur’an (An Nisa’: 161) disebutkan bahwa mereka suka memakan riba. Bahkan saat Nabi wafat pun baju besinya masih tergadai ke seorang Yahudi untuk membeli 30 gantang gandum. Intinya, karena harta Yahudi tadi berpindah ke tangan Nabi dengan cara yang halal, maka hukumnya halal. Berangkat dari sini, insya Allah tidak apa-apa menggunakan uang riba untuk membayar pekerja yang membangun fasilitas umum, meski hati ana lebih condong kepada penggunaannya untuk membeli material saja, karena itu lebih hati-hati, wallaahu a’lam.
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,
Sampai saat ini ana belum menikah , kemudian salah satu keluarga ana mengatakan bahwa dia telah menanyakan kepada Ustadnya bahwa mungkin ana pernah berbuat salah kepada ayah ana dan ana harus kekuburan ayah ana untuk meminta maaf.
Ana yakin bahwa sampai saat ini ana belum menikah karena Alloh belum meberikan jodoh yang baik buat ana.
Ana katakan kepada keluarga ana itu bahwa jangan mempercayai hal-hal seperti itu (ana memang belum bisa mendakwahinya) , tetapi yang bersangkutan mengatakan bahwa ia telah berkonsultasi dengan ustadznya dan meminta maaf itu adalah baik terutama kepada orang tua.
Bagaimana menyikapi orang seperti ini Ustadz, mohon nasihatnya.
Jazakumullahu khairan katsieran,
Wassalaam,
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Ustadz, kif hal? gimana cuaca disana..??
Ana ada pertanyaan, bagaimana hukumnya orang yang mengambil hak orang kafir?
jazakalloh
Alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh…
Alhamdulillah, di Madiah skrg cuacanya sedang, tidak panas dan tidak dingin.
Mengambil hak orang kafir tanpa seizinnya adalah perbuatan yang haram hukumnya, sebab harta dan darah mereka dilindungi oleh Islam selama mereka tidak berstatus sebagai Kafir Harbi. Jika mereka telah menjadi kafir Harbi, alias orang kafir yang sedang terlibat perang dengan kaum muslimin, contohnya orang-orang Yahudi di Palestina, AS di Irak dan Afghanistan, Russia di Chechnya, India di Kashmir dan semisalnya; maka harta mereka halal bagi kaum muslimin yang mereka perangi. Adapun bagi kaum muslimin di negara lain maka hukumnya tetap seperti semula, yaitu tidak boleh. Wallaahu a’lam.
Prtanyaan ana masih seputar “MENGAMBIL HAK ORANG KAFIR.”
bagaimana hukumnya kalo kita meng-install program atau software bajakan kedalam komputer kita? bukankah membajak suatu karya orang lain tanpa seizinnya jg trmasuk mengambil hak orang lain..??
sebenarnya ana ada keinginan tuk membeli software asli, tapi harganya bener-bener mahal. sebagai contoh harga software Adobe Photoshop asli Rp. 6.704.290. sedangkan harga bajakannya Rp 25.000.
Ana sekarang bener2 bingung stadz.. di satu sisi ana tidak mau berbuat dzolim kpd orang2 kafir, dan di sisi yg lain ana juga mau mahir dalam menguasai software2 mereka (orang kafir)
Tolong beri masukan kepada ana yang faqir ini mengenai permasalahan yg sedang ana hadapi.
Semoga Alloh selalu membalas seluruh amal ibadah Ustadz dan selalu memberikan hidayah-Nya kpd umat Islam melalu da’wa yg sedang ustadz lakukan ini..
Jazakalloh Khoir..
Dalam masalah ini, para ulama kontemporer terbagi menjadi tiga pendapat:
Pertama: Mengharamkan secara mutlak baik mengcopy maupun menggunakan software2 yang tidak asli, jika hal tersebut dilarang oleh yang membuatnya. Baik itu muslim maupun kafir non harbi. Inilah fatwa mayoritas ulama kontemporer.
Kedua: boleh mengcopy dan menggunakan software yang tidak asli untuk kepentingan pribadi, bukan untuk diperjualbelikan, jika memang ia membutuhkannya, dan menurut dugaan kuatnya software aslinya telah terjual banyak dan pembuat softwarenya telah meraup keuntungan yang cukup dan dapat menutupi biaya pembuatan software tsb.
Ketiga: membolehkan secara mutlak, terutama bila berkaitan dengan ilmu-ilmu penting, sebab dengan tidak boleh mengcopy dan menggunakan kecuali software yang asli, berarti menyembunyikan dan membatasi manfaat dari ilmu tersebut.
Tentu pendapat yang paling hati-hati ialah pendapat pertama, namun jika memang antum terdesak dan sangat membutuhkan program tsb, cobalah cari program lain yang bisa menggantikan, dan bila tetap tidak ada atau harganya tidak terjangkau, maka seingat ana, Syaikh Utsaimin membolehkan penggunaannya secara terbatas, alias bukan untuk diperjual belikan. Wallaahu a’lam bisshawaab.
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Ustadz , bagaimana menyikapi kabarberita ini?
(dalam berita ini disertai gambar photo bayi dengan tulisan arab pada tubuhnya, sayang sekali tidak dapat saya lampirkan)
Subhanallah…., Allahu Akbar……!!!
Quran di Tubuh Bayi
Sebelum Muncul Ayat Quran, Ali Tak Tidur & Panas 40 Derajat Celcius
Amanda Ferdina – detikNews
Pravda.ru
Rusia – Bayi Ajaib. Begitulah Ali Yakubov kini dijuluki lantaran di kulitnya terdapat ayat Alquran yang muncul setiap Senin dan Kamis malam. Bagaimanakah proses yang Ali alami sebelum kulitnya ‘berubah’ dan muncul ayat suci?
Ibunda Ali, Madina Yakubov menceritakan, buah hatinya selalu demam ketika ayat-ayat Quran berwarna kemerahan itu muncul ke permukaan kulit Ali. “Temperaturnya mencapai hingga 40 derajat celcius dan dia tidak tidur semalaman,” cerita Madina seperti dilansir ABCNews, Jumat (23/10/2009).
Jika sudah begitu, Madina pun mengaku tidak bisa menggendong Ali. Pasalnya bila diangkat dan bagian tubuh yang muncul tulisan itu tersentuh, Ali kesakitan. “Dia menangis, terutama jika diangkat bagian tubuh tempat tulisan itu muncul,” tutur istri Shamil Yakubov.
Sampai kini, pihak medis belum dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada bayi bermata biru itu. “Dari sudut pandang medis, saya tidak dapat menjelaskannya dalam cara apapun,” aku perawat lokal, Saida Rasulova.
Jika dilihat pada fotonya, ayat-ayat Quran yang terdapat pada kulit Ali terlihat seperti tanda lahir kemerahan dengan ukuran beberapa inchi. Hal tersebut dibenarkan kedua orang tua Ali yang pada awalnya juga mengira buah hatinya memiliki tanda lahir atau iritasi kulit. Akan tetapi tulisan ayat tersebut kembali muncul pada bagian tubuh yang berbeda
Ayat Al-Quran di Tubuh Ali Yakubov adalah Pesan
International 22-10-2009
MedanBisnis – Moskow
Majelis Ulama Rusia menyatakan ayat-ayat Al-Quran yang tertulis di tubuh bayi Ali Yakubov merupakan peringatan kepada seluruh Muslim Rusia dan Dagestan.
“Kami menafsirkan tanda itu sebagai sebuah peringatan kepada seluruh Muslim Rusia dan Dagestan, yaitu mereka harus berbalik kepada ajaran agama Allah, menyesali dosa-dosa mereka, dan meninggalkan perselisihan, konflik, dan konfrontasi atau saling membunuh yang hari ini mengguncang tanah Dagestan dan seluruh Kaukasus,” sebut pernyataan lembaga tersebut, yang dikutip dari kantor berita Rusia Interfax, Rabu (21/10).
Menurut lembaga keagamaan itu, jika hal-hal tersebut dipenuhi, maka umat Islam akan memperoleh rahmat dari Allah dan dapat membangun masyarakat yang benar-benar damai dan sejahtera.
Seperti diberitakan sebelumnya, tulisan dalam huruf Arab itu muncul di tubuh bayi berusia sembilan bulan itu, beberapa hari setelah kelahiran dia. Tulisan itu muncul di punggung, lengan, kaki, dan perut Ali. Tulisan yang muncul antara lain berbunyi, “Allah adalah yang menciptakan semua ini.”
Ibu bayi itu, Madina Yakubova, mengatakan, tulisan muncul pada Senin dan Jumat. “Suhu tubuh Ali menjadi sangat tinggi dan dia menangis. Tulisan itu secara berangsur-angsur hilang setelah tiga hari, dan kemudian muncul lagi,” Madina.
Orangtua Ali tidak memberitahu kepada siapa pun hingga mereka melihat tulisan yang mengatakan, “Tunjukkan tanda-tanda ini kepada orang-orang”. Madina mengatakan, Ali adalah anak keduanya. Hal itu tidak pernah muncul pada putrinya yang merupakan kakak Ali.
Assalamu’alikum ustadz … semoga Alloh Ta’ala menjaga antum.
ana ada beberapa pertanyaan yang ingin ana ajukan:
1. Dalam menuduh seseorang berzina harus dihadirkan empat orang saksi. Bagaimana jika tidak ada empat orang saksi tetapi hanya satu sampai dua orang dan mereka memiliki bukti berupa rekaman video atas perzinaan tersebut?
2. Apabila seorang wanita dalam keadaan hamil, ketuban kandungannya pecah. Setelah diperiksa oleh dokter ketuban tersebut bisa diobati tetapi cairan ketuban tersebut masih keluar adakalanya setetes atau lebih dan adakalanya berupa flek (cairan putih kental). Bagaimana hukum air ketuban tersebut?Apakah termasuk najis?
Alaikumussalaam warahmatullah, ttg menuduh berzina tetap harus ada empat orang saksi, tidak cukup dengan bukti rekaman video. Kesaksian mereka berempat pun harus sama dalam hal tempat, waktu, pelaku, dan cara mereka. Sebab itu, para ulama mengatakan bahwa sejak zaman Nabi hingga kini belum ada hukuman rajam akibat tuduhan zina yang disaksikan empat orang, yang ada ialah zina karena pengakuan pelakunya.
Pertanyaan kedua ana pending dulu, belum tahu apa jawabannya.
Wallaahu a’lam, berita itu boleh diimani dan boleh juga tidak. Kan itu bukan wahyu Al Qur’an atau hadits, tapi sekedar berita, dan itu -kalau memang benar- ya merupakan tanda kebesaran Allah, karena Allah sendiri pernah berfirman:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ [فصلت : 53]
Kami nanti akan menunjukkan tanda-tanda kebesaran Kami kpd mereka baik di ufuk, maupun pada diri mereka sendiri, hingga jelaslah bagi mereka bahwa Allah lah yang haq. Demi Allah, TIdakkah cukup (bagi kalian) jika Allah itu maha menyaksikan segala sesuatu? (Fushshilat: 53).
Assalamualaikum,
Ustad,Kami jemaah di Sangatta-kaltim memerlukan Ustad untuk mengisi kajian rutin dan mengelola yayasan,dengan kriteria:lulusan ponpes salaf/LIPIA/Timteng,bermanhaj Ahluhsunnah wal jamaah ala fahmi salaf, pengalaman mengajar min 5 th,komunikatif, qona’ah(afwan!), hafal > 10 juz, bersedia tinggal di Sangatta,menguasai dan bisa mengajarkan beberapa kitab2 ulama salaf,bisa mengajar privat tajwid,tahfiz dan bahasa Arab,bersedia melalui masa penyesuaian 1-2 th.fasilitas: gaji minimum 3juta/bulan, kendaraan motor (di pinjamkan)-Insya Alloh.
Apabila kriteria tersebut ada pada antum atau antum ada info ttg orang yang sesuai dengan kriteria tsb, mohon hubungi Abu Muhammad di 081347476381/081311237720.
demikian. jazakalloh 🙂
Alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh… Sementara ini ana belum memenuhi kriteria antum, terutama pengalaman ngajar 5 tahun tsb. Biasanya temen2 di Madinah juga belum punya pengalaman ngajar selama itu… Ala kulli haal, kalau memang ada nanti ana kabari antum.
Wassalaam
Assalamu’alikum Wr Wb
numpang nanya nih mas…
kebetulan pernah baca arti sebuah hadist tapi bunyinya hadist tuh yang masih samar di pikiran saya dan
bs minta tolong tuliskan hadits ni n serta sanad n perawinya yang artinya: Rasulullah saw telah brsabda: orang yg mengembangkan sesuatu yg tidak diberikan,(itu) seperti orang yg mengenakan dua baju (bagian atas & bawah) dosa. Syukron sebelumnya…
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Ustadz, mohon maaf sebelumnya ana ingin sampaikan kesediahan ana ini …… kemarin salah satu tetangga ana baru saja meninggal dunia, kebetulan ibu pun pergi melayat. Seperti biasa banyak ibu -ibu berkumpul di tempat tersebut, salah satu dari mereka berkata kepada ibu ana : ” Bu, nanti kalo Ibu mau meningal jangan lupa telepon-telepon tetangga ya!” …..
Ustadz, sungguh ana tidak habis mengerti mengapa mereka berkata seperti itu….
Hal-hal tersebut sering mereka sampaikan kepada ibu ana, seperti misalnya……..Bu gaul dong sama kita-kita, nanti kalo ibu meninggal ntar sama siapa? (maksudnya siapa yang mengurus jenazahnya kalo bukan mereka yang urus)
Ustadz, ana tinggal berdua saja dengan ibu ana , bapak sudah meninggal. Beliau usianya sudah 65 tahun dan agak sedikit sakit-sakitan. Memang kami jarang keluar rumah, apalagi sejak bapak sakit , ibu yang mengurus bapak keluar masuk rumah sakit. Setelah bapak meninggal , ibu yang sakit-sakitan, mungkin terlalu lelah karena usianya pun sudah tua.
Kakak perempuan ana suda menikah dan tinggal dengan suaminya, tinggallah kami berdua dirumah.
Kebetulan ana pun bekerja untuk membantu pengobatan ibu.
Kegiatan Ibu selain mebereskan rumah juga diisi dengan mengaji bersama-sama dengan ibu-ibu di masjid (insyaalloh berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah).
Ibu saya tidak suka ”kumpul-kumpul” (mungkin tepatnya ngrumpi), mayoritas di tempat tinggal kami semuanya adalah ibu-ibu rumah tangga (dulu ibu saya bekerja).
Ana sering menasehati ibu ana, untuk tidak usah mendengarkan kata-kata mereka, banyaklah beribadah untuk mencapai surga. Jika ibu meninggal yang menjadi tanggung jawab mengurus jenazah adalah ana, anaknya. Jika mereka tidak mau mengurus itu adalah urusan mereka dengan Alloh.
(lagi pula ana juga khawatir, mereka masih melakukan hal-hal yang bid’ah).
Ana kasihan dengan ibu ana, beliau sudah terlalu tua… untuk diberikan pemikiran -pemikiran buruk seperti itu. Ana takut hal tersebut menjadi pikiran beliau.
Keluarga kami sering mendapat fitnah dari tetangga kami, berbagai macam masalah yang mereka tuduhkan kepada kami, salah satunya issue teroris. Padahal ana pada saat itu hanya memakai masker (bukan cadar).
Dan parahnya lagi ketua RT (seorang perempuan) kami lah yang termakan issue mereka.
Mohon nasihatnya Ustadz.
Jazakuloohkhair
Alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Untuk ukhti fillah, menjadi seorang yang berpegang teguh dengan agamanya di akhir zaman bukanlah hal yang mudah, akan tetapi seperti memegang bara api. Tapi yakinlah bahwa selama anti berada di jalur yang benar, maka pertolongan Allah akan turun cepat atau lambat. Dalam menyikapi ibu-ibu tetangga, sejauh ini sikap ibunda anti sudah benar, yaitu menghindari kumpul-kumpul karena khawatir terseret kpd ghibah, lalu menyibukkan diri dengan mengisi kajian. Itu baik sekali, anti bisa ambil teladan dari kisah Abu Qilabah yang ada di blog ini dengan judul: Balasan nan Indah… coba anti baca dan renungi kisah nyata tersebut.
Adapun masalah isu teroris tsb, langkah kita ialah jangan membiarkan tuduhan yang tidak benar tetap melekat pada kita, namun lakukanlah hal-hal yang positif yang dapat merubah citra atau opini jelek tersebut dengan tetap iltizam kpd syariat Allah. contohnya, adakan kunjungan ke mereka, atau kirimi mereka hadiah dan ikutlah berpartisipasi dengan mereka dalam hal-hal yang positif, namun jika mereka ingin menyeret anti/ibu anti kepada maksiat ya segeralah mohon pamit dan sampaikan alasan tertentu yang masuk akal tanpa harus berbohong, seperti: “Saya merasa pusing, dan mual nih (maksudnya pusing dan mual melihat kemaksiatan tsb)” hingga mereka memahami bahwa anti memang sakit jasmani, dan ini bukan termasuk bohong akan tetapi disebut tauriah yang boleh dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu, bahkan Nabi pun pernah melakukannya.
Kira-kira begitu saran ana, semoga bermanfaat…
Assalamu’alaikum ustadz
saya mau bertanya masalah wasiat orang yg meninggal
Waktu kakek meninggal dia berwasiat mengenai hartanya,katanya untuk anak pertama sekian kedua sekian dan ketiga sekian
Yg mau saya tanyakan apakah sah pembagian harta warisan seperti itu? Atau apakah harus dibagi ulang menurut hukum warisan yg sudah kita kenal?
Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh…
Rasulullah bersabda: “Laa washiyyata liwaarits”, yang artinya: Tidak ada wasiat bagi ahli waris. maksudnya, wasiat tidak berlaku/ batal bila ditujukan kepada ahli waris, sebab ahli waris sudah mendapat bagiannya dari warisan sebagaimana yang ditentukan dalam ilmu faraidh. Sebab itu, mereka tidak berhak mendapat wasiat, dan yang berhak adalah selain ahli waris. Jadi, bila kakek antum mewasiatkan bagi anak pertama, kedua, dst…, maka wasiat tersebut hukumnya tidak sah karena ditujukan kepada anak yang notabene adalah ahli waris. Warisannya harus dibagi sesuai hukum yg berlaku dlm ilmu faraidh dan wasiat dianggap tidak ada.
Demikian, wallaahu ta’ala a’lam.
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Ustadz, ana belum di aqiqah oleh orang tua ana, menjelang iedul adha kali ini, manakah yang paling utama ana aqiqah dulu atau ber-qurban?
Syukron
Assalamu’alaykum Ustadz,
Saya ada pertanyaan sbb:
Adik Istri saya (perempuan) bekerja pada Klinik Perusahaan di tempat saya bekerja, yakni Perusahaan Industri Produksi Kertas di Sumatera. Belakangan saya ketahui bahwasanya gaji yang diterimanya berasal dari Perusahaan Asuransi yang menjadi rekanan Perusahaan dan bukan gaji yang diterima dari Klinik /Perusahaan tempat kami bekerja.
Mohon dapat dijelaskan halalkah hukum gaji yang diterimanya? Jika tidak, apakah hal tersebut menjadi penghalang sehingga tidak boleh kita belanjakan terutama untuk makanan ?
Syukron katsiron atas penjelasan Ustad.
Jazakallohu Khoyron
Abi Irsyad
Alaikumussalaam.. kalau Adik ipar antum kerjaannya tidak langsung berhubungan dengan Asuransi, maka gajinya tetap halal meski yang memberikan adalah perusahaan Asuransi, karena dia menerimanya bukan sebagai hasil mengurusi masalah asuransi, tapi mengurusi klinik; jadi tidak masalah insya Allah.
wallaahu a’lam
ass wr wb
Ustad mohan jelaskan mengenai ruwibidhah apakah peroarangan atau suatu kelompok tertentu ?
sukron
[…] Disini Categories: Islam Comments (0) Trackbacks (0) Leave a comment […]
Alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Ruwaibidhah telah dijelaskan sendiri oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat Ahmad dan Al Hakim, yaitu Ar Rajulut Taafih yatakallamu fie amril ‘aammah. artinya: orang konyol (bodoh) yang berbicara ttg masalah yang menyangkut masyarakat umum. Definisi ini tidak terbatas pada orang atau kelompok tertentu… tapi siapa pun yang sembarangan ketika bicara masalah agama maka dia termasuk Ar Ruwaibidhah. Sayangnya akhir-akhir ini kita banyak menyaksikan ruwaibidhah tsb… Bintang film, artis, seniman, insinyur, dan banyak pihak lainnya yang bukan ahli agama dengan seenaknya bicara ttg Islam… seakan-akan Islam adalah ilmu yg demikian mudah dan murah, hingga setiap orang dianggap menguasainya!!
Ustadz Abu Hudzaifah,
Ketika sedang berdiskusi dengan seorang teman yang aktif di organisasi Hizbut Tahrir Indonesia, beliau melontarkan syubhat yang didasari dari hadits berikut:
“Akan ada pemimpin-pemimpin yang kalian ketahui kema’rufannya dan kemungkarannya. Maka Siapa saja yang membencinya dia bebas (tidak berdosa) dan siapa saja yang mengingkari dia akan selamat. Tetapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka).” (HR. Muslim)
Yang dihubungkan dengan QS. Al-Ahzab 66-68
Dalil tersebut di artikan untuk tidak mentaati pemimpin dalam segala keadaan (ma’ruf atau mungkar).
Mohon penjelasan/syarah dari kedua dalil di atas.
Jazakallah khayran.
assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
ustadz yang terhormat, saya ada pertanyaan. begini, teman bapak saya mengambil pensiun di usia yang muda atau dalam istilahnya adalah pensiun dini (yakni berhenti bekerja karena ada tawaran dari instansinya untuk efektivitas jumlah pegawai). Nah ketika pensiun tersebut, beliau mendapatkan pesangon yang walhamdulillah dapat dikatakan cukup untuk menyambung kehidupan setelah tak bekerja lagi, ditambah dengan gaji bulanan yang masih dapat. Nah pertanyaannya ialah, apakah terkena zakat mal dari uang pesangon yang di dapat oleh orang tua saya tersebut?
Jika ia adanya zakat mal, apakah zakat mal tersebut hanya dikeluarkan sekali saja ketika mendapatkan pesangon atau tetap setiap tahunnya? karena uang pesangon itu memang dialokasikan untuk kehidupan sehari-hari keluarganya.
Lalu bagaimana penghitungan zakatnya?
atas perhatiannya, kami sangat menanti jawaban ustadz yang terhormat. Nafa’alloha bika ilman, zaadakallahu hirsy yaa ustadz
wassalamu’alaikum warahmatullah
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Ustadz, mohon nasihatnya untuk ana…….sebagai seorang wanita bagaimana ana harus menempatkan diri ana pada saat proses taaruf. Maksud ana….. kira-kira ana harus bagaimana , apakah boleh menanyakan langsung ke ikhwannya? walaupun salah satu teman ana menjadi wasilahnya? pertanyaan apa saja yang pantas diajukan? terus terang ana orangnnya pemalu.
Insyaalloh beberapa hari lagi ada taklim, rencanaya setelah acara ana akan dikenalkan dengan ikhwan tersebut. Informasi yang ana peroleh hanya nama dan dimana dia bekerja. Kebetulan teman ana tersebut usianya jauh lebih muda dari ana, ana khawatir ikhwan yang akan dikenalkan tersebut usianya hampir sama dengan teman ana itu.
Ustadz…. selalu saja selama ana akan menghadapi taaruf selalu terbesit kekhawatiran-kekhawatiran. Dan pada akhirnya prosesnya nggak jadi, ntah lah ustadz kalau mau menjalani proses taaruf ana pasti “lari” (enggan), dan pada akhirnya ana menyesal karena tidak mengerjakannya dulu.
Bagaimana menguatkan hati ana ini untuk mau mengerjakannya paling tidak menghadapinya.
Jazakallah khayran
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh, Ahlan bika ya Akhi, jawabannya ialah jika dana pensiunan yg diterima tadi jumlahnya sama dengan/lebih dari harga 85 gram emas murni saat ini, maka berarti telah mencapai nishab. Akan tetapi ia belum wajib dizakati hingga dana tersebut genap berumur setahun (yakni tahun hijriyah, alias 354 hari) dan selama setahun tadi jumlahnya tidak berkurang dari nishab. Misal: 1 gram emas murni harganya skrg Rp 400 ribu, maka nishab zakat adalah 85 x 400.000 = 34 juta Rupiah. Jadi jika dana tsb besarnya 34 juta atau lebih, berarti sdh memenuhi nishab, maka bila dalam 354 hari ke depan jumlahnya tidak kurang dari itu, barulah ia wajib dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun sebesar 2,5 %. Namun boleh saja (alias tidak wajib) jika zakatnya diberikan sebelum genap 354 hari. Akan tetapi jika selama selang waktu tersebut jumlahnya sempat berkurang dari 34 juta, maka kewajiban zakatnya gugur seketika, dan penghitungan tahunnya juga kembali ke nol lagi sampai jumlah hartanya kembali mencapai nishab. Dan sekali lagi nishab tsb bersifat fluktuatif mengikuti harga emas, alias tidak konstan.
Zakat mal dibayar tiap tahun dgn syarat2 yg ana sebutkan tadi (memenuhi nishab dan genap setahun)
Mudah-mudahan jelas. Wassalaam.
Alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh, proses ta’aruf tidak harus anti jalani sendiri, itu bisa diwakilkan kepada orang lain yg anti percaya, seperti kakak lelaki, bapak, paman atau teman sekalipun. Yang menjadi barometer ialah bagaimana agama dan akhlak si calon suami, kalau baik dan anti merasa cocok ya bismillah suruh dia datang ke rumah anti dan silakan menjalani proses nadhar (melihat) namun tidak boleh berduaan tapi hrs ada mahram bagi anti yg menemani. silakan tanyakan hal-hal yg ingin anti ketahui ttg dia, spt pendidikan, kerjaan, umur, keluarga dsb. Atau cari informasi ttg dia dari org yg mengenalnya dgn baik, bgmn akhlaknya? bgmn keluarganya? dsb. Apakah ada cacat fisik/mental atau tidak? sebab itu semua termasuk hal-hal yg mempengaruhi kelanggengan rumah tangga. Jika anti telah memiliki info yg lengkap, silakan dan belum mantap maka shalatlah istikharah agar diberi petunjuk oleh Allah, dan selanjutnya terserah kalian berdua, jika memang cocok ya menikahlah, namun jika belum maka rundingkan apa masalahnya barang kali bisa dicarikan solusi sebelum memutuskan untuk resmi menolak. Wallahu ta’ala a’lam, semoga Allah memberikan jodoh yang tepat untuk Anti. Wassalaam
istri saya menyusi anak pertama 7 tahun yang lalu, saat itu pas bulan ramadhan. kondisinya tidak nifas, tetapi karena asi berkurang, akhirnya istri saya memutuskan tidak berpuasa dan membayar fidyah. yang ingin saya tanyakan, apakah perlu saat ini membayar puasa yang tertinggal saat itu dengan puasa lagi? ataukah cukup dengan fidyah yang sudah dibayarkan saat itu? mohon jawabannya ya ustadz?
Assalamualaikum Ustadz,
Bagaimana hukumnya terhadap gaji yg ana terima sebagai PNS jika ana menjadi PNS karena bapak ana seorang pejabat dan jg yg mengusahakan ana menjadi PNS?
Mohon jawaban dan pencerahannya ustadz..
jazakumulloh khoiran
wa’alaikumussalaam..
Secara UMUM, menjadi PNS boleh-boleh saja berdasarkan kaidah umum dlm bermu’amalah bhw hukum asal setiap mu’amalah adalah halal kecuali yg dilarang, dan ini adalah kebalikan dari kaidah umum dlm ibadah yang mengatakan bhw hukum asal semua ibadah adalah Haram kecuali yg diperintahkan.
Akan tetapi yg harus diperhatikan ialah kapabilitas si PNS itu sendiri. Benarkah dia memenuhi kriteria yg disyaratkan untuk bekerja di sektor tsb? Kalau memang iya, maka silakan bekerja, tapi kalau ada unsur KKN-nya ya tidak boleh, sebab dia dipekerjakan bukan krn melihat kemampuan dan kelayakan, tapi karena sbg anak pejabat atau punya koneksi dsb. Padahal dlm Islam yg menjadi tolok ukur dalam mempekerjakan pegawai adalah dua hal, dan keduanya disinggung dlm QS. Al Qashash: 26; yaitu:
pertama: Ia harus ‘kuat’, artinya cakap dan ahli di bidang tsb, dan
kedua: Ia seorang yang ‘amanah’ alias jujur dan bersih (tidak korup dsb).
Berangkat dari kedua kriteria di atas, Antum silakan selidiki diri antum sendiri dan bidang yg akan antum terjuni… apakah antum sanggup untuk bekerja secara professional dan jujur? Karena banyak sektor yg bila diterjuni akan menjerumuskan ybs kepada suap-menyuap, KKN, dsb yg itu semua adalah HARAM dan BUSUK.
Jadi, bila suatu pekerjaan akan menyeret kepada hal-hal yg diharamkan, maka pekerjaan tsb otomatis menjadi haram, dan gajinya pun haram. namun bila tidak demikian maka tidak mengapa.
Mudah-mudahan jelas…
Wassalaamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Pertanyaan pertama, Apakah benar semua keterangan hadits untuk zakat perdagangan adalah dhoif?
pertanyaan kedua, Apakah ketentuan zakat maal itu diambil dari ijmak para ulama, bagaimana ketentuan batas nisob dan haulnya?
Mohon jawaban dan penjelasannya ya ustadz. Syukron
wassalamu’alaikum warahmatullah
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bila merujuk ke takhrij Syaikh Al Albani terhadap hadits-hadits ttg zakat ‘uruudh at-tijaarah (komoditi perdagangan), yaitu dalam kitab beliau yg berjudul Irwaa-ul Ghaliel jilid 3 hal 310-313, memang beliau mendha’ifkan semua hadits dlm bab tsb, meski beliau juga menyebutkan pendapat sejumlah ulama yg menshahihkan sebagian dari hadits-hadits tadi, tapi nampaknya yg rajih memang bahwa hadits2 tsb adalah dha’if. Hanya saja, jumhur ulama yg mewajibkan zakat komoditi perdagangan tidak hanya berdalil dgn hadits-hadits tsb, mereka juga berdalil dengan firman Allah yg artinya: “Wahai orang2 yg beriman, infaqkanlah sebagian harta baik yang kalian dapat dari usaha kalian, dan dari apa yang Kami tumbuhkan bagi kalian dari (hasil) bumi” (Al Baqarah: 267). Pengertian ayat ini mencakup semua harta yang didapat dari usaha manusia.
Allah juga berfirman yg artinya: “Dan pada harta mereka ada kewajiban yg telah dimaklumi, yaitu bagi orang yg meminta dan yg tidak mendapat bagian” (Al Ma’arij: 24-25).
Allah juga berfirman yg artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, yg (zakat tadi) akan membersihkan dan menyucikan mereka” (At Taubah: 103).
Mereka juga berdalil dengan ijma’ para sahabat dan tabi’in akan wajibnya zakat atas komoditi perdagangan, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Imam yg empat dan seluruh umat -selain yg nyleneh (syaadz) dari mereka- telah sepakat akan wajibnya zakat atas komoditi perdagangan” (majmu’ Fatawa jilid 25 hal 45).
Jadi, walaupun tidak ada hadits shahih yg sampai kepada kita, namun bila telah terjadi ijma’, berarti pasti ada dalil shahih yg menjadi landasan mereka, namun tidak sampai kepada kita.
Tentang nishab dan haulnya, maka dikiaskan kepada emas dan perak. Jika barang dagangan yg kita miliki nilainya sama dengan/lebih dari nilai 85 gr emas murni, atau 585 gr perak murni, maka berarti telah memenuhi nishab. Bila nilai emas lebih tinggi dari perak, maka yg jadi patokan adalah perak, namun bila sebaliknya maka yg jadi patokan emas, intinya yg lebih rendah dari keduanya yg jadi patokan.
Misal: harga 85 gr emas murni bulan ini adalah Rp 40 juta, sedangkan harga 585 gr perak murni adalah Rp 20 juta, maka nishabnya adalah Rp 20 juta. Jadi bila kita memiliki barang dagangan yg nilainya ditaksir mencapai Rp 20 juta, berarti ia telah memenuhi nishab namun belum wajib dizakati hingga barang tersebut umurnya genap setahun (tahunnya tahun hijriyah 354/355 hari, bukan masehi!). Penghitungan haul dimulai sejak nilai barang mencapai nishab tadi, dan sejak itu hingga hari yg sama pd tahun berikutnya nilainya tidak kurang dari nishab. Bila keadaan barang tsb spt itu, maka barulah di penghujung tahun kita wajib mengeluarkan 2,5 % dari nilai total barang saat itu sebagai zakatnya. Misal: di tggl 1 Muharram 1431 H, nilai total barang dagangan adalah Rp 25 juta, dan barang tersebut terus berputar (bertambah/berkurang) sepanjang tahun namun nilainya tidak pernah kurang dari Rp 20 juta, hingga pada tggl 1 Muharram 1432 H nilainya ditaksir mencapai Rp 40 juta, maka zakatnya adalah 2,5 % x 40 juta = Rp 1 juta. Namun bila nilainya pd hari itu hanya mencapai 20 juta, maka zakatnya adalah 2,5% x 20 juta = 500 ribu.
Demikian cara mengkalkulasi zakat barang perdagangan.
Bila seseorang memiliki barang namun tidak memiliki uang tunai, seperti orang yg berdagang di bidang properti (pemilik rumah/tanah/dsb) yang barang dagangannya tidak laku-laku selama bertahun-tahun, maka ia tidak lepas dari dua kondisi:
Pertama: Barang tersebut tidak laku karena memang tidak ada yg tertarik membelinya meski harganya sesuai dgn harga pasaran, atau
Kedua: Barang tersebut tidak laku karena harga jualnya yg terlalu mahal alias diatas harga pasaran.
Bila alasannya adalah yg pertama, maka pemiliknya tidak wajib menzakatinya hingga barang tersebut laku dan nilai jualnya masih masuk nishab, barulah ia mengeluarkan zakatnya untuk sekali saja (walaupun barang tersebut telah ditawarkan 10 tahun yg lalu).
Namun bila alasannya adalah yg kedua, maka pemilikknya lah yang salah, dan ia harus menghitung zakatnya untuk tiap tahun sampai barang tsb laku. lalu ia bayarkan zakat untuk tahun-tahun yg telah dilalui sejak barang tsb ditawarkan. Jika ia telah menawarkan sejak 5 tahun lalu, maka ia harus menjumlah antara zakat tahun pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima, lalu ia potong dari harga jualnya saat itu.
Demikian, mudah-mudahan jelas.
Assalamu’alaikum
Ustadz, tanya mengenai masalah gambar. Sebagaimana dunia percetakan dan periklanan, kadang menerima order baliho, buku atau undangan nikah yang ada gambar orangnya. Begitu juga kaos2 partai dan bendera partai yg order biasanya cukup besar apalagi menjelang pemilihan. Bagaimana menyikapi hal ini? Mohon beri kami pencerahan!
Jazakalaahu kahair
dr kaltim indonesia
Alaikumussalaam. Penggunaan gambar makhluk bernyawa (manusia/hewan) yang menampakkan bagian wajah adalah haram menurut pendapat paling kuat, kecuali untuk hal-hal yang bersifat darurat; contoh: Pembuatan paspor, KTP, Identitas, gambar buronan/penjahat agar mudah ditangkap, untuk kepentingan studi kedokteran, dan semisalnya; yang tidak bisa tidak harus menggunakan gambar/foto. Sedangkan penggunaan gambar dlm baliho dan buku, kalau tujuannya sekedar iklan/penghias maka tetap haram. demikian pula dlm kartu undangan yang sama sekali tidak bersifat hajat apalagi darurat. dan yang lebih haram lagi ialah pada kaos2 untuk kampanye yang haramnya pangkat tiga, pertama karena tujuannya untuk pemilu dan pemilu adalah buah dari demokrasi yang batil 1000 persen. kedua karena kaos tsb dipakai oleh kaum muslimin yang awam untuk shalat di mesjid, sehingga menodai kesucian mesjid dan mengganggu kekhusyu’an shalat jama’ah. dan ketiga: gambar tsb mengandung unsur pengagungan thd yang digambar sehingga masuk dalam kategori wasail syirik. sebab dalam hadits ibnu Abbas disebutkan bhw asal muasal sesatnya kaum nabi Nuh ialah karena gambar/patung orang-orang shalih yang lambat-laun didewakan.
Kesimpulan: jika antum menerima order yang menggunakan gambar wajah manusia/hewan maka selidiki dulu untuk keperluan darurat bukan? kalau bukan maka tolak saja meski keuntungannya menggiurkan, karena itu kerjaan yang haram dan hanya mendatangkan bala’ di kemudian hari. Insya Allah jika antum meninggalkannya karena Allah -meski keuntungannya menggiurkan- Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Wassalaam.
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Ustadz, saat ini saya lagi tidak enak badan, pikiran saya kacau, tidak bisa kusyu’,saat sholat ada aja pikiran yang terlintas mohon pencerahan apa yang harus saya lakukan…
Wassalaamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh
Alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh… Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah jika dirundung suatu masalah beliau mencari solusi lewat shalat. Jadi saya sarankan agar antum berwudhu sebaik mungkin, lalu shalatlah dua roka’at dengan sekhusyu’ mungkin dan tiap kali sujud antum berdoa kepada Allah agar memberikan jalan keluar. selain itu banyak-banyaklah mengucap istighfar sebab istighfar akan mendatangkan kekuatan bagi badan, melapangkan rezeki, mendatangkan hujan, memperbanyak anak keturunan, dan segudang kebaikan lainnya. usahakan ketika mengucapkannya diikuti dengan pengakuan dalam hati secara tulus akan dosa-dosa antum selama ini, sebab semua masalah/musibah yang menimpa seseorang tak lain merupakan dampak negatif dari dosa-dosanya. perbanyak juga dzikir-dzikir lain, dan yang paling penting dari itu semua ialah peliharalah tauhid antum, jangan sampai kelesuan ini menjadi peluang bagi syaithan untuk menyesatkan antum dengan mendorong antum untuk melakukan hal-hal yang menodai nilai tauhid, sepert berburuk sangka kepada Allah, atau mencari solusi ke ‘orang pintar’ dsb (mudah-mudahan antum tidak pernah berpikir ke sana). Dan pelihara juga shalat lima waktu sebaik mungkin dengan berjama’ah di mesjid, karena menjaga shalat merupakan terapi paling manjur bagi orang-orang yang berkeluh kesah, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ma’arij. Kiranya demikian nasehat saya, semoga bermanfaat, wassalaam
Assalaamu’alaykum
Afwan Ustadz, ana mau tanya Masalah Sholat.
waktu itu ana sholat Ashar di Masjid, tiba-tiba ada yang mengajak berjama’ah, lalu ana berjama’ah dengan dia dan ana jadi Imam. tapi sholat ana batal karena kentut. lalu karena malu untuk membatalkan, ana teruskan Sholatnya.
Setelah Sholat, ana bilang ke orang tersebut.
Masalahnya, ana kalau bicara dengan orang selalu gugup, dan kadang-kadang bingung dalam merangkai kata-kata. setelah selesai bicara dengan dia, ana ragu-ragu, apakah dia mengerti maksud ana atau tidak. Ana sekarang juga sudah lupa apa-apa saja yang dibicarakan waktu itu.
apakah ana harus bilang sekali lagi ke dia ?
Syukron
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Pak ustad,ayah saya telah meninggal dunia tahun 2008 dan ibu kandung saya juga telah meninggal dunia lebih dulu, Dan saya mempunyai.
1. Ibu tiri tidak mempunyai anak dari pernikahan ayah saya,tapi mempunyai 6 anak dari pernikahannya terdahulu
2. Dua kakak lelaki
3. Dua kakak perempuan
harta yang bersama dari ibu kandung saya yaitu
1. Dua rumah
2. Tiga tanah
3. Deposito sebesar sekitar Rp. 8.000.000
Pertanyaan saya:
1. mendapat pembagian warisan dari ayah sayakah ibu tiri saya dan anak2 dari suami terdahulunya?
2. sampai sekarang belum ada kejelasan tentang pembagian harta warisan tersebut.bagai manakah hukumnya?
3.waktu ayah saya masih ada sempat ada perbincangan ttg pembagian warisan.tetapi ada salah satu dari kami ada yang keberatan,pada akhirya ayah saya mengubahnya disaksikan hanya kakak ipar,ibu tiri dan kakak pertama dan tidak oleh seluruh anggota keluarga.jadi wasiat yang manakah yang harus kami jalani?
Wa’alaikumussalaam wr wb. Pembagian warisan pertama kali dilakukan atas harta peninggalan ibu anda terlebih dahulu. Harta tersebut dibagikan kepada suaminya (ayah anda) dan anak-anaknya. Ayah anda mendapat seperempat dan sisanya dibagi untuk anak-anaknya dengan perbandingan laki2 dua bagian dan perempuan 1 bagian. misalnya: Deposito yg 8 juta tsb diberikan 2 juta untuk ayah anda, lalu sisanya yg 6 juta dibagi tujuh bagian, tiap orang laki2 mendapat dua pertujuh dan tiap perempuan mendapat sepertujuh.
kemudian harta peninggalan ayah anda dibagi dengan cara sbb:
seperdelapan untuk isterinya (ibu tiri anda), dan sisanya untuk anak-anak ayah anda saja dengan perbandingan laki-laki 2 perempuan 1. Jadi anak-anak dari ibu tiri tidak mendapatkan warisan dari harta ayah anda. Demikian, wassalaam.
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Afwan Ustadz saya mau tanya masalah was was syaitan,
Selama kurang lebih 3 bulan terakhir ini saya merasakan suatu gangguan yang cukup berat bagi saya, entah itu bisikan atau apa, sya merasakan ada perkataan2 kekufuran dalam jiwa yang kadang berkaitan dengan Allah, Rasulullah, dsb, dan hal ini kadang2 muncul kadang2 hilang, dan ketika muncul membuat badan saya lemas dan merasa berat dalam beribadah, sya menjadi stress ustadz, sampai sya merasa bukan islam lagi, walaupun sya tetap menjaga ibadah saya sperti salat jama’ah, qiyamulail, puasa sunnah, dll, dan memang bisikan itu sirna ketika saya meyakini bahwa itu cuma bisikan saja, tapi ketika lalai atau sedang melamun perasaan itu muncul lagi, saya terus berusaha melawanya, saya jadi sering menyendiri karena lingkungan saya memang jauh dari islam,
apa yang harus saya lakukan ustadz mohon pencerahanya ustadz saya menjadi sering putus asa?
syukron
Assalamu’alikum ustadz,ana mau nanya,sekaran di yogya lagi tren metode menghafal quran dengan cara menggambarnya perayat,kelebihan metode ini,kita menghafalnya sekaligus tau artinya,kita bisa menghafal mundur dari ayat terakhir,dan kita bisa tau ayat berapa dan surah apa bila dibacakan potongan ayatnya, caranya dengan menggambar arti dari ayat al quran itu,dengan catatan mahluk hidup tdk digambar,Sifat Allah tidak digambar,dan surga neraka jg tidak digambar, bagimana hukumnya ini ustadz?Jazakallahu Khairan Ya Ustadz
afwan ustadz, apa ahsan jk anak sy dimasukkan ke pondok sejak SD agar dia memperoleh pendidikan agama yg baik dan lingkungan yg baik? krn sy pernah mendengar seorang syaikh yg ke PP Al Irsyad Tengaran, “kurang setuju” jk anak dimasukkan pondok sjk SD? tp di kota kami belum ada SD yg sunny, lingkungan jg awam, shg anak susah untuk menghafal AlQur’an jika tdk ke pondok. Syukron.
Bismillah, apa hukum asal dari buah yang jatuh dari pohonnya, apakah boleh dipungut dan diambil tanpa sepengetahuan pemiliknya, misalnya buah kelapa yang jatuh dari pohonnya, jazakallohu khairon atas penjelasannya..
Assalamu’alikum ustadz,ana mau nanya,sekaran di yogya lagi tren metode menghafal quran dengan cara menggambarnya perayat,kelebihan metode ini,kita menghafalnya sekaligus tau artinya,kita bisa menghafal mundur dari ayat terakhir,dan kita bisa tau ayat berapa dan surah apa bila dibacakan potongan ayatnya, caranya dengan menggambar arti dari ayat al quran itu,dengan catatan mahluk hidup tdk digambar,Sifat Allah tidak digambar,dan surga neraka jg tidak digambar, bagimana hukumnya ini ustadz berkaitan dengan sucinya kalamullah tersebut?Jazakallahu Khairan Ya Ustadz
Wa’alaikumussalam… Ana masih belum mendapat gambaran yang jelas ttg metode tersebut. Apakah semua kelebihan yg diharapkan tadi benar2 bisa diwujudkan? Sudah terbukti? lalu dimanakah gambar2 tersebut diletakkan? Ana tidak setuju jika gambar2 tsb disisipkan di antara ayat2 Al Qur’an karena akan menodai kesakralan kalamullah. Pakai cara lain saja lah
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Afwan Ustadz saya mau tanya masalah was was syaitan,
Selama kurang lebih 3 bulan terakhir ini saya merasakan suatu gangguan yang cukup berat bagi saya, entah itu bisikan atau apa, sya merasakan ada perkataan2 kekufuran dalam jiwa yang kadang berkaitan dengan Allah, Rasulullah, dsb, dan hal ini kadang2 muncul kadang2 hilang, dan ketika muncul membuat badan saya lemas dan merasa berat dalam beribadah, sya menjadi stress ustadz, sampai sya merasa bukan islam lagi, walaupun sya tetap menjaga ibadah saya sperti salat jama’ah, qiyamulail, puasa sunnah, dll, dan memang bisikan itu sirna ketika saya meyakini bahwa itu cuma bisikan saja, tapi ketika lalai atau sedang melamun perasaan itu muncul lagi, saya terus berusaha melawanya, saya jadi sering menyendiri karena lingkungan saya memang jauh dari islam,
apa yang harus saya lakukan ustadz mohon pencerahanya ustadz saya menjadi sering putus asa?
syukron
Assalamu’alaikum , ustadz tolong sekiranya apa maksud dari artikel yang tercantum di link ini : http://www.facebook.com/topic.php?uid=152606826624&topic=11895
sungguh saya sangat bingung dengan semua hal ini, mohon penjelasannya.. syukron.
afwan, linknya tidak ketemu… antum berikan copas-nya aja atau judul artikelnya biar ana cari sendiri
Ustadz, ini dia judul yang saya maksud :
HATI-HATI : Ulama Wahabi, Ciri Buku/Website Wahabi dan Ciri Khas Wahabi
silahkan di googling aja, pasti ketemu, mohon penjelasannya, syukron.
Akhi Septian… alhamdulillah, saya sudah baca tulisan tersebut… kalaupun saya diminta untuk mengomentari, maka saya katakan bahwa apa yg dilakukan si penulis -semoga Allah memaafkannya dan memberinya hidayah- bukan hal yg aneh, sama sekali bukan… itu adalah ‘lagu lama’ yang dinyanyikan oleh mereka yang memusuhi kebenaran, baik itu dibawa oleh apa yang mereka sebut sebagai wahabi/salafi, atau yang lainnya. Menurut saya, si penulis telah mencampuradukkan antara hak dan batil… memang tidak semua yang ngaku salafi atau wahabi berarti mengikuti akidah salafus shalih, sebagaimana tidak semua yang ngaku muslim menerapkan ajaran islam… ada di antara mereka yang ngaku salafi tadi yang bersikap ekstrim dalam beberapa hal, namun banyak juga yang moderat… patokan dalam hal ini bukanlah orang per orang, karena semua orang selain Nabi pasti bisa keliru. akan tetapi yang jadi patokan adalah dalil, baik ayat al qur’an, sunnah, ijma’, maupun qiyas yang mu’tabar…
salah satu bukti pencampuradukkan si penulis antara yg hak dan yg batil ialah ia memasukkan Syekh Sayyid Qutub, Hasan Al Banna, Abul A’la Al Maududi, dan Muhammad Abduh… padahal tidak satupun dari mereka yang berada dalam manhaj Salafus Shalih (tanpa bermaksud menghujat mereka lho… tapi begitulah yang terlihat dari pemikiran dan tulisan mereka).
Julukan wahhabi adalah julukan yang mulia, sebab berasal dari kata wahhab, yang merupakan salah satu nama Allah sebagaimana yang tercantum dalam surat Aali Imran ayat 8.
Cacian dan fitnah yang dilontarkan kepada kami sama sekali tidak akan menyurutkan dakwah kami…. sebab para salaf yang merupakan teladan kami pun dicerca sedemikian rupa, bahkan para Nabi dan Rasul pun tak luput dari makian… bukankah Rasulullah digelari sebagai tukang sihir, orang gila, penyair, pendusta, dll? bahkan Allah pun disebut fakir dan terbelenggu tangan-Nya (alias pelit) oleh Bani Israel… Nabi Musa juga mereka gosip memiliki kelamin yang kondor… dll. Intinya, cacian hanyalah menunjukkan lemahnya argumentasi yang dimiliki oleh si pencaci dan kuatnya argumentasi pihak yang dicaci… mereka yang mencaci benar-benar terpojok oleh kuatnya dalil-dalil yang kami berikan, dan betapa banyak orang yang akhirnya menerima dakwah hak yang kami bawa, yang pada hakikatnya adalah menghidupkan kembali sunnah-sunnah yang terpendam dan terkubur, dan bukanlah ajaran baru… sebab apa yang disampaikan oleh kaum wahabi/salafi hanyalah apa yang ada dalam AL Qur’an, Sunnah, kitab-kitab tafsir, hadits, dan perkataan para salaf… yang juga difahami menurut pemahaman para salaf, yaitu generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in serta para ulama yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari ini… yang bebas dari racun filsafat, tasawuf, dan bid’ah-bid’ah lainnya.
Cobalah bandingkan antara dakwah yang mengajak umat supaya kembali kepada Allah dalam setiap kesulitan… dan kembali kepada sunnah Rasulullah dalam mengamalkan Islam; dengan dakwah yang mengajak supaya kita menziarahi makam wali fulan, kyai fulan, habib fulan dll untuk mencari berkah dari mereka, atau istighosah, atau minta syafa’at… mana yang lebih baik??
Bandingkan antara dakwah yang mengajak agar ummat meninggalkan segala yang tidak ada dasarnya dalam agama, alias bid’ah… dan menaati sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat; dengan dakwah yang mengatakan adanya bid’ah hasanah, alias tidak semua bid’ah itu sesat… lantas mereka seenaknya membuat berbagai macam bid’ah dalam Islam dengan dalih bahwa itu adalah bid’ah hasanah !!
Intinya… jangan mudah termakan propaganda sebelum klarifikasi. Insya Allah saya siap membantu saudara jika masih ada hal-hal yang kurang jelas tentang dakwah salafi/wahabi… silakan ditanyakan dalam blog ini dan insya Allah akan saya jelaskan sebaik mungkin.
Wassalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Assalaamu ‘alaikum wr wb
Pada tanggal 15 April 2010 yang lalu, isteri saya meninggal dunia setelah operasi cesar kelahiran anak kedua kami. Hingga saat ini saya sudah bisa mengikhlaskan kepergian isteri saya, tetapi saya selalu menangis dan sedih saat melihat kedua anak saya terutama anak yang pertama (perempuan berusia 2 tahun 4 bulan) karena sangat dekat sekali dengan ibunya. Apalagi beberapa hari yang lalu dia menanyakan ibunya.
Kadang-kadang saat saya berdo’a saya memohon kepada Allah SWT agar anak-anak saya bisa mendapatkan kembali kasih sayang ibunya. Saya takut anak-anak saya merasa sedih saat tahu dia sudah tidak punya ibu.
Dosakah saya berdo’a seperti itu?
Apa yang harus saya lakukan?
Terima kasih.
Wassalaamu ‘alaikum wr wb
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh… kepada akhi Bery pertama saya ucapkan Inna lillaahi wa inna ilaihi roji’uun, semoga Allah membalas musibah kepergian isteri anda dengan balasan yang lebih baik. Saya hanya bisa menasehatkan agar anda tetap sabar dan yakin bahwa takdir Allah ini adalah yang terbaik untuk Anda, isteri Anda dan anak-anak Anda. Dalam surat Al Kahfi Allah bercerita tentang berbagai hal yang dialami Nabi Musa ketika bersama dengan Khidhir AS, di antaranya ialah ketika Khidhir membunuh seorang bocah (dengan memenggal kepalanya) di hadapan Musa AS hingga Musa terbengong2 tidak bisa menerima perbuatan yang ‘munkar’ tsb… akan tetapi kemudian Khidhir menjelaskan bahwa ia melakuka semua itu berdasarkan perintah Allah semata, dan Allah mengabarkan bahwa bocah tadi kedua orang tuanya adalah orang-orang shalih yang sangat mencintai anaknya, dan Allah tahu bahwa jika bocah ini dibiarkan dewasa maka dia akan menyesatkan kedua orang tuanya hingga keduanya menjadi kufur, oleh karenanya Allah cepat-cepat mematikan si bocah sebelum ia dewasa… hal ini tentu tidak bisa difahami oleh Musa sebelum ia tahu rahasia dibalik perbuatan Khidhir tsb, demikian pula kedua orang tua si bocah yang sangat sedih dengan kematiannya, akan tetapi sesungguhnya di balik musibah tersebut ada hikmah yang jauh lebih besar… ingatlah bahwa Allah bersifat Hakiim, artinya semua perbuatan-Nya termasuk qadha’ dan qadar-Nya pasti mengandung hikmah, namun banyak yang tidak kita ketahui dan di situlah iman berperan dan menjadi amat bernilai… kalau lah semua hikmah di balik takdir Allah bisa kita ketahui, niscaya masalah keimanan menjadi mudah dan tidak memiliki keistimewaan lagi…
Adapun doa yang antum panjatkan sebaiknya dirubah saja redaksinya, sebab doa dgn redaksi seperti itu berarti meminta sesuatu yang mustahil… dan dintara adab berdoa ialah meminta sesuatu yang layak diminta dan bisa diwujudkan. Jadi saya sarankan agar Anda berdoa supaya anak-anak Anda dijaga oleh Allah dan menjadi anak-anak yang shalih shalihah, serta mendapat kasih sayang dari anda dan orang lain (atau dari ibu tiri mereka jika Anda berniat menikah lagi)… begitu kira-kira yang bisa saya sampaikan. Wassalaamu’alaikum wrahmatullahi wabarakaatuh
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Dari Abu Asyraf
Kepada ustadz Abu Hudzaifah
Assalaamu’alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh,
Ustadz saya mendapat pertanyaan dari seorang teman yang saya kutip dibawah:
[Awal kutipan]
“Kota Kostantinopel (Istanbul sekarang) benar-benar akan ditaklukkan oleh seorang panglima. Panglima tersebut adalah sebaik-baik panglima dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara” .(HR Ahmad dan al-Hakim).
Dan seperti yg pernah saya baca dalam sejarah islam, bhw penakluk konstantinopel adalah Sultan Muhammad Al Fatih, salah satu Sultan khilafah ustmaniyyah. Dari sini bisa diambil kesimpulan bhw khilafah ustmaniyyah adalah sebaik2 pangliman dan pasukan. Bahkan ada yg menyebutkan bhw Sultan muhammad al Fatih adalah penganut sufi yg taat dan bermadzhab Asy’ariyyah, bahkan sebelum berperang beliau melakukan tawasul dgm orang2 sholeh.
baca disini :
http://zain-stais.blogspot.com/2010/03/sultan-muhammad-al-fatih.html
Lalu dalil hadist ini dijadikan akan kebenaran tarekat sufi, asyariyyah dan tawasul ke kuburan, krn ada suri tauladan dari sultan muhammad al fatih (krn dianggap sebaik2 panglima/pemimpin).
[Akhir kutipan]
Yang menjadi pertanyaan saya: Apakah memang ada hadits yang berbunyi seperti yang saya kutip diatas? Kalaulah ada, apakah shahih statusnya? Dan yang terpenting mohon ustadz menjelaskan perkataan para ulama tentang aqidah Muhammad II al-Fatih.
Jazaakallooh khair.
Afwan ustadz, sebagai tambahan tentang apa yang saya tanyakan kemarin, untuk teks arab hadits saya ambil dari http://zain-stais.blogspot.com/2010/03/sultan-muhammad-al-fatih.html sebagai berikut:
لَتُفْتَحَنّ الْقِسْطَنْطِيْنِيّةُ فَلَنِعْمَ الْأمِيْرُ أمِيْرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذلِكَ الْجَيْشُ. رَوَاهُ أحْمَد والْحَاكم
Assalamualaykum warahmatullahi wa barakaatuh.kaefhaluka ustad.afwan ustad ana mau tanya.Ana mempunyai kakak laki”yang satu ayah tapi beda ibu.karna ayah sebelum menikah dengan ibu ana dia pernah menikah dengan wanita lain dan mempunyai satu orang anak laki”.apakah kakak tiri ana yang satu ayah tapi beda ibu itu bisa dikatakan mahrom ana dan apakah dia bisa di jadikan wali ana.syukron atas jawabannya ustad.
Assalamu’alaykum, ustadz bolehkah seorang mnisbatkan dirinya dgn nama Wahabi? padahal syaikh Muhammad pun tdk prnah mminta unuk dinisbatkan dgn nama tsb. Nama Abdulwahhab itu pun nama ayah beliau yg fanatik Madzhab. Nama Wahabi pun kan pada asalnya nama aliran sesat pada abad 6H klo tdk salah, kmudian nama wahabi pun disangkutkan ke da’wah Syaikh Muhammad oleh penjajah Inggris. Dan ana jg prnah mndengar bahwa qta tdk boleh mnisbatkan diri dengan shifat Allah (spt Rahman, wahab, razzaq, dll). Bagaimana ustadz?
Assalaamu’alaikum…
ustadz, sering dijumpai terutama pada masakan khas Cina menggunakan semacam sake/arak dalam pembuatannya. Bagaimana hukum memakannya bagi umat muslim?
Assalamu’alaikum…kaifa haluk ustad?
Ada matan yang cukup lengkap dari hadits ini yang ana temukan di sebuah situs internet (dengan penyingkatan r.a utk shahabat dan SAW untuk Nabi):
Ibnu Abas radhiallahu anhu, berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Ada sepuluh golongan dari umatku yang tidak akan masuk surga, kecuali bagi yang bertobat. Mereka itu adalah al-qalla’, al-jayyuf, al-qattat, ad-daibub, ad-dayyus, shahibul arthabah, shahibul qubah, al-’utul, az-zanim, dan al-’aq li walidaih.
Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah al-qalla’ itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka mondar-mandir kepada penguasa untuk memberikan laporan batil dan palsu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Siapakah al-jayyuf itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka menggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan sebagainya.”
Beliau ditanya lagi, “Siapakah al-qattat itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka mengadu domba.”
Beliau ditanya, “Siapakah ad-daibub itu?” Beliau menjawab, “Germo.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Siapakah ad-dayyus itu?” Beliau menjawab, “Dayyus adalah laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya, anak perempuannya, dan saudara perempuannya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya lagi, “Siapakah shahibul arthabah itu?” Beliau menjawab, “Penabuh gendang besar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Siapakah shahibul qubah itu?” Beliau menjawab, “Penabuh gendang kecil.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Siapakah al-’utul itu?” Beliau menjawab, “Orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf atas dosa yang dilakukannya, dan tidak mau menerima alasan orang lain.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Siapakah az-zanim itu?” Beliau menjawab, “Orang yang dilahirkan dari hasil perzinaan yang suka duduk-duduk di tepi jalan guna menggunjing orang lain. Adapun al-’aq, kalian sudah tahu semua maksudnya (yakni orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya).”
Mu’adz bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan engkau tentang ayat ini: yauma yunfakhu fiish-shuuri fata’tuuna afwaajaa, yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-kelompok?” (An-Naba’: 18)
“Wahai Mu’adz, engkau bertanya tentang sesuatu yang besar,” jawab Rasulullah saw. Kedua mata beliau yang mulia pun mencucurkan air mata. Beliau melanjutkan sabdanya.
“Ada sepuluh golongan dari umatku yang akan dikumpulkan pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan yang berbeda-beda. Allah memisahkan mereka dari jama’ah kaum muslimin dan akan menampakkan bentuk rupa mereka (sesuai dengan amaliyahnya di dunia). Di antara mereka ada yang berwujud kera; ada yang berwujud babi; ada yang berjalan berjungkir-balik dengan muka terseret-seret; ada yang buta kedua matanya, ada yang tuli, bisu, lagi tidak tahu apa-apa; ada yang memamah lidahnya sendiri yang menjulur sampai ke dada dan mengalir nanah dari mulutnya sehingga jama’ah kaum muslimin merasa amat jijik terhadapnya; ada yang tangan dan kakinya dalam keadaan terpotong; ada yang disalib di atas batangan besi panas; ada yang aroma tubuhnya lebih busuk daripada bangkai; dan ada yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih.”
“Mereka yang berwajah kera adalah orang-orang yang ketika di dunia suka mengadu domba di antara manusia. Yang berwujud babi adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan barang haram dan bekerja dengan cara yang haram, seperti cukai dan uang suap.”
“Yang berjalan jungkir-balik adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan riba. Yang buta adalah orang-orang yang ketika di dunia suka berbuat zhalim dalam memutuskan hukum. Yang tuli dan bisu adalah orang-orang yang ketika di dunia suka ujub (menyombongkan diri) dengan amalnya.”
“Yang memamah lidahnya adalah ulama dan pemberi fatwa yang ucapannya bertolak-belakang dengan amal perbuatannya. Yang terpotong tangan dan kakinya adalah orang-orang yang ketika di dunia suka menyakiti tetangganya.”
“Yang disalib di batangan besi panas adalah orang yang suka mengadukan orang lain kepada penguasa dengan pengaduan batil dan palsu. Yang tubuhnya berbau busuk melebihi bangkai adalah orang yang suka bersenang-senang dengan menuruti semua syahwat dan kemauan mereka tanpa mau menunaikan hak Allah yang ada pada harta mereka.”
“Adapun orang yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih adalah orang yang suka takabur dan membanggakan diri.” (HR. Qurthubi).
___________________
Jadi matan segini panjangnya adakah penjelasan diroyah dan riwayahnya? Jazaakallahu Khair…
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Hingga 1 bulan yang lalu perusahaan tempat saya bekerja berjalan atas modal sendiri,tetapi sehubungan dengan makin pesatnya perkembangan perusahaan, maka dana yang dimiliki tidak lagi mencukupi sehingga pimpinan saya ( orang nasrani ) meminjam uang di bank konvensional untuk tambahan modal kerja dengan jangka waktu selama 5 tahun, sebagai keuangan perusahaan tersebut maka otomatis saya harus mencatatkan bunga tiap bulan yang harus dibayarkan perusahaan kepada bank pemberi pinjaman,yang saya mau tanyakan apakah saya dihukumi sama dengan pencatat riba sesuai salah satu hadist tentang riba?…
Saya berencana untuk menjadi penulis cerita cerita pendek( fiksi) untuk remaja yang islami apakah itu diperbolehkan?saya pernah baca ada ustad salaf yang melarang penulisan cerpen aatu novel islami karena akan membawa pembacanya terlena dengan bacaannya lalu melupakan ibadahnya, benarkah demikian?
Mohon Penjelasannya….Syukron…..
Assaamu`alaykum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz, Apa HUKUM nya seorang muslim yang bekerja di negri non muslim ?
assalamualaykum warahmatulllahi wabarakatuh
ustad yang ana cintai karena Allah,
mohon penjelasannya mengenai ‘klaim’ bahwa ayat-ayat dalam al qur’an yang membahas mengenai istiwa adalah ayat mutasybihat, sehingga tidak diperbolehkan mengatakan ‘Allah fissamaa’ dll, kemudian menafsirinya dengan perkataan: kekuasaan, dll.
terimakasih.
wassalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh
assala,ualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz, perkenankan saya di sini untuk curhat dan bertanya, karena terus terang saya tidak tahu kemana saya harus berbicara masalah saya ini yang saya anggap sangat berat bagi saya. Sebelumnya saya mohon maaf jika pertanyaan saya in sangat tidak berkenan di hati ustadz, sekali lagi saya mohon maaf, saya hanya sdang mncari solusi dari prmasalahn yg sdang saya hadapi.
Ustadz, semenjak smu hingga sekarang (29th) saya memiliki penyakit yg dilaknat oleh Allah, saya suka kepada sesama jenis ustadz(sesama laki2), pnyakit ini sangat menyiksa saya, karena saya tahu betapa besar dosanya pelaku homoseksual, penyakit ini hanya saya simpan di hati dan sekalipun sy blm pernah (dan mudah2an tdk akan pernah) berhubungan badan dg lelaki,
Saya sdh berusaha mnyembuhkan pnyakit ini, sy berdoa, mndatangi kajian2, namun blm jg hilang pnyakit ini…
Akhirnya ustadz…sy mmbaca sebuah saran di situs internet untuk terapi homosksual yaitu dg cara banyak melihat gambat/video porno wanita, akhirnya saya melakukan itu ustadz….saya tau itu adalah dosa tetapi saya berfikir ini untuk kesembuhan saya….bagaimana hukumnya peerbuatan tsb ustadz?
Dan sy melakukan itu…ada timbul ketertarikan kpd wanita padahal sebelumnya tidak ada sama sekali…namun ketertarikan kpd lelaki tetap ada…akhirnya orientasi seks sya kepada wanita dan laki2 (biseks), astagffirullah…..saya tahu ini adalah dosa,tolonglah saya ustadz…saya ingin sembuh dari penyakit ini, saya ingin hidup normal….mohon bantuannya ustadz….
Satu lagi ustadz…dalam keadaan sy yg seperti ini (suak kpd laki2 n wanita) bolehkah saya menikah dg wanita? saya takut karna saya blm sembuh benar…apakah dg saya menikahi wanita sy telah mnipu wnita tsb? karna sy menyembunyikan pnyakit ini…
Mohon jawabannya ustadz….sekali lagi saya mohon maaf yg sebesar-besarnya atas apa yg sy tulis di atas…saya sungguh lega bisa menuliskan ini semua setelah sy pendap sngt lama…mohon juga kesembuhan bagi saya ustdz…di saudi sana sy dengar bnyak sekali tempat2 yg bagus untk berdoa,mohon doakan sy agar sy sembuh dari penyakit ini…
atas ksediaan ust mmbaca curhat dan menjawab pertanyaan sy, sy ucapkan bnyak2 terima kasih
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Maaf ustadz foto di atas itu bukan foto saya. koq bisa muncul ya, khawatir jadi fitnah bagi ug bersangkutan….
assalamualaikum…. ust..
saya ingin minta nasehat dari ust…
saya ini sudah menikah pada usia 18 tahun,alhamdulillah saya mendapatkan suami yang baik sekali dengan saya, kami sudah menikah hampir 2th lalu saya masih tetap melanjutkan kuliah dan kami belum mempunyai anak.
sebelum saya menikah saya selalu rajin datang kajian-kajian di masjid-masid sehingga saya merasa iman saya semakin meningkat tapi ketika sudah menikah saya menjadi jarang datang ke kajian karena kesibukan pekerjaan rumah yang saya kerjakan, sehingga hati saya menjadi gersang dan timbulnya penyakit hati pada diri saya. akibatnya saya sering membantah suami saya, saya sering mengeluh, bahkan saya sering melimpahkan kemarahan pada suami saya dengan alasan yang tidak jelas pernah saya juga meminta cerai padanya. alhamdulillah suami saya sangat sabar menghadapi saya.
pada saat ini di dalam hati selalu gundah dan selalu berada dalam penyesalan
” kenapa saya harus memutuskan menikah di usia muda”
kata kata itu yang selalu berbisik di hati saya. sehingga sering kali saya menyesal dan tidak menerima taqdir yang ALLOH berikan kepada saya..(Astagfirulloh).
ust. saya mohon nasehatnya saya takut penyakit hati saya ini semakin parah dan saya menjadi orang yang kufur (na’uzubillah)
syukron…….
assalamualaikum ustadz..
saya mau curhat sekaligus bertanya,
saya skr sedang hamil dan usia kandungan saya sudah 5 bln,dan tinggal dirumah mertua. saat usia kandungan kira2 3 bln mau ke 4 bln,mertua saya berkunjung kekampung halamannya untuk menghadiri acara syukuran keluarga,dan sepulang dari sana beliau membawa cerita bahwa ada seseorang yg bisa dibilang ahli agama memperingatkan kalo saya tidak boleh berada/tinggal dahulu dirumah orangtua saya selama kehamilan terkecuali setelah melahirkan baru boleh,katanya sih kurang baik tinggal disana,takutnya menyesal ato apa gitu,karena memang ini kehamilan saya yg kedua,yang pertama lahir imature usia kandungan 23 minggu dan meninggal. katanya sih menyangkut dengan hal yang gaib kenapa saya tidak diperkenankan berada dirumah orangtua saya,dan bahkan sampai disebutkan ada yg suka sama saya dan suami saya (yg gaib itu).
saya jd bingung sendiri ustadz,saya percaya bahwa hanya atas kehendakNya semua kejadian yg ada didunia ini,terkadang saya kan kangen juga pengen maen kerumah orangtua saya meskipun mereka sering mengunjungi saya dirumah mertua. yg bikin saya kepikiran,karena mertua saya sangat menekankan tidak boleh,saya sih jujur percaya ga percaya ustadz,ada yg lebih berkuasa dan lebih melindungi saya dan janin saya,tapi ucapan2 dr mertua saya terkadang mengganggu pikiran saya,maklum ibu2 hamil ustadz suka rada sensi dan pernah mengalami kehilangan jd begitu deh..
saya bingung ustadz..gimana ya?
makasih ustadz sebelumnya
Assalaamu’alaykum
ustadz ana ingin bertanya,apakah benar memakan daging unta termasuk pembatal wudhu,,
apa hukum nya bersholawat kepada Rosul diluar shalat dengan memakai kata-kata syaidina,,apakah ini termasuk bid’ah..??
mohon penjelasan nya.
suukron jazakallah
Wa’alaikum salam. Pendapat tsb mutlak keliru dan hanya khurafat yang tidak ada dasarnya… kita sebagai seorang muslim harus mengingkari keyakinan batil semacam itu, dan itu pasti bukan berasal dari orang yg ngerti agama. jangan pernah mengait-ngaitkan suatu musibah dengan hal-hal yg secara rasional tidak ada sangkut pautnya, kecuali jika jelas ada dalil yg shahih. dan dalam hal ini, apa yang saudari tanyakan sama sekali tidak ada dalilnya, dan tidak ada hubungan sebab-akibat antara kandungan dengan berada di rumah orang tua. jadi, jangan gubris anjuran mereka, dan tetaplah berdoa kepada Allah karena semua berada di tangan-Nya, kalau toh akhirnya kandungan anda bermasalah lagi, maka YAKINLAH itu semata-mata karena takdir Allah bukan karena anda tinggal di rumah orang tua saat hamil… walaupun hal ini terulang SERIBU KALI, anda tetap tidak punya keyakinan spt itu, karena itu adalah SYIRIK yang mengancam keselamatan anda di dunia dan akhirat!
Demikian, semoga dapat difahami dan diamalkan.
Iya betul, memakan daging unta (termasuk hati dan jeroannya) dapat membatalkan wudhu’ sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih. bersholawat atas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di luar shalat boleh saja menggunakan lafazh sayyidina dan itu bukan bid’ah, karena beliau mengatakan: Ana sayyidu waladi Aadama walaa fakhru (Aku adalah sayyidnya bani Adam, dan itu bukanlah kesombongan).
Wa’alaikumussalaam… iya, dia adalah mahrom antikarena masuk dalam pengertian ikhwaanakum (saudara-saudara kalian). dan dia juga bisa menjadi wali anti
Dalam Shahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah atsar dari Abu Darda’ tentang makanan Ahli Kitab di daerah syam yang terkenal dengan nama Murry, yang terbuat dari khamer yang diberi garam lalu dimasukkan ikan ke dalamnya dan dijemur hingga rasa khamernya berubah. Abu Darda’ mengatakan bahwa makanan ini boleh dimakan karena khamernya telah dirubah oleh sinar matahari dan ikan. Atsar ini diriwayatkan secara mu’allaq oleh Imam Bukhari namun dimaushulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taghliqut Ta’liq dengan sanad yang hasan. dan ini merupakan masalah yg diperselisihkan oleh para ulama, yakni apakah diperbolehkan mencampuri khamer dengan benda lain (yg halal) hingga khamer tsb berubah dan kehilangan sifat2 buruknya? bagi mereka yg membolehkan — yg diantaranya adalah sahabat Abu Darda’– maka pertanyaan antum bisa dikiaskan ke sana, karena dengan mencampurkan sedikit arak ke masakan yang akhirnya dipanaskan di atas api maka sifat2 khamer tadi akan hilang… akan tetapi musykilahnya ialah bagi mereka yg menganggap khamer adalah rijs (najis dzatnya) maka jelas tidak boleh mencampurkan barang najis ke dalam makanan, jadi sebaiknya hindari saja lah, kan masih banyak makanan lain yang tidak pake arak… kecuali kalo tidak ada lagi yg bisa dimakan ya silakan makan. wallaahu a’lam
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Masalah yg antum tanyakan ini berangkat dari masalah pokok yaitu apa hukumnya safar ke negeri non muslim (kafir). sejumlah ulama yg tsiqah mengatakan bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan kecuali dengan beberapa syarat, yaitu si muslim memiliki ilmu agama yg cukup sehingga bisa melindungi dirinya dari fitnah syubuhat (pemikiran yang berbahaya) dan memiliki iman/taqwa yg kuat sehingga bisa melindungi dirinya dari fitnah syahawat (zina, pacaran, dsb). kemudian dia juga harus bisa melaksanakan syi’ar-syi’ar Islam selama tinggal di negara kafir tsb,seperti shalat lima waktu berjama’ah, shalat jum’at, shalat hari raya, dan semisalnya. dan yang penting lagi, dia tidak boleh menetap untuk selamanya di sana karena Nabi berlepas diri dari setiap muslim yang bermukim di tengah-tengah kaum musyrikin. kecuali jika keberadaannya di negara kafir untuk kepentingan dakwah islam di sana (dgn tetap memperhatikan syarat-syarat yg tadi), dan tidak ada orang lain yang bisa menggantikan posisinya, maka hal ini dikecualikan. adapun sekedar bekerja mencari sesuap nasi dan menjadi pegawai suruhan orang kafir.. maka saya tidak berani membolehkan hal tersebut. bekerjalah di negeri kaum muslimin meski dengan upah lebih kecil, yang penting anda tidak dikuasai oleh orang kafir. wallaahu a’lam
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh… Saya khawatir anti termasuk salah satu dari empat orang yang dilaknat Rasulullah karena terkait dengan riba, yaitu ‘yang menuliskan (transaksi ribawi)’, atau bahkan termasuk yang menjadi saksi-saksinya. jadi cepatlah angkat kaki dari perusahaan tersebut, atau pindahlah ke bagian lain yang tidak terkait dengan administrasi perusahaan.
Tentang menjadi penulis cerita pendek fiksi saya kurang setuju, sebab cerita fiksi adalah kebohongan dan berbohong itu termasuk dosa besar. dalam Islam, tujuan tidaklah menghalalkan segala cara, sehingga meski niat seseorang adl baik akan tetapi niat tersebut tidaklah menjadikan sarana yang dipakai untuk mewujudkannya serta merta menjadi baik. Para ulama hanya memberi keringanan dalam hal ini jika cerita yang dibikin ialah semacam dialog fiktif antara dua pihak yg masing-masing menyampaikan argumentasinya, misalnya antara ahlussunnah dengan ahlul bid’ah dalam rangka mematahkan semua argumentasi lawan, maka hal ini dibolehkan –meski sebetulnya itu mengandung kebohongan karena dialog tsb tak pernah terjadi– akan tetapi mengingat maslahatnya yang lebih besar maka dibolehkan. Sedangkan cerita fiksi lainnya tak lebih dari sekedar hiburan yang sering kali melalaikan pembacanya dari hal lain yg lebih penting, seperti dzikrullah dan menuntut ilmu. wallaahu a’lam
Tentang hadits tsb ana belum menemukan sumbernya, dan ‘Qurthubi’ bukanlah nama orang akan tetapi nisbah ke suatu daerah di Andalusia yang nisbah ini dipakai oleh sejumlah ulama, diantaranya adalah Imam Qurthubi yg terkenal dengan tafsirnya, namun banyak juga yg selain beliau, jadi tidak jelas siapakah sebenarnya Qurthubi ini… ala kulli haal, sebagian redaksi hadits tsb memang benar tapi tidak semua yang benar lantas boleh dinisbatkan kepada Nabi, kecuali bila diriwayatkan dengan sanad yang bisa diterima, dan hadits ini kelihatannya palsu karena tidak dijumpai dlm kitab-kitab hadits yang terkenal… wallaahu a’lam
assalamualaikum…
Maaf ustadz, mohon kiranya ustadz berkenan menjawab pertanyaan saya, jika ustadz tidak bisa menjawabnya di halaman ini jika berkenan ustadz mengirimnya ke email saya (ikhwan245@gmail.com), sekali lagi mohon maaf ustadz saya sangat membutuhkan jawaban dari ustadz….
Wa’alaikumussalaam… coba antum cari jawabannya di sini:
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/terapi-penyakit-suka-sesama-jenis.html
Tentang menisbatkan diri kepada wahhabi memang tidak ada anjurannya karena istilah itu memang bikinan Inggris spt yg antum bilang… adapun menisbatkan diri kepada nama -bukan sifat !- ana tidak tahu pasti apa hukumnya, hanya saja tidak semua yang dhahirnya nisbat kepada nama Allah (spt Rahmani, Rahimi, Wahhabi dsb) adalah dimaksudkan untuk itu; tapi boleh jadi karena memang nama keluarganya mengandung nama tsb, alias dia menisbatkan kepada nama keluarga… atau dia dinamakan seperti itu oleh orang tuanya, contohnya DR. Ihsan Ilahi Dhahir -rahimahullah- dan saudaranya DR. Fadhel Ilahi, ana rasa itu memang nama dia sejak kecil atau nama bapaknya…. wa ‘ala kulli haal, sebaiknya dihindari saja lah, toh nama-nama lain yang bebas syubhat masih banyak 🙂
Hujjah di atas terlalu lemah untuk dibantah secara ilmiah karena hadits tsb dha’if, sebab perawi intinya adalah Abdullah bin Bisyr yang statusnya Majhul (misterius), jadi saya akan bantah secara logika saja… begini jawabannya: Apakah pujian Nabi kepada seseorang berarti perintah untuk mengikutinya secara mutlak? kalau iya… berarti kita boleh mengikuti setiap orang yg dipuji oleh Nabi secara taklid buta, alias apa pun yg dilakukan orang tsb harus dibenarkan walaupun bertentangan dengan al Qur’an dan Sunnah yang jelas… (dan ini tidak mungkin diyakini oleh seorang mukmin, sebab bila demikian mk konsekuensinya semua orang yg dipuji oleh beliau adalah maksum, dan ini jelas suatu kekafiran)… tapi kalau tidak demikian, berarti pujian Nabi thd seseorang tidak berarti bhw orang tsb boleh diikuti secara mutlak… lalu apa standar kita dlm mengikuti seseorang yg telah dipuji oleh Rasulullah? Dengan catatan bhw Nabi dlm hadits penaklukan konstantinopel tsb tidak menyebutkan nama Sultan Muhammad al Fatih, tapi hanya menyebutkan sifat-sifat yg bisa juga dimiliki oleh panglima lain… singkatnya, dilalah hadits di atas bukanlah nash yg tidak bisa ditafsirkan dengan makna lain, lagi pula dhahirnya adalah targhib (atau iming-iming) dari Nabi kepada para panglima jihad kaum muslimin agar menaklukkan Konstantinopel. Sebab itulah dalam riwayat Ahmad sendiri masih ada kelanjutannya yang sengaja tidak dinukil oleh mereka, yaitu bhw si perawi hadits ini pernah dipanggil oleh Maslamah bin Abdil Malik bin Mirwan, yang terkenal sebagai panglima jihad di zamannya yg demikian banyak menaklukkan negeri-negeri kafir, yang nota bene juga merupakan putera Amirul Mukminin Abdul Malik bin Mirwan, khalifah Bani Umayyah di zamannnya… nah, ketika si perawi hadits ini menghadap Maslamah, ia menyampaikan hadits tsb kepadanya, maka sontak Maslamah mengerahkan pasukannya untuk menyerang Konstantinopel… (lihat saja dalam Musnad Imam Ahmad hadits no 18957).
Salah seorang syaikh yg ahli tarikh bernama Yusuf Ad Du’aij pernah mengatakan bahwa Muhammad Al Fatih adalah sultan Utsmani pertama yg membikin aturan kejam, yaitu agar setiap sultan yg baru dilantik segera membunuh semua saudaranya agar tidak ada yang merongrong kekuasaannya setelah itu, dan Muhammad Al Fatih sendiri pernah membunuh saudara kandungnya yang masih bayi ! Kalau dikatakan bahwa Sultan-sultan Utsmani berakidah Asy’ariyah, termasuk Muhammad Al Fatih, mungkin memang benar… sebab akidah tsb memang menjadi akidah mayoritas kaum muslimin, terutama di abad tsb (abad 9 H) bahkan sampai sekarang masih begitu… akan tetapi itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa akidah Asy’ariyah adalah keyakinan yang benar, karena ukuran kebenaran bukanlah individu maupun golongan, tapi dalil yg shahih dan sharih…
Kemudian, ada hadits serupa riwayat Bukhari dlm Shahihnya (no 2766),yang bunyinya:
أول جيش من أمتي يغزون مدينة قيصر مغفور لهم
Pasukan pertama dari umatku yang menyerang kotanya Kaisar, dosa-dosa mereka terampuni.
Dalam sejarah disebutkan bahwa pasukan yang pertama kali menyerang kotanya Kaisar yaitu Konstantinopel, adalah di zaman Bani Umayyah, Mu’awiyah di zaman Utsman bin Affan, dan salah satu pasukannya adalah Yazid bin Mu’awiyah. Pun demikian, Al Munawi dalam mensyarah hadits di atas mengatakan: Hadits ini tidak berarti bahwa Yazid bin Mua’wiyah termasuk orang yang diampuni dosanya, sebab ampunan hanya diberikan kepada orang yang layak diampuni, dan Yazid tidak termasuk orang itu… dst (lihat: Faidhul Qadir, syarh hadits no 2811).
assalamu’alaykum, barakallahufiyk..
ustadz, apakah benar adz-Dzahabi menulis nasehat kpd syaikhul Islam seperti yg ada d blog ini http://allahadatanpatempat.wordpress.com/ahlussunnah-versus-wahabi/
syukron,,
Alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh… Alhamdulillah, setelah ana konfirmasi, ternyata kitab Ar Risaalah Adz Dzahabiyyah yang dinisbatkan ke Imam Adz Dzahabi tsb adalah tidak benar, alias bukan hasil karya beliau. hal ini dibuktikan dengan kandungan kitab yang bertentangan dengan kitab-kitab Imam Dzahabi lainnya yang demikian menyanjung Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, selain juga tidak selaras dengan akidah Imam Dzahabi yg disebutkan di kitab-kitab lainnya. Ada seorang peneliti bernama Syaikh Muhammad Ibrahim Asy Syaibani yang membantah habis kitab tsb dan menafikannya sebagai kitab Adz Dzahabi.
kedua: yang pertama kali memunculkan dan mengklaim bhw kitab tsb adalah tulisan Adz Dzahabi ialah tokoh Jahmiyyah kontemporer yang sangat membenci Ibnu Taimiyyah, termasuk sejumlah ulama Salaf… yaitu Muhammad Zahid Al Kautsari yg mentahqiq kitab tsb… bantahan selengkapnya ttg hal ini bisa antum lihat di:
http://www.almenhaj.net/makal.php?linkid=601
ini merupakan jawaban Syaikh Masyhur Hasan Salman (masih bahasa Arab) terhadap pertanyaan yg seperti antum lontarkan.
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh ustadz ..
ana mau tanya nih sebenarnya di Arab Saudi itu apakah semua orang disana salafi (mengikuti manhaj salafush sholeh) atau hanya sebagian kecil saja seperti dinegeri kita ini ghurobba (asing) dan juga ana mau tanya apakah Raja Saudi itu termasuk salafi juga soalnya kalo dia salafi ana juga agak ga setuju soalnya dia menyimpang dari ajaran para salaf contoh dia memiliki lukisan dirinya dan juga dia bekerja sama dengan yahudi amerika dan sebagainya mohon penjelasannya ustadz soalnya banyak orang” yang bilang kalo Raja Saudi itu Wahabbi – Salafi jadi negatifnya Raja Saudi itu berdampak ke semua orang yang bermanhaj salaf.
jazakallahu khairan katsiron ustadz
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Menjawab pertanyaan antum, antum perlu membedakan antara negara sebagai instansi pemerintahan dan warga negara sebagai rakyat. Contohnya di zaman Rasulullah dan Khulafa’ur Rasyidin, bahkan di pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasiyah secara umum… kalau melihat ke sistem UUD dan KUHP-nya, maka kita katakan bahwa semuanya adalah negara-negara Islam Salafi (alias Ahlussunnah wal Jama’ah), tapi tidak berarti bahwa semua warga negaranya adalah salafiyyin… bahkan di zaman Nabi (yang merupakan zaman terbaik secara mutlak) ada banyak dari ‘warga negara’ beliau yg non muslim, spt kaum Yahudi dan munafikin. Pun demikian mereka tunduk di bawah aturan Rasulullah sebagai kafir Dzimmi. demikian pula di masa-masa berikutnya… Bahkan dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaih wa sallam ketika wafat masih menggadaikan baju besinya pada seorang Yahudi, demi mendapatkan 30 sha’ (gantang) kurma. Jadi, bekerja sama/ bermua’malah dengan orang kafir (Baik AS maupun Yahudi) adalah dibolehkan… bahkan Allah menghalalkan lelaki muslim untuk menikahi wanita nasrani/yahudi yg menjaga kehormatannya (alias bukan pezina). Ini jelas menunjukkan bahwa ‘sekedar’ mencintai orang kafir secara naluriah pun adalah boleh. Yang dilarang ialah mencintai mereka karena kekafiran mereka, dan ini adalah sesuatu yg tersembunyi dalam hati dan tidak bisa kita hukumi dari sekedar kerja sama/persahabatan yg mereka lakukan, terutama antar kepala negara. karena belum tentu si Raja Saudi bersikap kooperatif dengan AS dan Yahudi –kalau tuduhan ini benar– karena ia mencintai kekafiran mereka.
Jadi, antum harus bisa membedakan antara cinta yg dibolehkan dan cinta yg tidak dibolehkan. cinta yg dibolehkan adalah cinta yg manusiawi, spt mencintai anak, isteri, dan kerabat yg kafir karena kedekatan kita dengan mereka, atau mencintai orang kafir karena sikapnya yang baik, dan semisalnya… sedangkan cinta yg tidak boleh ialah mencintai mereka karena kekafiran mereka.
Jadi, seorang lelaki muslim boleh mencintai isterinya yg nasrani atau yahudi karena dia adalah isterinya, atau karena si isteri bersikap baik kepadanya. Tapi di saat yg sama ia harus membenci kekafiran si wanita dan tidak boleh mencintai kekafiran tsb sedikit pun, karena itu bisa menyebabkannya kafir.
Adapun ttg Raja Saudi, maka dia adalah manusia biasa yg bukan orang ‘alim. Dia banyak memiliki kesalahan sebagaimana orang awam lainnya. hanya saja secara umum dia masih bisa dikategorikan berakidah ahlussunnah/salaf, karena demikianlah ‘tradisi’ keluarga kerajaan sejak turun temurun, dan negara saudi sendiri didirikan atas dasar tauhid, Al Qur’an dan Sunnah. jadi, inilah yg menjadi patokan dasar dalam menilai… adapun oknum-oknum yg menyimpang tentu ada dan mereka tidak bisa jadi standar.
Contohnya ketika kita ingin menilai Islam, maka kita harus melihat kepada ajarannya dan sumber-sumbernya (al Qur’an dan Sunnah), bukan kepada penganutnya… sebab banyak sekali di antara kaum muslimin yang menyelisihi ajaran Islam, dan mereka tidak mencerminkan islam. Demikian pula dengan warga Saudi, termasuk oknum-oknum pemerintahannya yang kadang menyelisihi manhaj salaf, baik dengan memajang foto dsb… hal ini tidak berarti bahwa negara mereka lantas menjadi negara yg tidak salafi. negaranya tetap salafi selama pemerintahnya tidak murtad dan undan-undangnya tidak berubah. dan inilah yang masih kita saksikan sampai hari ini… semoga Allah memelihara mereka dan negara mereka yang menjadi benteng akidah ahlussunnah satu-satunya di dunia (dengan segala kekurangannya) hari ini… Allaahumma aamiin.
Adapun mereka yg menjuluki saudi sebagai wahhabi bukan salafi, sebenarnya tidak memahami hakikat dakwah wahhabi dan salafi yang tidak ada bedanya. Hanya saja, dahulu ketika Inggris masih berkuasa dan menjajah berbagai negeri kaum muslimin di dunia (spt Pakistan, India, dsb), hanya pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lah yang menyerukan kaum muslimin agar berjihad melawan penjajah. oleh karenanya, Inggris lantas memunculkan istilah ‘Wahhabi’ dan membuat cerita-cerita bohong ttg kekejaman kaum wahhabi tsb, lalu menyebarkannya di setiap wilayah jajahan mereka, sehingga banyak dari kaum muslimin yg termakan propaganda tsb lalu meyakini kebohongan-kebohongan tadi. padahal dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (yg dijuluki dakwah wahhabi tsb) tidak ada bedanya dengan dakwah ahlussunnah wal jama’ah/salafiyah.
begitu, mudah-mudahan antum mendapat pencerahan… wallaahu a’lam bishshowab.
assalamu’alaikum ustadz, ana ingin bertanya bagaimana hukum islam bagi yang bekerja sebagai seorang auditor, khususnya yang bekerja di KAP[Kantor Akuntan Publik].
Ana seorang mahasiswa jurusan Akuntansi, ana melihat bahwa ada sedikit subhat tentang pekerjaan ini, khususnya ketika pekerja harus mengaudit laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang bermuamalah dengan bank ribawi, bagaimana status hukum islam terkait masalah ini.
Dan bagaimana pandangan ustadz tentang KAP[Kantor Akuntan Publik] dalam dunia usaha di Indonesia dan kaitannya dengan hukum syariat.
Ana sangat membutuhkan penjelasan terkait masalah ini,
mengingat banyak mahasiswa di jurusan ana yang ingin menjadi seorang auditor.
Jazakallahu khoiron.
[…] Sumber: Disini […]
Assalaamu’alaikum….
Ustadz, saat ini sedang ramai persoalan kedatangan pemimpin dari Amerika, Obama ke Indonesia. Bagaimana seharusnya sikap seorang muslim, apakah menolak beliau mentah-mentah karena menganggap beliau termasuk kafir harbi, atau menerima kedatangannya?
Jazakallahu Khairan.
wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk bersikap bara’ kepada semua kekafiran dan orang kafir. Sikap bara’ td perwujudannya ialah dengan membenci kekafiran mereka dlm hati (ini wajib) dan terkadang kita dianjurkan untuk menyatakannya dengan lisan/perbuatan dlm situasi dan kondisi tertentu (seperti yg dilakukan Nabi Ibrahim dlm QS Al Mumtahanah: 4, dan penghancuran beliau terhadap berhala2 kaumnya). Akan tetapi untuk mengingkari dengan lisan dan tangan, haruslah mengindahkan kaidah ‘maslahat dan mafsadat’; artinya, apa yang kita lakukan haruslah mendatangkan maslahat bagi diri dan agama kita, dan bila tidak demikian maka hal tersebut tidak dianjurkan. Karenanya, jika pengingkaran kita secara lisan (misalnya dengan mencaci maki berhala/orang kafir/dsb) justeru menimbulkan dampak buruk bagi diri dan agama kita, hal tersebut menjadi HARAM. Allah berfirman yg artinya: Janganlah kalian mencaci orang-orang yang menyembah selain Allah sehingga mereka membalas mencaci maki Allah tanpa ilmu dan penuh permusuhan (Al An’am: 108).
Bara’ kepada kekafiran dan orang kafir juga harus diwujudkan dengan TIDAK MENCONTOH tingkah laku mereka yang bertentangan dengan syari’at Islam. Baik itu dalam sisi keyakinan, ibadah, akhlak, maupun mu’amalah mereka.
Bara’ kepada kekafiran dan orang kafir TIDAK BERARTI menzhalimi mereka. Kita tetap harus berlaku adil terhadap orang paling kafir sekalipun, dengan memberikan hak-haknya secara penuh. Allah berfirman yg artinya: “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikanmu tidak berlaku adil. Berlaku adillah karena yang demikian itu lebih dekat pada ketakwaan” (Al Maidah: 8).
Bara’ kepada orang kafir adalah IBADAH yang harus mengikuti ATURAN MAIN sebagaimana ibadah lainnya. Artinya, jika tidak didasari niat dan ilmu yang benar, hal itu tidak akan bermanfaat bahkan justeru bisa mencelakakan pelakunya. Contohnya memerangi semua orang kafir harbi tanpa mengindahkan rambu-rambu syari’at, seperti yang diserukan oleh Al Qaedah dan pengikutnya… hasilnya? Kehancuran Irak dan Afghanistan dalam beberapa bulan saja… lalu terbunuhnya ratusan ribu jiwa kaum muslimin tanpa dosa, dan makin bercokolnya tentara kafir di negeri-negeri kaum muslimin, dan masih banyak kerugian lain yg diderita oleh kaum muslimin yg tidak mungkin kita sebutkan satu persatu… itu semua akibat segelintir orang yang ‘keblinger’ dan ‘gegabah’ dlm membenci AS dan arogansinya selama ini… mereka yg berjumlah 19 pemuda tsb lantas -menurut statemen Osama bin Laden sendiri- ‘hendak menghapus kehinaan’ yang melekat di dahi umat Islam selama ini, dengan mengadakan ‘serangan penuh berkat’ terhadap WTC dan Pentagon… dst.
Kesimpulannya: 19 Pemuda ‘Mujahid’ + sekitar 3000 orang kafir yg mati, berhasil menyebabkan hancurnya Afghanistan, Irak, dan terbunuhnya ratusan ribu kaum muslimin dst…
Terakhir, para fuqaha’ sepakat bahwa jika seorang kafir harbi masuk ke negeri kaum muslimin dengan jaminan keamanan dari seorang muslim (siapa pun orangnya), maka haram bagi seluruh kaum muslimin untuk mengganggunya. Mereka justeru diwajibkan untuk mengantarkan si kafir harbi tadi sampai ke tempat yang aman. Allah berfirman yg artinya: “Bila ada salah seorang musyrik yg minta perlindungan kepadamu (wahai Nabi), maka lindungilah dia supaya ia bisa mendengar kalamullah (Al Qur’an), lalu antarkanlah ia sampai ke tempat yang aman baginya” (At Taubah: 6). Ayat di atas persis setelah perintah untuk memerangi orang-orang musyrik secara umum di mana saja mereka ditemui setelah berakhirnya bulan-bulan haram (ayat 5). Jadi, jelas sekali bahwa kafir harbi jika masuk dengan jaminan keamanan dari seorang muslim tetap harus dilindungi dan tidak boleh dilanggar kehormatan diri, maupun hartanya.
Sebagai kaum muslimin, kita wajib bersolidaritas dengan saudara kita sesama muslim yang ditindas dan diperangi oleh orang kafir (entah itu AS, Israel, atau siapa saja). Artinya, jika saudara kita minta tolong kepada kita maka kita wajib membantu semampunya, akan tetapi hal itu tetap harus pake aturan. Allah berfirman yg artinya: “Jika mereka (kaum muslimin yg tertindas krn tidak mau hijrah tsb) meminta tolong kepada kalian (kaum muslimin yg berada di Madinah), maka kalian wajib menolongnya. Kecuali terhadap kaum yang kalian terikat perjanjian damai dengan mereka” (Al Anfal: 72). Artinya, jika musuh yg menyerang saudara-saudara kita di wilayah lain tersebut terikat perjanjian damai dengan kita, maka kita tidak boleh memerangi mereka demi menolong saudara kita. Kita hanya boleh menyerang mereka setelah selesainya tempo gencatan senjata, atau setelah perjanjian tsb kita batalkan dan musuh telah diberitahu terlebih dahulu akan hal tsb, jadi tidak ada unsur khianat sama sekali. Lihat Surat Al Anfal: 58.
Setelah mukaddimah di atas barulah saya akan menjawab pertanyaan antum sbb:
Jika kita masih menganggap presiden kita sebagai muslim, maka kedatangan Obama ke Indonesia adalah atas jaminan keamanan dari SBY, dan berarti dia tidak boleh kita caci maki dsb, meskipun kita tetap membencinya dlm hati karena kekafirannya. Jaminan keamanan di masa kini ialah dlm bentuk visa yang diberikan oleh Kedutaan RI kepada setiap warga asing yang datang ke indonesia.
Obama dlm hal ini bukanlah kafir harbi, sebab AS tidak terlibat perang dengan kaum muslimin Indonesia. Sedangkan kafir harbi adalah kafir yang masuk ke negeri kaum muslimin sebagai penyerang/aggresor.
Ini haruslah kita perhatikan mengingat kaum muslimin saat ini tidaklah berada di bawah satu komando (khalifah), akan tetapi telah terpecah-pecah dalam berbagai negara, dan masing-masing negara berdiri sendiri. Karenanya, kedaulatan setiap negara haruslah diperhatikan dlm hal ini dlm rangka menghindari timbulnya mafsadat.
menolak kedatangan Obama boleh-boleh saja asalkan jangan menimbulkan dampak negatif yang merugikan Islam dan kaum muslimin. Contohnya bila penolakan tsb justeru berakibat makin terhambatnya laju dakwah karena dicitrakan sebagai islam garis keras/teroris/dsb, maka sebaiknya kita lakukan dlm hati saja dan tidak usah demo dsb. Toh keputusan terakhir bukanlah di tangan kita, tapi di tangan pemerintah… Demo/unjuk rasa bukanlah cara yg Islami, tapi itu cara orang kafir yang ditiru oleh banyak kaum muslimin, dan itu sendiri bertentangan dengan konsekuensi Bara’ yg telah saya sebutkan tadi.
Menerima kedatangan Obama boleh-boleh saja pada dasarnya. Toh Rasulullah juga pernah menerima kedatangan tokoh-tokoh kaum musyrikin dalam berbagai kesempatan, seperti Abu Sufyan dll. Apalagi jika yg datang adalah kepala Negara Adidaya spt AS, yang -diakui atau tidak- secara militer jauh lebih kuat dari Indonesia, dan tidak ada maslahatnya sama sekali jika indonesia harus terlibat konflik dgn AS. Oleh karena itu, dlm hal ini ada yg disebut ‘mudaroh’ alias bermanis muka di depan orang kafir/musuh namun melaknat mereka dalam hati, dlm rangka menghindari kejahatan mereka. Sebab orang kafir yang lebih kuat jika disikapi dengan kasar/gegabah justeru semakin tamak untuk menindas musuhnya (orang Islam).
Demikian… mohon ma’af jika jawabannya terlalu panjang, tapi ini saya anggap penting untuk difahami agar kita mengerti permasalahannya secara utuh dari semua sisi. Wallaahu a’lam.
Assalaamu’alaikum
Ustadz saya mau Tanya. orang yang terakhir masuk surga, itu diangkat dari neraka tingkatan yang mana (yang terbawah atau teratas), seperti yang ada di hadits riwayat muslim.
Wassalaamu’alaikum
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Tentunya dia bukan dari neraka yg terbawah, karena yg terbawah ditempati oleh orang-orang munafik dan mereka tidak akan keluar dari sana selamanya, sebagaimana yang Allah sebutkan dlm Surah An-Nisa’ ayat 145. Yang jelas, orang tsb termasuk Ahlut Tauhid meskipun banyak (bahkan buaaaanyak sekali) dosanya, sebab hanya mereka yang bertauhidlah yang tidak kekal di Neraka dan pasti masuk Surga suatu hari kelak, tapi saya tidak tahu dia harus mendekam di neraka tingkat berapa terlebih dahulu… toh di tingkat berapa pun semuanya SANGAT TIDAK NYAMAN, dan tidak penting bagi kita untuk tahu tingkat berapa-nya, yang penting ialah bagaimana kita menjaga tauhid kita dan menjauhi dosa-dosa semaksimal mungkin, agar dijauhkan dari neraka. Demikian, wallahu a’lam, wassalaaam.
Assalamualaikum
ustadz di blog ana ada pertanyaan seperti ini : “Bagaimanakah Terapi Penyembuhan Penyakit Hati dari Riya, Takabur, ujub dll ….”, besar harapan agar sekiranya ustadz bisa memberikan menjawab pertanyaan tersebut, syukron.
wassalam
wa’alaikumussalaam warahmatullah, untuk terapi berbagai penyakit hati coba baca saja buku Ibnu Qayyim Al Jauziyah yg berjudul: Penyakit Hati dan Obatnya.
Tapi secara singkat metode yg saya pakai dalam mengatasi sebagian penyakit hati tersebut ialah dengan mengingat selalu akan bahayanya. Contohnya Riya yg berdampak pada hapusnya pahala suatu amalan dan tergolong dlm syirik asghar. sedangkan takabbur mendatangkan kemurkaan Allah dan merupakan sifat Iblis laknatullah ‘alaih. lalu ujub juga bisa menghapuskan amalan seseorang. selain itu hendaklah kita memperhatikan diri kita masing-masing… dari apakah kita diciptakan? Dari emas.. perak… intan… atau apa? Kita tak lain diciptakan dari sesuatu yang menjijikkan, yang keluar dari tempat yg kotor dan masuk ke tempat yg serupa, lalu jika kita mati akan menjadi bangkai yg menjijikkan, dan semasa hidup kita selalu membawa kotoran dlm perut yang menjijikkan pula… pantaskah seseorang merasa takabbur dan ujub (kagum) setelah ini semua? cobalah kita renungkan sama-sama… mudah-mudahan bermanfaat. Wassalaaam
Assalamu’alaykum ust, baraallahufiyk..
ust, bgmn syarah hadits ini:
“Ya Allah, Engkaulah Al-Awwal, maka tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu; Engkaulah Al-Aakhir, maka tidak ada sesuatu pun sesudah-Mu; Engkaulah Azh-Zhahir, maka tidak ada sesuatu pun di atas-Mu, dan Engkaulah Al-Bathin, maka tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu.”[Shahih Muslim IV/2084]
dlm Aqidah wasithiyah di syarah mjd:
Ayat dan hadits di atas menunjukkan sifat Al-Ihathah Az-Zamaniyah (meliputi waktu) yaitu pernyataan, “Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir; serta Al-Ihathah Al-Makaniyah (meliputi tempat), yaitu pernyataan, “Dan Azh-Zhahir dan Al-Bathin.”
kan Aqidah Ahlussunnah meyakini bahwa Allah Istawa di ‘Arsy Nya? Jadi bgmn ust, apa yg dimaksud adlh ma’iyyah ‘amm?
syukron atas jawabannya ust..
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh…
Pertama, tidak ada kontradiksi antara maksud hadits tsb dengan keyakinan Ahlussunnah bhw Allah istiwa’ di atas Arsy-Nya. Tentunya jika keduanya difahami dengan baik dan benar.
Kedua, Terjemahan bagian terakhir dari hadits tersebut SALAH !! Penjelasannya sbb:
Dlm kitab Bayan Talbisul Jahmiyyah jilid 4, Ibnu Taimiyyah menjelaskan hadits tsb secara lebih detail. Intinya ialah bahwa nama Azh Zhahir (isim fa’il dari kata Zhuhur) maknanya adalah ‘tinggi’. Karenanya, Allah menyifati tembok besi yang dibangun oleh Dzulqarnain dengan ungkapan (فما اسطاعوا أن يظهروه) “Mereka (Ya’juj dan Ma’juj) takkan dapat mendaki/berada diatasnya”, yang berarti bahwa tembok itu sangatlah tinggi.
Allah menamakan dirinya dengan nama tersebut sebab Dia lah yang paling tinggi, karenanya dikatakan: falaisa fauqoka syai’un, yang artinya tidak ada sesuatu pun di atas-Mu. Berhubung sesuatu yang tinggi biasanya nampak jelas, padahal Allah bersifat ghaib, maka untuk menepis asumsi tsb Rasulullah mengatakan bahwa Allah memiliki nama lainnya, yaitu Al- Baathin, yang mengandung pengertian ‘tersembunyi’ dan ‘dekat’. Karenanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam merangkainya dengan kalimat: “Falaisa duunaka syai’un” (dan inilah bagian yg salah diterjemahkan).
Menurut Syaikhul Islam, kata ‘duuna’ di sini diambil dari kata ‘ad dunuww’ yang artinya dekat, bukan dari kata ‘ad-duun’ yang artinya ‘rendah’ atau ‘di bawah’. Beliau lantas mencontohkan dengan firman Allah dlm Surah Al Kahf yg berbunyi:
حتى إذا بلغ مطلع الشمس وجدها تطلع على قوم لم نجعل لهم من دونها سترا
Yang maknanya ialah bahwa dlm perjalanan tsb Dzulqarnain sampai ke tempat terbitnya matahari, lalu dia mendapati matahari tsb terbit menyinari suatu kaum tanpa ada penghalang antara mereka dgn matahari tsb. Artinya, jika mereka berada di bawah naungan, berarti naungan tersebut ‘duunasy syamsi’, yang artinya ia lebih dekat kepada mereka dari pada matahari dan matahari menjadi lebih batin dari mereka dibanding naungan tersebut, karena matahari berada di belakangnya. Intinya, hadits tersebut menunjukkan bahwa Allah maha tinggi namun juga maha dekat sehingga tak ada sesuatu pun yang bisa menghalangi antara Dia dengan hamba-Nya. Oleh karena itu, dalam hadits shahih lainnya, ketika Rasulullah mendapati ada sebagian sahabat yang mengeraskan suara dalam takbir dan tahlil ketika di perjalanan, beliau menegur mereka seraya berkata:
أيها الناس، اربعوا على أنفسكم، إنكم لا تدعون أصم ولا غائبا، إن الذي تدعون سميعا قريبا، وهو معكم. أخرجه البخاري، وفي رواية أبي داود بلفظ:إن الذي تدعونه بينكم وبين أعناق ركابكم
Wahai saudara-saudara, kasihanilah diri kalian, kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli maupun tidak ada. Yang kalian seru adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kalian (HR. Bukhari). Dlm riwayat Abu Dawud lafazhnya sbb: “Yang kalian seru ada di antara kalian dan leher hewan tunggangan kalian”.
Tentunya hadits ini tidak berarti bahwa Allah ada di bumi, namun ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, sedangkan Dia berada di atas Arsy-Nya. Jadi, sebagaimana yg Ibnu Taimiyyah katakan dlm Aqidah Wasitiyah, makna hadits ini dan doa Nabi diatas ialah bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu.
Adapun ma’iyyah ‘aammah agaknya bukan yang dimaksud dalam konteks hadits-hadits di atas, sebab ma’iyyah ‘aammah berlaku untuk semua orang, sedangkan hadits yang antum nukil konteksnya adalah doa Nabi, yang berarti adalah ma’iyyah khaashshah yang konsekuensinya ialah memberi pertolongan dan perlindungan, dsb. Adapun ma’iyyah ‘aammah ialah spt yang Allah sebutkan dalam surah Al Hadid ayat 4. Dan inilah ma’iyyah yang berarti ilmu Allah yg meliputi segala sesuatu tanpa harus berarti memberi pertolongan, dsb. Wallaahu a’lam.
Ustadz, ana mau tanya. Masyhur dikalangan barat ketika mereka lagi marah2 mereka terkadang melontarkan ucapan [maaf] “Son Of a Bitch!” apakah ucapan ini juga termasuk tuduhan zina terhadap wanita mukmin yang baik2 jika ternyata anak tersebut [yang dikatai tadi] bukan anak hasil zina?
Menurut ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah ucapan tersebut termasuk lafazh Qadzf yang sharih (terang-terangan). karena maknanya adalah menuduh ibu orang tsb berzina. Jika ibunya telah wafat, maka si anak boleh menuntut hukuman dera 80 kali terhadap yang mengatainya. Demikianlah hukum ucapan tsb secara umum, namun dalam kasus-kasus tertentu bisa saja ucapan tsb tidak termasuk qadzf, dan penjelasannya bisa antum baca di kitab-kitab fiqih yang panjang.
Maaf stadz, ana bukan simpatisan Osama bin Laden tapi dari data yang ana dapat maka bisa ana simpulkan bahwa ana tidak sependapat dengan antum . Ana yakin bahwa Osama tidaklah terlibat. Ini didasarkan pada fakta dan analisa dari para ahli serta pengakuan Osama bin Laden sendiri.
Ini ada sumber wawancara langsung dengan Osama:
http://911review.com/articles/usamah/khilafah.html
Itu baru dari media islam, belum lagi dari media barat yang jelas2 netral dan ga ada untungnya bagi mereka untuk men-support Osama bin Laden. Coba kunjungi website dibawah ini, sungguh penuh dengan banyak bukti dan analisa tajam bahwa Osama tidak terlibat dalam maslalah WTC. Argumentasinya sangat2 kuat. Dan jika kita ingin membantah mereka maka kita pun harus menyediakan argumentasi yang sama kuatnya dan sampai saat ini ana belum mendapatkannya.
Selengkapnya lihat di: http://www.911truth.org/. Ana sarankan kepada antum [jika ada waktu] untuk membacanya.
Sekian stadz informasi dari ana, semoga bermanfaat.
ada bbrp prtanyaan lg ust,
1.dalam al fiqhul absath, imam abu hanifah -rahimahullah- mngatakan “Allah itu murka & ridha. namun, tdk dpt dsebutkan bahwa murka Allah itu siksaNya & ridha Allah itu pd pahalaNya.”
~prtanyaan: bolehkah qt beramal dgn mengharap pahala dan surga Allah ta’ala saja, apakah jika beramal dgn mengharap pahala&surga berarti mengharap ridha Allah?
2. dalam alQur’an dan Sunnah byk disebutkan ttg keutamaan sebuah amalan, misal: ditanamkan pohon/ dibuatkan rumah/ dinikahkan dgn bidadari di Surga. Namun bukankah klo qt sudah masuk surga qt bebas meminta apa saja yg kita inginkan ya ust? sbgmn firman Allah, “Mereka di dalamnya memperoleh apa yg mereka kehendaki”(QS.Qaf)
3. dlm QS.Qaf dsebutkan, “Tiada suatu ucapanpun yg diucapkanmelainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
~prtanyaan: Apakah ktk berkata & berbuat pasti berujung pd pahala atau dosa? bukankah banyak amal yg sia2 tp tdk dinilai pahala / dosa ust?
4. berkaitan dgn prtanyaan 3. bagaimana membangun niat bagi para pnuntut ilmu yg sekolah/ kuliah d instansi umum/ non-syar’i agar berujung pada buah yg manis &bukan sekedar kesia-siaan. krn yg dtuntut dsana adl ilmu duniawi/ ilmu mubah. bahkan ada pelajaran/matkul ga brguna utk kehidupan [ ini dosennya sendiri yg ngomong ust, contoh: aljabar linier].
mohon maaf klo prtanyaannya trlalu banyak ust, Jazakallah..
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Ustadz, ana mau tanya…. Bagaimana hukum Lagu Kebangsaan yang sekarang ini ada pada negara Indonesia ? Bolehkah untuk menyanyikan lagu kebangsaan tersebut ? Dan bagaimana dengan saudi arabia, bukankah negara tersebut juga memiliki lagu kebagsaan ? Jazaakallohu khiron
1.dalam al fiqhul absath, imam abu hanifah -rahimahullah- mngatakan “Allah itu murka & ridha. namun, tdk dpt dsebutkan bahwa murka Allah itu siksaNya & ridha Allah itu pd pahalaNya.”
~prtanyaan: bolehkah qt beramal dgn mengharap pahala dan surga Allah ta’ala saja, apakah jika beramal dgn mengharap pahala&surga berarti mengharap ridha Allah?
Jwb: Justru yang mengatakan bhw murka Allah= siksa dan ridha Allah = pahala itulah yang keliru, sebab murka dan ridha adalah sifat-sifat Allah yang memiliki makna tersendiri. Al Ghadhab (murka) tidak boleh ditakwilkan dengan iradatul intiqam (keinginan menyiksa/membalas), dan Ar Ridha tidak boleh ditakwilkan dengan iradatul in’am (keinginan memberi nikmat). Murka adalah murka, dan ridha adalah ridha. Sedangkan siksa dan pahala adalah akibat dari kemurkaan dan keridhaan Allah, tapi bukan murka dan ridha itu sendiri, sebab tidak semua kemurkaan berujung pada siksaan. Inilah akidah Ahlussunnah wal jama’ah, sedangkan yang menakwilkan tadi adalah kaum asy’ariyah, bukan ahlussunnah, Faham?
Beramal mengharap surga dan pahala itu diperintahkan oleh Allah sendiri, contohnya dalam QS Al Hadid ayat 21: “Saabiquu ila maghfiratin min rabbikum wa jannatin… dst” yg artinya: “berlomba-lombalah menuju ampunan Allah dan Jannah…”. Demikian pula dlm QS Aali Imran ayat 133. Lihat pula QS Al Muthaffifin: 22-26, lalu Ash Shaaffaat: 40-61 (intinya pd ayat terakhir), dan banyak lagi yg lain. Apalagi jika beralih ke hadits-hadits Nabi, maka lebih banyak lagi. Lihat saja kitab-kitab seperti At Targhib wat Tarhieb karya Al Mundziri, dan Riyadhus Shalihin karya An Nawawi. Topik kitab-kitab tsb adalah iming-iming pahala bagi yg beramal shalih, dan ancaman dosa bg yg maksiat.
Ridha Allah beda dengan pahala, dan beda dengan Surga. Tapi baik pahala maupun surga ada hubungannya dengan ridha. Ridha Allah adalah sifat-Nya, sedangkan pahala/surga adalah ciptaan-Nya. Sifat Allah adalah bagian dari Diri-Nya yang jauuuuuuuuuuuuuuh lebih berharga dan mulia daripada seluruh makhluk-Nya, apa pun itu. Karenanya, setelah Ahlul Jannah berada dlm Jannah, Allah masih menawarkan kenikmatan lain untuk mereka yg lebih dari Jannah itu sendiri, yaitu: Allah halalkan bagi mereka keridhaan-Nya sehingga Dia takkan murka kepada mereka selamanya. Barulah kemudian Allah mengizinkan mereka untuk melihat Wajah-Nya yg maha Indah… yang lebih indah dari seluruh keindahan surgawi. Sebagaimana yg tersebut dlm hadits-hadits shahih. Jadi, tidak ada kontradiksi antara beramal mengharap pahala/surga dengan beramal mengharap ridha Allah, karena memang saling berkaitan satu sama lain, meski masing-masing memiliki makna khusus. Faham?
2. dalam alQur’an dan Sunnah byk disebutkan ttg keutamaan sebuah amalan, misal: ditanamkan pohon/ dibuatkan rumah/ dinikahkan dgn bidadari di Surga. Namun bukankah klo qt sudah masuk surga qt bebas meminta apa saja yg kita inginkan ya ust? sbgmn firman Allah, “Mereka di dalamnya memperoleh apa yg mereka kehendaki”(QS.Qaf)
JWB: Betul. Memang setelah seseorang msk surga dia bebas minta apa saja yg diinginkannya, dan itu tidak bertentangan dengan pahala-pahala yang antum contohkan tadi. Allah mencontohkan pahala suatu amalan dengan ‘ditanamkan pohon’, ‘dibuatkan rumah’, dll bukan berarti tidak ada kenikmatan lain, akan tetapi karena yang diajak bicara adalah masyarakat Arab yang menganggap bahwa hal-hal tsb merupakan puncak kenikmatan yg mereka fahami. Tentunya jika Allah menyebutkan ‘diberi mobil’, ‘dibuatkan villa’ dan semisalnya, mereka tidak akan faham apa itu mobil, villa, dsb… sehingga tidak terdorong untuk mengejarnya… namun jika diberi gambaran yang bisa mereka fahami barulah mereka akan tertarik. Faham?
3. dlm QS.Qaf dsebutkan, “Tiada suatu ucapanpun yg diucapkanmelainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
~prtanyaan: Apakah ktk berkata & berbuat pasti berujung pd pahala atau dosa? bukankah banyak amal yg sia2 tp tdk dinilai pahala / dosa ust?
JWB: Ahli Tafsir berbeda pendapat dlm menafsirkan ayat di atas. Menurut Qatadah dan Hasan Al Bashri, malaikat tsb mencatat semua perkataan dan perbuatan. Sedangkan menurut Ibn Abbas ia hanya mencatat sesuatu yang mengandung pahala/dosa saja. Ibnu Katsir merajihkan pendapat yg pertama karena itulah yang sesuai dengan zhahir ayat ini. Lebih lengkapnya silakan baca Tafsir Ibn Katsir ttg ayat tsb.
Memang banyak perkataan/perbuatan yg tidak dikategorikan baik/buruk, tapi tidak tepat jika dikatakan “sia-sia”. Karena perbuatan sia-sia adalah perbuatan tercela dan bukan sifat seorang mukmin, karena menghabiskan umur tanpa mendapat kebaikan sedikitpun. Wallaahu a’lam.
4. berkaitan dgn prtanyaan 3. bagaimana membangun niat bagi para pnuntut ilmu yg sekolah/ kuliah d instansi umum/ non-syar’i agar berujung pada buah yg manis &bukan sekedar kesia-siaan. krn yg dtuntut dsana adl ilmu duniawi/ ilmu mubah. bahkan ada pelajaran/matkul ga brguna utk kehidupan [ ini dosennya sendiri yg ngomong ust, contoh: aljabar linier].
mohon maaf klo prtanyaannya trlalu banyak ust, Jazakallah..
JWB: Semua perbuatan mubah bisa bernilai ibadah bila niatnya tepat. Contoh: makan, tidur, bicara, dll. kalau seseorang makan sekedar untuk mengganjal perut yg lapar, maka makannya dihukumi mubah. Namun jika diniati sebagai sarana menjaga kesehatan badan agar tetap sehat dan semangat beribadah, maka makannya bernilai ibadah. Demikian pula dengan tidur, bicara, dll. termasuk menuntut ilmu dunia/ilmu mubah spt Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, dll… kalau niatnya untuk menggali tanda-tanda kebesaran Allah (spt Biologi dan semisalnya) maka ia bernilai ibadah, demikian pula jika diniatkan untuk menjadi muslim yg ahli di bidang tsb agar umat Islam tidak tergantung pada orang kafir, maka juga bernilai ibadah bahkan tergolong fardhu kifayah. Selain itu, seorang biologist, fisikawan, matematikawan dsb bisa membuat penemuan-penemuan berharga yang menjadi amal jariah untuknya… contohnya teori AlJabar, dsb. Jika dia meniatkan untuk seperti itu, maka usahanya tidak akan sia-sia meski akhirnya ia belum bisa mewujudkan cita-citanya… karena dia telah berusaha untuk ke sana. Begitulah kira-kira… semoga bermanfaat, wallaahu a’lam bisshawab.
Hmm… ana sudah tahu ttg hal itu. Tapi coba antum simak statement Bin Laden di sini:
Dia sangat membanggakan serangan 11/9 tsb dan mengkalkulasi berapa besar kerugian AS karenanya… yang artinya bahwa Bin Laden mendukung serangan tsb. sebab kalo tidak, mengapa dia senang dgn itu semua? dan itu ia ucapkan tak lama stlh terjadinya serangan.
Lalu simak pula link di bawah:
Ini statemen-nya Usamah tggl 11 Sept 2007 dlm rangka peringatan tragedi 11 Sept. Dia jelas-jelas mengatakan bhw 19 pemuda muslim telah berhasil meruntuhkan simbol kedigdayaan AS dengan serangan atas WTC dan Pentagon. Video ini ditayangkan oleh Reuters, tp sayang Al Jazeera hanya mencuplik sebagian saja. Tapi intinya jelas, bhw pelakunya adalah 19 orang syabab muslim menurut Bin Laden. Dan berangkat dari pernyataan inilah AS semakin menekan negara-negara asal ke-19 pemuda tsb, sehingga aktivitas dakwah banyak terhenti dan mereka yg multazim diidentikkan dengan teroris, dst…
lihat juga di sini:
dan kalo antum mau sabar nyari, akan dapet lebih banyak lagi.
Intinya, meski Bin Laden mungkin saja tidak terlibat scr langsung, tp dia memuji-muji dan menyetujui tragedi tsb… sehingga dengan sikapnya ini, AS mendapat angin segar untuk mengkambinghitamkan kaum muslimin. Kontradiksi memang, antara pernyataan Bin Laden yg antum tunjukkan (dlm bhs Inggris) dgn statemen dia yg berbahasa Arab… kalo dia mulanya menganggap itu sbg kerjaan intelijen AS, anehnya kemudian dia mengakui itu sbg kerjaan mujahidin yg berhasil mempermalukan AS dgn segala kecanggihannya…
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh.
Menyanyi bukanlah sifat kaum lelaki. Lagu-lagu kebangsaan yg ada di mana-mana adalah pengaruh faham nasionalisme yg ditanamkan musuh-musuh Islam guna memperlemah ikatan iman dan akidah, dan memperkuat ikatan kebangsaan yg tidak memperhatikan masalah iman.
Arab Saudi juga punya lagu kebangsaan tapi ana tidak pernah denger bagaimana liriknya… ala kulli haal, ukuran kebenaran bukanlah Arab Saudi atau yg lainnya, Saudi juga punya kelemahan dalam berbagai sisi, meski dialah satu-satunya negara yg sejak berdri (th 1319 H) hingga kini masih mengangkat syari’at Islam sebagai UUD-nya. Kita berdoa supaya Allah memperbaiki segala kekurangan negara ini dan menjadikan negara-negara lainnya mengikuti Saudi dlm hal penerapan syariat Allah, terutama dlm memperjuangkan tauhid dan membasmi syirik. Amin.
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Ustadz, Bagaimana penjelasan mengenai hukum orang yang bekerja di kantor Perpajakan? Apabila dilarang, tolong jelaskan tentang Dalilnya ? Kemudian bagaimana solusi yang baik apabila kita terlanjur bekerja di tempat tersebut ? Apakah dalam hal ini ada jenis kantor perpajakan yang diperbolehkan ? Bila ada tolong jelaskan syarat-syaratnya ? Jazaakallohu Khoiron
Assalaamu’alaykum. Ustadz, ana mau tanya. Apa ada dalil yang sharih bahwa ihsan itu tingkatannya lebih tinggi dari iman. Sebab selama ini [karena minimnya jelajah baca ana atau ana memang pelupa] yang ana temukan hanya dalil tentang lebih tingginya iman diatas islam yakni Al-Hujuraat:14. Nah, bagaimana dengan ihsan atas iman stadz?
Wa’alaikumussalaam warohmatullahi wabarakaatuh.
Perlu diketahui, bahwa pajak dalam Islam adalah: pungutan yang diambil oleh pemerintah dari rakyatnya, karena kondisi tertentu yang mengharuskan pemerintah melakukannya, dan tanpa imbalan tertentu yang diterima oleh pemberi pajak.
Pengertian pajak dlm Islam ini tentunya berbeda dengan pajak yang berlaku hari ini di hampir seluruh dunia. Pajak yang berlaku sekarang sifatnya kontinyu, sedangkan pajak dalam Islam sifatnya temporer sesuai desakan situasi dan kondisi, dan berakhir dengan berakhirnya sikon tsb.
Hukum pajak sendiri masih diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian mengharamkan dan sebagian lagi membolehkan. Yang lebih rajih ialah pendapat yang membolehkan dengan syarat bahwa pajak tsb ditarik karena negara tidak memiliki anggaran yg cukup untuk melakukan hal-hal yang membawa kemaslahatan rakyatnya. contohnya untuk pembangunan jembatan, pengairan, biaya perang (jihad), dan lain-lain. Dalil mereka yg membolehkan adalah QS. al-Baqarah: 177, dan beberapa hadits shahih serta atsar dari para sahabat.
Nah jika kas negara memang tidak mencukupi untuk melakukan hal-hal tsb, maka saat itu negara boleh menarik pajak hingga proyek-proyek tersebut terlaksana. Tapi berhubung negara kita bukan negara Islam, dan pajak yang ditarik juga tidak jelas penggunaannya (alias mungkin juga dipakai untuk membiayai proyek-proyek batil), maka yang lebih aman ialah jangan bekerja di kantor pajak. Contoh proyek batil ialah pembangunan makam Gus Dur, pemugaran candi-candi, pembangunan bank-bank ribawi, obyek-obyek wisata yang menjadi ajang maksiat, dan banyak lagi lainnya.
Saya tidak tahu apakah ada kantor perpajakan yang hanya menarik pajak hanya bila negara tidak punya kas, dan bersifat temporer, serta untuk tujuan yang mubah (bukan hal-hal yang batil)? Kalo memang ada ya silakan bekerja di sana, tapi ana rasa tidak ada.
Wallaahu a’lam bisshowab.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Khaifa haluka ya ustadz? Ustadz, ana mau tanya…. Bagaimana apabila imam lupa jumlah rekaat sholatnya, kemudian makmum mengingatkan dengan bertasbih. Apakah dalam hal ini imam harus melaksanakan sujud syahwi yang kemudian diikuti makmum? ataukah tasbih yang diucapkan makmum tersebut sudah termasuk pengganti lupa imam? Jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahamtullah wabarakaatuh. Alhamdulillah khair. hukum sujud sahwi tergantung kesalahan yang dilakukan. jika berupa meninggalkan hal yang disunnahkan maka hukumnya sunnah, jika berupa meninggalkan kewajiban maka hukumnya wajib, kalau ragu-ragu maka disunnahkan pula. Namun jika yang ditinggalkan berupa rukun shalat, maka sujud sahwi tidak bisa menambalnya, alias dia harus mengulang rokaat yang salah satu rukunnya terlupakan tadi.
Jika imam lupa jumlah rokaat, misalnya pada rokaat ketiga dlm sholat 4 rokaat dia tetap duduk setelah sujud yg kedua krn mengira itu sebagai rokaat keempat, dan ia sempat membaca attahiyyat, lalu makmum bertasbih dan dia bangun kemudian menyempurnakan shalatnya, maka dia tidak wajib melakukan sujud sahwi setelah itu. Namun jika ia bangun dari rokaat kedua tanpa duduk tasyahhud, lalu diingatkan oleh makmum setelah ia sempurna berdiri, maka ia harus melanjutkan rokaat ketiga tsb dan jangan kembali duduk. Baru setelah selesai membaca attahiyyat di rokaat keempat dia sujud sahwi dua kali lalu salam. Dalam hal ini sujud sahwi hukumnya wajib walaupun ia telah diingatkan oleh makmum, karena dia melupakan salah satu wajib shalat, yaitu duduk tasyahhud awal, dan dia baru ingat setelah masuk ke rokaat berikutnya. Namun dalam kondisi yang pertama dia tidak wajib sujud sahwi karena dia diingatkan oleh makmum pada waktunya. dia hanya disunnahkan untuk sujud sahwi karena melakukan bacaan/gerakan tambahan yang tidak pada tempatnya.
Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Ustadz, apakah pelaksanaan aqiqah dikatakan gugur alias tidak wajib apabila waktunya melewati dari hari yang ke 21 ? Kemudian bagaimana apabila orang tua si anak belum berkemampuan, bolehkan melaksanakan aqiqah pada saat dia mampu meskipun waktunya 2 atau 3 tahun kemudian? Terus bolehkah timbangan rambut si bayi yang disodaqohkan seharusnya emas diganti dengan uang ? Serta tolong jelaskan mengenai dalil yang berhubungan dengan kelahiran si bayi, apakah di adzankan ataukah dengan cara yang lain ? Jazaakallohu khoiron.
assalamu’alaikumwarohmatullohi wabarokatuh:
sekedar saran ustadz, bagaimana jika rubrik tanya jawab ini di kelompokkan berdasarkan bidang masing2. sebab terlalu banyak bertumpuk ke bawah dan bikin pusing bacanya.
jazakallah
assalamu’alaikumwarohmatullohi wabarokatuh:
ustadz saya mau menanyakan tentang asal muasal syiah
yaitu apa benar Khalifah Ali bun abi thalib radiyallahu’anhu menghukum bakar orang2 yang mengkultuskan beliau?
bukankah hukuman dengan cara dibakar itu adalah hak Allah?
mohon penjelasannya
terimakasih
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh.
Yang terkenal dalam sejarah memang seperti itu, tapi benar-tidaknya wallahu a’lam… namun kemungkinan beliau belum mendengar hadits yg melarang menyiksa dengan api. Dan ketika berita pembakaran tsb didengar oleh sahabat yg lain (kalo ga salah Ibn Abbas), beliau tidak membenarkan cara tersebut… wallahu a’lam.
Bismillahirrohmaanirrohiim. Ustad,bagaimana caranya mengukur baiknya diin seseorang,apakah jebolan ma’had bisa jadi jaminan?syukron.
atau mungkinkah karena beliau (ali bin abi thalib) dikultuskan/dipertuhankan, maka beliau berijtihad.kalau demikian adanya maka beliau berhak membakar orang2 rafidh yang menuhankan beliau?
Wah itu ga bisa jadi ukuran mutlak, yang lulus saja belum tentu apa lagi yg jebolan… cara mengukur yg benar ialah dengan mencocokkan antara perilaku, akidah, dan ibadah orang tsb dengan ajaran agama… kalo cocok ya dia berarti baik diinnya, kalo gak ya tidak demikian. Intinya anda sendiri harus belajar diin terlebih dahulu baru bisa menilai orang lain… kalo anda masih awam dlm masalah agama, ya bertanyalah kepada org yg tahu agama.
Wah itu jelas analisa yg keliru… karena konsekuensinya beliau meridhai diperlakukan spt itu. bukan begitu akhi, tp itu karena semata-mata ijtihad beliau tanpa dan bukan karena merasa dipertuhankan sehingga membolehkan dirinya menyiksa dgn api.
terimakasih atas penjelasannya, kebingungan saya terjawab
semoga ustadz tidak bosan dalam menjelaskan kebenaran kepada saya.
Ada lagi hal masih membuat saya bingung ustadz,
syubhatnya begini,
“mengusulkan nama-nama calon (pemimpin) yang akan dipilih, adalah sesuai sunnahnya pemilihan khalifah Utsman bin affan radhiyallaahu ‘anhu. ”
hal ini, dijadikan alasan bagi hizbut tahrir bahwa bisa mengangkat khalifah bisa dengan cara seperti yang ada dalam Rancangan Undang-undangnya yakni sbg berikut.
… tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak…. Lihat Selengkapnya
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya
tolong jelaskan ustadz.
jazzakallah
Bismillah
Saya pernah baca artikel tentang Hadits riwayat tirmidzi yang menyebutkan shodaqoh dengan perak seberat rambut bayi yang dicukur ketika aqiqah, dinyatakan dho’if, karena sanadnya terputus (munqothi’) yaitu Abu Ja’far bin Muhammad tidak sezaman dengan Ali bin Abi Tholib. Benarkah hadits ini dho’if sementara banyak para ulama yang menfatwakan untuk bershodaqoh dengan perak tersebut, Atau mungkin ada hadits lain yang menjadi penguat?
Mohon penjelasannya
afwan ust. ana mau tanya:
kalo kita dikasih makanan selamatan kematian, padahal kita tdk mendatanginya, apa boleh kita makan? mengingat kebanyakan kaum muslimin ketika menyembelih niatnya sebagai sedekah dari si mayit. mohon dijawab.
jazakalloh khoiro
Komentar saya: Kalau memang Undang-undang mereka bunyinya seperti itu (saya tidak pernah baca selengkapnya), maka ada beberapa hal yang perlu dicermati sbb:
1-Yang mereka bahas ialah cara pengangkatan Khalifah, ingat ya: “KHALIFAH”. dan ini memerlukan kriteria yg CUKUP BERAT, dan harus memenuhi 10 SYARAT (dlm kondisi ideal, bukan dlm kondisi darurat):
* Harus Muslim
* Harus laki-laki
* Harus orang merdeka
* Harus baligh
* Harus tergolong mujtahid dalam agama (orang jahil dan orang alim yg taklid tidak sah jadi khalifah. ini berdasarkan ijma’)
* Harus adil (orang fasik tidak sah)
* Harus kapabel dan mumpuni dalam mengatur negara dalam berbagai bidangnya (mengerti masalah peradilan, syari’at, jihad, politik dll).
* Harus sehat pendengaran, penglihatan dan bisa bicara.
* Harus pemberani (kalo penakut ga layak jd pemimpin), dan
* Harus keturunan Arab dari Suku Quraisy.
semua kriteria ini ada dalilnya dari Al Qur’an, Sunnah, ijma’ maupun qiyas. Bila salah satunya tidak terpenuhi maka tidak layak dicalonkan menjadi khalifah…. Semuanya telah dibahas oleh para ulama dan terus terang, ADAKAH DARI HIZBUTTAHRIR YG MEMENUHI SYARAT???!!!
Tapi kalo sekedar menjadi pemimpin –bukan khalifah/amirul mukminin– maka tidak seketat itu, dan bergantung pada bidang yg diaturnya. Intinya dia harus amanah dan ahli di bidang tersebut.
2. Penentuan Khalifah semacam itu tidak diserahkan kepada kaum muslimin secara umum, tapi diserahkan kepada ahlul halli wal ‘aqdi, yakni tokoh-tokoh kaum muslimin yg terpandang dari segi ilmu, ketakwaan, dan pengaruh, dan mereka yg punya wewenang untuk membaiat maupun mencopot seorang pemimpin. Di Masa Umar, hal ini diserahkan kepada enam orang yg merupakan sahabat paling mulia, agar mereka berembug untuk mengangkat salah seorang dari mereka sebagai khalifah, tapi ingat: masing-masing dari enam orang tadi memenuhi kesepuluh syarat di atas. Hingga ketika pilihan yang tersisa hanya Utsman atau Ali, barulah Abdurrahman bin Auf mengadakan jajak pendapat di kalangan tokoh-tokoh sahabat lainnya yg ada di madinah… dan mereka mendahulukan Utsman.
3. Khilafah bukanlah tujuan tapi wasilah. Keliru pabila mereka menganggap khilafah sebagai target… target sesungguhnya adalah memurnikan ibadah kepada Allah dan menegakkan syariat-Nya. Jika memang kondisi dan SDM mendukung berdirinya kekhalifahan, maka itulah sarana terbaik untuk mewujudkan tauhid dan syariat. Tapi jika tidak, maka tidak harus lewat khilafah, tapi bisa dengan negara Islam yg dipimpin oleh pemimpin Islam (bukan Khalifah/amirul mukminin). Contohnya seperti Daulah Su’udiyyah I (th 1151- 1233 H), lalu Daulah Su’udiyya II (th 1240-1309 H) dan Kerajaan Arab Saudi yg ada sekarang (th 1319 H -…), meskipun memiliki banyak kelemahan di sana-sini, tapi inilah satu-satunya negara di dunia yg menjadikan tauhid sbg misi utamanya, dan syari’at Islam sbg UUD-nya. Wallahu a’lam bisshawab.
Perlu kita ketahui bahwa acara selamata kematian adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu dhlolalah meski zhahirnya nampak baik. Kalau Anda adalah orang yg terpandang di masyarakat, dan sikap anda menjadi teladan bagi orang lain, maka tolaklah makanan tsb dengan baik-baik sebisa mungkin, dan jelaskan bhw itu perbuatan bid’ah yg dibenci dlm agama… Namun jika anda khawatir timbul fitnah dgn penolakan tsb, maka pakailah siasat lain yg intinya menunjukkan bhw anda TIDAK menyetujui acara tsb.
Tapi kalo anda bukan orang panutan di masyarakat, dan sikap anda tidak ada pengaruhnya thd orang lain. maka ya silakan diterima.
Adapun makanannya sendiri insya Allah tetap halal selama yg menyembelih seorang muslim dan tidak mengandung unsur-unsur yg diharamkan, spt sesajen, dan semisalnya.
Wallahu a’lam.
Dalil dalam masalah ini ada banyak, tidak hanya riwayat tirmidzi, tapi ada riwayat Abdurrazzaq, riwayat Imam Malik, dll yg walaupun jika dilihat satu-persatu meman tidak ada yg bebas cacat, tapi jika digabungkan akan saling menguatkan. dan inilah yg menjadi landasan sebagian ulama spt Imam Ahmad, Ibnul Qayyim, dll untuk menganjurkan hal tsb. Anda bisa baca lebih lengkap di buku Ibnul Qayyim yg berjudul: Tuhfatul Maudud bi Ahkaamil Maulud, saya rasa sdh diterjemahkan dlm bahasa Indonesia. Wallahu a’lam
assalamu’alaikum ustadz,semoga Allah menjaga anda
di sebuah artikel dlm blog seorang ikhwan dituliskan bahwa pengangkatan khalifah ada 4 cara:
1. Adanya penegasan dari nash.
2. Pemilihan dan baiat dari ahlul-halli wal-’aqdi.
3. Penunjukan yang dilakukan oleh khalifah sebelumnya
4. Penaklukan atau pemaksaan.
selengkapnya ada dalam
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/01/pengangkatan-khalifah-dialog-dengan-ht.html
ketika hal ini disampaikan pd saudara kita aktivis HT,
mereka mengatakan,
1. sistem penunjukan, berarti melegitimasi sistem kerajaan
2. sistem penaklukan dan pemaksaan berarti mengakui Raja mongol sebagai khalifah.
mohon ustadz jelaskan syubhat ini.
berdasarkan penjelasan ustadz sebelumnya ada 10 kriteria yang dipegang dalam menunjuk khalifah, berdasarkan kriteria jelas raja mongol bukan khalifah
namun apakah yang terjadi pada saat itu?
jazzakallah atas ilmu yang diberikan
assalamu’alaikum ustadz
ada hal mendasar yang belum saya ketahui,
dalam kajian fiqih, sering disebut istilah
‘sepakat jumhur ulama”
pertanyaannya,
Apakah yg jumhur ulama itu?
apakah hanya mencakup imam fiqh yang 4?
Ya akhi… Masalah penunjukkan itu dilakukan oleh Manusia paling baik setelah para Nabi dan Rasul, yaitu Abu Bakr ash Shiddiq, dan yg ditunjuk pun juga sangat-sangat-sangat mumpuni untuk jadi khalifah. Para sahabat juga ijma’ thd pengangkatan Umar bin Khattab, dan ini merupakan sunnah khulafa’urrasyidin sekaligus ijma’nya para sahabat. Pusing amat antum dgn HT… mereka mau setuju/enggak itu terserah mrk. Sunnah tetap sunnah.
Jawaban orang HT tsb menunjukkan kedangkalan ilmunya, nt jangan mau diskusi kalo cuma akal-akalan gitu, harus pake dalil yg jelas.
Ana sdh jelaskan bhw khilafah itu bukan tujuan, tapi sarana…. kalo mereka beda lagi. Bagi Ahlussunnah, selama Raja bisa mengatur negara dgn baik, menegakkan agama Allah, dan tidak melakukan hal-hal yg secara syar’i menyebabkannya kufur; maka rakyatnya wajib ta’at meskipun dia zhalim. Yang terjadi setelah wafatnya Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah sistem kerajaan, karena kekuasaannya dipegang secara turun temurun. Pun demikian, ternyata Islam tetap berkembang pesat dan meluas terus kekuasaannya… kalau pun ada beda pendapat antara sejumlah sahabat dan tabi’in dgn beberapa khalifah Bani Umayyah, maka itu sifatnya ijtihadi. Namun setelah itu mereka sepakat untuk tidak memberontak kpd penguasa zhalim karena hal itu hanya mendatangkan madharat yg lebih besar.
Tidak semua penaklukan harus diakui, tapi penaklukan yang bisa mengembalikan stabilitas negara lah yang diakui. Karenanya, ketika Sahabat Abdullah bin Zubeir masih berselisih dengan Yazid bin Muawiyah, dan terus berlanjut hingga Abdul Malik bin Marwan berhasil menundukkannya dan mengambil alih kekuasaan; barulah tokoh-tokoh sahabat seperti Ibnu Umar memberikan baiatnya kpg Abdul Malik. Bahkan Ibnu Umar menulis surat resmi yg berisi baiat diri dan anak-anaknya thd Abdul Malik. Sebelumnya beliau tidak membaiat yazid maupun Ibnu Zubeir, krn masing-masing belum bisa mengembalikan stabilitas negara.
Oleh sebab itu, Nabi berulang kali menegaskan masalah taat kpd pemimpin tanpa mempersoalkan dgn cara apa dia naik tahta… Karena hanya dengan taat kpd pemimpin lah umat ini bisa bersatu dan kuat menghadapi musuh2nya (tentunya dgn aturan2 ttt, bukan taat scr mutlak)… tp kalo kita disibukkan dgn merongrong dan merebut kekuasaan… maka akan terjadi perang saudara yg tidak selesai-selesai antara rakyat dan pemerintahnya yg sama-sama muslim. Spt yg terjadi di zaman Ali, Mu’awiyah, Yazid, Mirwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Mirwan…
Para ulama mengatakan bhw jika kondisi memungkinkan kita untuk memilih pemimpin dgn 10 kriteria tadi, maka itulah yg harus dilakukan. Tapi jika tidak memungkinkan, spt yg lebih sering terjadi sejak zaman Daulah Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Utsmaniyah dst… maka inilah yg disebut kondisi darurat, yg kita diperintahkan oleh Nabi untuk menaati siapa saja yg menjadi waliyyul amr (penguasa kaum muslimin), demi kemaslahatan yg lebih besar yaitu menjaga eksistensi umat dll. Jadi harap dibedakan antara kondisi ideal dan kondisi darurat. 10 syarat tadi hanya berlaku dlm kondisi ideal.
Raja Mongol siapa yg dimaksud?
Perlu dibedakan antara membaiat seseorang sbg pemimpin dengan sekedar tidak memberontak kepadanya. Tidak berarti jika seseorang tidak memberontak kpd pemimpin lantas dia mengakuinya sebagai waliyyul amr… kalaulah ada orang HT yg skrg tinggal di negara2 kafir spt AS, Inggris, Jepang, dll apakah dia akan memberontak kpd penguasa2 negara tsb? Kalo ga brontak apakah mrk mengakui penguasa2 tsb sbg waliyyul amri mrk?
Tapi justru sikap inilah yg dibenarkan oleh misi syari’at yg selalu bertujuan membawa kemaslahatan bg umat dan menolak kemudharatan. Demikian pula yg dilakukan oleh para ulama ketika ‘Raja Mongol’ (?) tsb berkuasa, mrk tidak memberontak kpdnya karena tidak adanya kekuatan untuk itu… dan bila pemberontakan dilakukan oleh pihak yg lemah kpd pihak yg kuat, siapa yg rugi? siapa yg binasa? Gitu aja kok repot…
jazakumulohu khoiro ya ustadz atas jawabannya, semoga Alloh memberkahi ustadz dan menjadikan bermanfaat bagi islam dan kaum muslimin
Sebetulnya jawaban ustadz Abul Jauza’ sdh sangat jelas dan ilmiah. adapun tanggapan aktivis HT dlm poin pertama, maka jawabannya adalah: Bahwa sistem kerajaan sekalipun, jika bisa mewujudkan keamanan, stabilitas, dan tegaknya hukum Allah; maka syariat memerintahkan kita untuk menaatinya. Bukankah para Khalifah Bani Umayyah (stlh Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu) dan Bani Abbasiyah hampir seluruhnya dipilih lewat penunjukkan oleh khalifah sebelumnya? Kenapa kok para ulama tenang-tenang saja dan tidak ada yg protes ya…? Jwbnya: karena khilafah bukanlah tujuan, tapi sarana… kalo HT sebaliknya.
Adapun tanggapan HT poin kedua, maka jawabannya ialah:
1-Siapa Raja Mongol yg dimaksud? Hulagu khan atau siapa?
2-Perlu dibedakan antara mengakui seorang penguasa sebagai waliyul amr kaum muslimin, dengan sekedar berada dalam kekuasaan seorang penguasa tanpa membaiatnya. Yang terjadi pada penguasa Mongol yg menjatuhkan khilafah Abbasiyah kala itu adalah tipe kedua, bukan tipe pertama. Artinya, kondisi kaum muslimin yg lemah kala itu memaksa mereka untuk berada di bawah kekuasaan Si Raja Mongol, tapi tidak berarti membaiatnya sbg Raja/Pemimpin kaum muslimin. Hal ini seperti ketika seorang muslim tinggal di negeri Kafir (AS, Inggris, China, dsb), maka dia berada dlm kekuasaan orang kafir padahal dia tidak membaiat kepala negara tempat dia tinggal khan? krn kepala negara tsb tidak mungkin sah menjadi waliyul amr kaum muslimin.
3-Ahlussunnah mengatakan bhw setiap penguasa yg mengambil alih kekuasaan dgn kekuatan senjata, lalu bisa mengembalikan stabilitas negara seperti sedia kala, maka ia wajib ditaati jika ia muslim. Ini namanya kondisi darurat, jadi yg mimpin tidak hrs memenuhi 10 syarat khalifah semuanya, tapi cukup sebagiannya. Spt yg terjadi pada Kerajaan Saudi Arabia dgn raja-rajanya sejak thn 1151 H sampai hari ini… setiap raja yg berkuasa sejak waktu itu tidak ada yg memenuhi ke-10 syarat khalifah tsb… tapi hanya sebagian, dan tiap raja beda-beda kualitasnya (meskipun dulu mereka bergelar Imam, bukan raja. Gelar raja baru dipakai sejak berdirinya daulah Su’udiyah ketiga, yg didirikan thn 1319 H oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Sa’ud, bapak raja2 Saudi hari ini). Tapi yg jelas mereka semuanya bukan mujtahid dan bukan keturunan Quraisy. Pun demikian para ulama tetap menganggap mereka sebagai waliyul amr, dan mrk menegakkan hukum Allah di wilayah kekuasaannya, dan bisa mengendalikan pemerintahan dgn baik (meski tetap banyak kekurangan di sana-sini), tapi yg paling penting ialah tauhid tetap terjaga. Kerajaan, kekhalifahan, atau yg lain sekedar sistem pemerintahan untuk mewujudkan tauhid; bukan suatu keniscayaan dan jalan satu-satunya…
Begitu kira-kira… wallahu a’lam.
Jadi, ke-10 syarat khalifah yg ana sebutkan sebelumnya, hanya berlaku dalam kondisi ideal ketika kaum muslimin memiliki pilihan untuk mengangkat seorang khalifah. Namun dalam kondisi darurat (spt saat terjadi kudeta dan perebutan kekuasaan), maka syarat2nya beda lagi. Cukup yg berkuasa seorang muslim dan dia bisa mengembalikan stabilitas negara, lalu menegakkan hukum Allah; maka jadilah ia waliyyul amr kaum muslimin yg wajib ditaati selama tidak memerintahkan untuk maksiat.
Adapun penguasa-penguasa muslim yg tidak menegakkan hukum Allah, mk tidak boleh kita sikapi dgn pemberontakan frontal spt cara-cara khawarij, tapi sikapilah dgn hikmah, dengan dakwah dan penjelasan yg baik. Kalo mereka membikin peraturan yg tidak bertentangan dgn syariat maka kita taati, tp kalo bertentangan tidak usah ditaati. sembari kita terus mendakwahi masyarakat agar kelak terwujudlah masyarakat islami yg merupakan cikal bakal negara islam. Meski ini proyek yg lama, tapi inilah yg pasti berhasil asal dijalankan secara benar… sebab inilah proyek para Nabi. Wallahu a’lam.
Aamiin, wa iyyaak.
assalamu’alaikum ustadz, terima kasih atas jawaban yang memuaskan
tentang pernyataan HT yang mempertanyakan status raja mongol, dia tidak menyebutkan. tapi ana menangkap maksudnya hulaghu khan
afwan ustadz, nanya lagi, semoga dahaga ana yang kebingungan bisa terobati. karena seperti yang ustadz bilang, “bingung adalah awal untuk mencari kebenaran.”
saya langsung cantumkan saja, perkataan orang HT ini, supaya saya gak salah :
dia bilang;
Mengenai Daulah Su’udiyyah .harus diliat dulu konteksnya ,waktu itu kan sudah ada daulah ustmani lalu mengapa org2 di jazirah arab membikin daulah sendiri lagi padahal sebagaimana hadist Rasul:
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang paling akhir dari keduanya (HR Muslim)
Mengenai persyaratan seorang khalifah harus dr suku quraisy mohon cantumkan dalilnya.
(saya tambahkan pertanyaannya ustadz, mohon disampaikan syarah dan penelitiannya dan verivikasinya)
semoga tidak merepotkan ustadz
syukron
Jwb: Ttg Daulah Su’udiyyah, perlu diketahui bahwa wilayah Nejed saat itu (yg sekarang meliputi Riyadh dan sekitarnya) tidak tunduk pada kekuasaan Utsmani. Wilayah tsb saat itu terbagi dalam beberapa daerah yg masing-masing dipimpin oleh seorang Emir. Intinya, secara umum wilayah Nejed kala itu tidak terjamah oleh kekuasaan Turki Utsmani. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya wakil Daulah Utsmaniyah yg memerintah di sana. Bukti lain yg menguatkan hal ini ialah dengan meneliti sebuah surat resmi dari Khilafah Turki Utsmani yg berjudul (قوانين آل عثمان مضامين دفتر الديوان) yg ditulis oleh Yamin Ali Afandi yg menjabat sbg (أمين للدفتر الخاقاني) –semacam sekretaris negara– tertanggal tahun 1018 H/ 1609 M. Isi surat itu menunjukkan bahwa Daulah Utsmaniyah sejak awal abad ke-11 H telah terbagi dalam 32 propinsi, 14 di antaranya adalah propinsi Arab dan wilayah Nejed tidak masuk ke dalamnya kecuali daerah Ahsa’, itupun jika Ahsa’ dianggap bagian dari Nejed
(Lihat: عقيدة الشيخ محمد بن عبد الوهاب وأثرها في العالم الإسلامي، للشيخ صالح العبود، 1/40-41).
Selain itu, Daulah Utsmaniyah setelah kalah melawan Austria, Rusia, dan Venesia pada awal abad 12 H (sebelum munculnya dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab dan Daulah Su’udiyah 1), kekuasaannya makin melemah shg tidak bisa lagi melindungi wilayah-wilayah kekuasaannya melawan Negara-negara Nasrani tsb. Akhirnya pihak Utsmani menandatangani perjanjian Karlovtski th 1110 H/1699 M yg merupakan pernyataan kekalahan Utsmani thd musuh2nya, sehingga mereka menjadi tamak untuk mengambil alih wilayah2 kekuasaannya dan menghapus kekhalifahan secara total. Sebab itu, Sultan Utsmani mereka juluki dgn “The Sick Man” (lelaki sakit). Kekuasannya pun tinggal nama saja, karena yg mengendalikan negara ialah para wazir yg asal-usulnya dari Eropa, dan ada pula yg dari Yahudi Dunma, Mason, dan Salonica yang pura-pura menjadi muslim, dan terkesima dengan pemikiran Nasrani dan faham kebangsaan (qoumiyah) dan sekulerisme.
Lebih dari itu, Daulah Utsmaniyah merupakan pendukung tasawuf dgn berbagai tarekatnya yg telah menyimpang jauh dari Islam, bahkan sebagian tarekat tadi telah tercampuri ajaran kependetaan ala Nasrani, mengadakan tari-tarian, lagu-lagu, dan sebagian lagi tercampuri budaya Hindu-Persia-Yunani, dengan keyakinan hululiyah dan wihdatul wujud-nya.
Daulah Utsmaniyah konon menganggap berbagai tarekat tadi sebagai inti agama, dan sultan-sultannya demikian tunduk kpd para sufi dan mengagungkan mereka. Ditambah lagi dengan banyaknya kuburan, kubah, dan tempat ziarah yg dikeramatkan, serta dijadikan ajang kemusyrikan di berbagai wilayah kekuasaan Turki Utsmani.
Demikianlah keadaan Daulah Utsmaniyah sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan berdirinya Daulah Su’udiyyah 1. Itulah Daulah kaum muslimin yg dianggap paling besar di masanya, dan para sultannya dianggap khalifah kaum muslimin, dan daulahnya dianggap daulah Sunni, di mana kaum muslimin tidak memiliki daulah yg lebih luas darinya pada masa itu, yakni sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (lihat: idem, hal 43-45).
Bukti lain akan benarnya sikap Syaikh Muh bin Abdul Wahhab dan Muh bin Sa’ud terhadap Daulah Utsmaniyyah, dan bahwasanya beliau tidak ragu kalau wilayah dakwahnya berada di luar kekuasaan Daulah Utsmaniyah adalah: sebuah surat yg beliau kirimkan kepada Fadhil Al Mazyad, kepala Suku Badui di Syam (Suriah). Beliau berkata kepadanya dlm surat tsb:
إن هذا الذي أنكروا علَيَّ، وأَبْغَضُوني، وعادَوني من أجله إذا سألوا عنه كل عالم في الشام أو اليمن أو غيرهم، يقول: هذا هو الحق وهو دين الله ورسوله، ولكن ما أقدر أن أُظْهِره في مكاني لأجل أن الدولة ما يرضون، وابن عبد الوهاب أظهره؛ لأن الحاكم في بلده ما أنكره، بل لما عرف الحق اتبعه..
“Dakwahku yang mereka ingkari, benci, dan musuhi ini; sesungguhnya jika mereka tanyakan ke setiap Alim yg ada di Syam, Yaman, atau yg lainnya, pasti si Alim akan mengatakan bahwa itulah kebenaran sesungguhnya, dan itulah ajaran Allah dan Rasul-Nya… akan tetapi aku tak dapat memunculkan kebenaran tsb di daerahku karena Daulah Utsmaniyah tidak akan merestui; sedangkan Ibnu Abdil Wahhab dapat memunculkannya sebab penguasa di daerahnya tidak mengingkarinya, bahkan ketika si penguasa tadi mengetahui kebenaran ia justru mengikutinya..”. (lihat: مجموعة مؤلفات الشيخ محمد بن عبد الوهاب 3/19).
Kalau ada yg mengatakan bahwa ini semata hanya pembelaan para pengikut Syaikh Ibn Abdil Wahhab, maka simaklah pernyataan sejarawan Barat yg bernama Jackelin Beirin berikut:
ولكن شبه الجزيرة العربية ظلت ممتنعة على الفتح التركي بفضل صحرائها التي هلكت فيها عطشا الجيوش التي وجهها السلطان سليمان سنة 1550 م
Akan tetapi jazirah Arab tetap belum bisa ditundukkan oleh Invasi Turki karena gurun pasirnya pernah membinasakan pasukan yg dikirim oleh Sultan Sulaiman th 1550 H, dengan mati kehausan di sana.
lihat: ( دعاوي المناوئين لدعوة الشيخ محمد بن عبد الوهاب ص 306) penulisnya menukil statemen ini dari buku berjudul “Iktisyaf Jaziratil Arab” tulisan Jackelin yg diterjemahkan ke bahasa Arab oleh Qadri Qal’aji, cet. Daarul Kitab al-Arabi, beirut, hal 24.
Bahkan Daulah Su’udiyah senantiasa menghindari kontak senjata langsung dengan Pihak Utsmani. Sikap mereka ialah sebagai pelaku amar ma’ruf nahi munkar tanpa merongrong kekuasaan Turki Utsmani. Sebab itu, ketika dakwah mereka merambah ke wilayah Mekkah yg kala itu dikuasai oleh Asyraf di bawah naungan Turki Utsmani, mereka tidak mengambil alih kekuasaan dari tangan Asyraf (yakni keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib), bahkan membiarkan kaum Asyraf sebagai penguasa Mekkah (idem, hal 307).
Jadi jelas sekali bahwa tuduhan memberontak kpd Khalifah yg ada saat itu adalah keliru dan tidak terbukti secara syar’i, geografi, maupun fakta. Bai’at yg diberikan kepada Muhammad bin Sa’ud juga bukan bai’at Khilafah, tapi sekedar Imam atau kepala di daerah kekuasaannya, demikian pula keturunan2 beliau, semuanya tidak ada yg memakai gelar khalifah maupun sultan, sehingga bisa dikatakan ‘menyaingi’ khalifah/sultan Turki Utsmani. Jadi, menjatuhkan hadits tsb kepada mereka adalah sikap keliru dan tidak obyektif.
Adapun dalil bahwa seorang khalifah harus dari Suku Quraisy dapat dilihat di Shahih Muslim, Kitabul Imarah, bab yg pertama, yaitu (باب: الناس تبع لقريش والخلافة في قريش) Imam Muslim lantas menyebutkan 12 hadits dari sejumlah sahabat, dgn berbagai lafazh yg di antaranya:
الناس تبع لقريش في هذا الشأن مسلمهم لمسلمهم وكافرهم لكافرهم، وفي رواية: الناس تبع لقريش في الخير والشر، وفي رواية: لا يزال هذا الأمر في قريش ما بقي من الناس اثنان.
Artinya: Orang-orang senantiasa mengikuti Quraisy dalam perkara ini (yakni kepemimpinan, khilafah, dsb). Yang muslim dari mereka mengikuti yg muslim dari Quraisy, dan yang kafir dari mereka mengikuti yg kafir dari Quraisy. Riwayat lain mengatakan: Orang-orang senantiasa mengikuti Quraisy dalam kebaikan maupun keburukan. Riwayat lainnya: Perkara ini (kepemimpinan dll) senantiasa berada di tangan Quraisy selama masih tersisa dua orang.
Dalam syarah-nya Imam Nawawi mengatakan:
قال النووي رحمه الله في شرحه: هذه الأحاديث وأشباهها دليل ظاهر أن الخلافة مختصة بقريش، لا يجوز عقدها لأحد من غيرهم. وعلى هذا انعقد الإجماع في زمن الصحابة فكذلك بعدهم. ومن خالف فيه من أهل البدع، أو عرض بخلاف من غيرهم، فهو محجوج بإجماع الصحابة والتابعين فمن بعدهم بالأحاديث الصحيحة… إلخ.
Hadits-hadits ini dan yg semisalnya merupakan dalil yg dhahir bahwasanya khilafah khusus bagi suku Quraisy dan tidak boleh diberikan kepada selain mereka. Inilah yg menjadi ijma’ di masa sahabat, demikian pula setelah mereka. Siapa yang mengingkarinya dari kalangan ahli bid’ah, atau berdalih dengan adanya perselisihan dari selain mereka; berarti telah menyelisihi ijma’ sahabat, tabi’in dan yg setelahnya; yang berdasar kepada hadits-hadits shahih… (lihat Syarh Shahih Muslim 12/405-406).
Inilah dalil ahlussunnah yg meyakini bahwa kekhalifahan merupakan hak golongan tertentu, yaitu Suku Quraisy, entah dari Bani Hasyim, Bani Umayyah, Bani Adi, Bani Taimullah, Bani Makhzum, atau dari kabilah-kabilah lainnya; yang penting harus dari Suku Quraisy. TAPI, tidak berarti bahwa jika yg berkuasa selain mereka kita harus memberontak, TIDAK. Sebab Nabi jg mengatakan (dlm Shahih Muslim juga, bab ke delapan):
ولو استعمل عليكم عبد يقودكم بكتاب الله فاسمعوا له وأطيعوا
Seandainya ada budak yg diangkat untuk mengatur kalian dengan Kitabullah, maka dengarkan dan taatilah perintahnya. Dlm lafazh lain disebutkan: ‘budak habsyi (negro) yang buntung tangan dan kakinya’. Hadits ini diriwayatkan oleh Imran bin Hushain, bahwa beliau mendengar Rasulullah menyampaikan hadits tsb ketika haji wada’ di Mina atau di Arafat. Semuanya ada dlm Shahih Muslim (baca aja kitabul Imarah sampe selesai).
Dari hadits-hadits tadi, maka para ulama menyimpulkan bahwa yg paling berhak secara syar’i untuk dipilih sebagai khalifah ialah orang Quraisy, tentunya selama syarat-syarat lainnya juga terpenuhi. Jadi umpamanya bila ada dua orang yg memenuhi sembilan syarat pertama, kemudian salah satunya keturunan Quraisy dan yg kedua adalah bukan Quraisy, maka yg harus dipilih secara syar’I adalah yg keturunan Quraisy. Karenanya, Abu Bakar ash Shiddiq menolak usulan kaum Anshar untuk ikut memipin bersama Muhajirin, dan berdalih dengan hadits di atas. Kaum Anshar pun akhirnya rela dgn kepemimpinan 4 Khalifah yg semuanya dari Quraisy.
Tapi jika suatu ketika ada orang non Quraisy yg memimpin dengan kitabullah, maka kita wajib taat kepadanya demi kemaslahatan bersama. Gitu akhi… semoga jelas, wallahu a’lam.
jazzakallah atas penjelasannya ustadz,
aktivis HT itu, tidak menanggapi jawaban ttg khalifah harus dari suku Quraisy, namun mengapa ya kalau jawaban tentang Arab saudi sepertinya dia gak rela?
sebenarnya saya malu mengganggu ustadz dengan pertanyaan yang itu-itu saja, tapi karena saya ingin tahu keadaan yang sebenarnya, maka saya memberanikan diri bertanya,
saya cantumkan langsung perkataannya,
dia berkata:
Ttg Daulah Su’udiyyah ane juga ingin memberikan referensi lain
Gerakan wahabi muncul ditengah-tengah kemunduran Negara Islam di semenanjung Arab. Ahmad Jawdat Pasha, dan Ayyub Sabri Pasha (w.1308 H /1890 M), juru bicara dan laksamana muda pada kekhilafahan Utsmani ke-34 (dimasa Sultan Abdul Hamid di Turki), keduanya sempat menulis buku sejarah yang menjelaskan Wahabi secara detail4. Sebagian tulisan berikut diambil dari buku terjemahan Ahmad Zaini (w. 1308 H) ‘fitnat al-Wahhabiyya’.
Wahabisme didirikan oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab. Dia lahir di Huraimila di Najd pada 1111 H (1699 M) dan wafat 1206 H (1791 M). Saat berada di Basra pada1125 H. Dia dijebak oleh perangkap yang dipasang oleh Hempher, seorang agen Inggris, dan dipersiapkan untuk menghancurkan Islam. Hal ini bisa dibaca dibuku “Confessions of A British Spy” (Pengakuan Seorang Agen Inggris) yang memberikan informasi detail tentang pendirian Wahabi.
Gerakan wahabi diorganisasi untuk mendirikan suatu kekuatan dalam masyarakat di dalam Khilafah yang dipimpin oleh Muhammad bin Saud lalu anaknya Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud. Gerakan in berupaya merampas wilayah kaum muslimin dan memberontak / bughat mereka ini dibantu oleh Inggris, mereka ingin mengatur wilayah tersebur dengan madzhab yang mereka anut dan menghilangkan madzhab lain dengan kekuasaan. Kuwait diduduki tahun 1788, mengepung Baghdad dan berusaha merebut Karbala dan makam Hussain ra, dihancurkan dan melarang kaum muslimin untuk mengunjunginya. Tahun 1804 mereka menyerang Mekah dan mendudukinya, 1804 menduduki Madinah. Mereka menghancurkan kubah besar untuk menaungi makam Rasulullah dan memereteli batu perhiasan dan ornamen disana yang amat berharga. Damaskus diserang dua kali meski akhirnya mereka dikalahkan penduduk disana
Gerakan ini diprovokasi dan didukung Inggris, keluarga Saud adalah agen mereka, mereka memanfaatkan madzhab wahabi, yang merupakan salah satu madzhab Islam (Hambaliyah) dan pendirinya adalah seorang mujtahid. Inggris bermaksud memanfaatkan mereka untuk menimbulkan perang antar madzhab didalam Khilafah Utsmaniyah, sayangnya kebanyakan pengikut ..Wahabi tidak menyadari bahwa mereka dimanfaatkan oleh Ibn Saud yang merupakan antek Inggris.
Sedang al-‘Alamah Syaikh Abdul Qadim Zallum dan Syaikh Muhammad Umar Bakri5 meringkas sejarah Wahabi sebagai berikut:
‘’Awalnya, Syaikh Abdul Wahab mendakwahkan pendapatnya secara individual, kemudian ketika dia dimusuhi dan diusir oleh penduduk Basrah. Kemudian dia bertemu dengan Ibn Saud yang kemudian mendukung dakwahnya. Dari sebuah gerakan pemikiran gerakan ini berubah menjadi gerakan politik yang mengancam Negara Islam saat itu. Gerakan in berupaya merampas wilayah kaum muslimin dan memberontak, mereka dibantu oleh Inggris, mereka ingin mengatur wilayah tersebur dengan madzhab yang mereka anut dan menghilangkan madzhab lain dengan kekuasaan. Kuwait diduduki tahun 1788, mengepung Baghdad dan berusaha merebut Karbala dan makam Hussain ra, dihancurkan dan melarang kaum muslimin untuk mengunjunginya. Tahun 1804 mereka menyerang Mekah dan mendudukinya, 1804 menduduki Madinah. Mereka menghancurkan kubah besar untuk menaungi makam Rasulullah dan memereteli batu perhiasan dan ornamen disana yang amat berharga. Damaskus diserang dua kali meski akhirnya mereka dikalahkan penduduk disana. Gerakan ini diprovokasi dan didukung Inggris, keluarga Saud adalah agen mereka, mereka memanfaatkan madzhab wahabi, yang merupakan salah satu madzhab Islam (Hambaliyah) dan pendirinya adalah seorang mujtahid. Inggris bermaksud memanfaatkan mereka untuk menimbulkan perang antar madzhab didalam Khilafah Utsmaniyah, sayangnya kebanyakan pengikut Wahabi tidak menyadari bahwa mereka dimanfaatkan oleh Ibn Saud yang merupakan antek Inggris
Tahun 1740 adalah saat bersejarah bagi gerakan ini karena Muhammad bin Saud, pemimpin bani Anzah di ad-Dir… Lihat Selengkapnya’iyyah menyatakan dukungannya dalam menyebarkan madzhabnya disana. Pada 1747, Ibn saud menyatakan persetujuan dan dukungan pada pemikiran dan pendapat Abdul Wahab.Berikut petikan “bai’at” diantara keduanya yang kami kutip dari buku Wahabi sendiri: Emir Muhammad bin saud berkata: Wahai syeikh, aku akan berbai’ at (menyetakan kesetiaan) kepada anda untuk membela agama Allah dan Rasulnya dan untuk berjihad di jalan Allah. Namun aku khawatir, jika anda kami dukung dan kami bela lalu Allah memenangkan anda atas musuh-musuh Islam, jangan-jangan anda akan memilih negeri lain untuk berpindah kesana dan meninggalkan negeri kami”. Syeikh Abdul Wahab menjawab: Saya tidak berbai’at kepada Tuan untuk tujuan semacam itu. Saya berbai’at kepada Tuan untuk menegaskan tekad, bahwa darah harus dibayar dengan darah, penghancuran harus dibalas penghancuran. Saya tidak akan keluar dari negeri tuan selamanya. 6
Dari aliansi inilah gerakan Wahabi didirikan dan muncul dengan bentuk dakwah dan pemerintahan. Kemudian mereka menyebarluaskan pengaruhnya didaerah-daerah seputar ad-Dir’ iyyah dan dalam 10 tahun mereka berhasil memiliki wilayah 30 mil. Padahal saat itu negara Khilafah masih berdiri dengan segala kekurangannya, maka bagaimana bisa seorang ulama yang mengatakan mengikuti manhaj salaf kemudan menyelisihi masalah yang sudah difahami dalam Islam bahwa tidak boleh ada dua orang imam. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan: “ Jika dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah yang kedua”. Maka siapakah yang terkategori sebagai bughat (pemberontak) pada pemerintah yang sah yang harus diperangi dalam kasus ini???. Lalu apakah berperang melawan daulah Khilafah adalah terkategori jihad fi sabilillah seperti yang disebutkan dalam “bai’at” diatas. Sungguh pendapat yang aneh.
Tahun 1787 Abdul Azis (putra Ibn Saud) mendirikan Dewan Imarah (sistem kepemimpinan turun temurun). Sekelompok orang yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab dikumpulkan, didepan mereka Abdul Azis menegaskan bahwa hak Imarah ditentukan hanya oleh keluarganya dan disepakatilah hal itu oleh mereka. Dari sini jelas sekali Abdul Wahab menyelisihi apa-apa yang difahami oleh Rasulullah dan para sahabat dan para ulama yang mengikuti jalannya yang lurus, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits dalam shahih Muslim diatas bahwa metode untuk mengangkat Khalifah adalah dengan bai’at bukan mewariskan kekuasaan pada anaknya. Demikian pula kepemimpinan madzhab Wahabi telah ditentukan untuk keluarga dan keturunan Abdul Wahab.
ahun 1788, Abdul Azis memberangkatkan pasukan yang sangat besar dan bersenjata lengkap menyerang dan merampas Kuwait dari Daulah, padahal dulu Inggris yang melakukan terlebih dulu dilawan oleh Daulah dan ditentang pula oleh Rusia Jerman dan Perancis karena dianggap ingin mencaplok Turki sendirian. Kedekatan dan kesetiaan keluarga Saud pada Inggris… Lihat Selengkapnya diketahui dengan pasti oleh Daulah dan negara besar lainnya saat itu. Inggris juga tidak pernah menyembunyikan fakta bahwa mereka mendukung Saudi sebagai sebuah negara, dengan mengirimkan senjata dan dana.
Muhammad bin Abdul Wahhab juga berpendapat bahwa barang siapa berziarah kemakam Rasulullah, mereka tidak boleh mengqashar shalatnya saat diperjalanan karena tujuannya perjalanannya adalah berbuat dosa berdasarkan: La tusyaddul rihaalu illa tsalatsati masaajida : masjidiy hadzaa, walmasjidil haram walmasjidil aqsha (HR. Bukhari & Muslim). Sedang madzhab lain tidak berpendapat demikian berdasarkan: Kuntu nahaytukum ‘ an ziyaarotil qubuuri alaa fazuruhaa (HR. Muslim, Ahmad, Turmudzi, & Ibnu Majah). Dengan demikian berziarah kemakam Rasulullah lebih utama dibanding lainnya. Dan hadits Abdul Wahhab diatas dikhususkan untuk ziarah kemasjid-masjid saja, karena sifatnya tidak umum “ Janganlah bersusah payah melakukan perjalanan kecuali ketiga masjid”, jadi berziarah pada masjid hanya untuk tiga masjid diatas saja.
Perbedaan antara Abdul Wahhab dan penganut madzhab lain semakin meruncing dan dia dianggap keliru dan bertentangan dengan apa yang mereka fahami dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia diusir dari negerinya. Tahun 1740, ia meminta perlindungan dari Muhammad bin Saud, pemimpin bani Anzah di ad-Dir’iyyah dan menyebarkan madzhabnya disana. Pada 1747, Ibn saud menyatakan persetujuan dan dukungan pada pemikiran dan pendapat Abdul Wahab.Berikut petikan “bai’at” diantara keduanya: Emir Muhammad bin saud berkata: Wahai syeikh, aku akan berbai’ at (menyetakan kesetiaan) kepada anda untuk membela agama Allah dan Rasulnya dan untuk berjihad di jalan Allah. Namun aku khawatir, jika anda kami dukung dan kami bela lalu Allah memenangkan anda atas musuh-musuh Islam, jangan-jangan anda akan memilih negeri lain untuk berpindah kesana dan meninggalkan negeri kami”. Syeikh Abdul Wahab menjawab: Saya tidak berbai’at kepada Tuan untuk tujuan semacam itu. Saya berbai’at kepada Tuan untuk menegaskan tekad, bahwa darah harus dibayar dengan darah, penghancuran harus dibalas penghancuran. Saya tidak akan keluar dari negeri tuan selamanya.
(Al-Imam Muhammad ibn ‘Abd el-Wahhab Da’watuhu wa siratuhu, Syeikh ‘Abdul ‘Azis bin ‘Abdullah bin Baz, hal.38-9, terjemahan, diterbitkan oleh KERAJAAN ARAB SAUDI)
Dari aliansi inilah gerakan Wahabi didirikan dan muncul dengan bentuk dakwah dan pemerintahan. Kemudian mereka menyebarluaskan pengaruhnya didaerah-daerah seputar ad-Dir… Lihat Selengkapnya’ iyyah dan dalam 10 tahun mereka berhasil memiliki wilayah 30 mil. Padahal saat itu negara Khilafah masih berdiri dengan segala kekurangannya, maka bagaimana bisa seorang ulama yang mengatakan mengikuti manhaj salaf kemudan menyelisihi masalah yang sudah difahami dalam diin ini bahwa tidak boleh ada dua orang imam. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan: “ Jika dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah yang kedua”. Maka siapakah yang terkategori sebagai bughat yang harus dibunuh dalam kasus ini???. Lalu apakah berperang melawan daulah Khilafah adalah terkategori jihad fi sabilillah seperti yang anda katakan wahai syaikh, apa anda akan melakukan futuhat atas daulah Khilafah ? jika iya apakah anda akan menggantikan Daulah Khilafah dengan Daulah Saud atau Dauleh Wahabiyah???.
Tahun 1765 Muhammad bin Saud wafat, digantikan putranya Abdul Aziz. Beliau tidak melakukan aktivitas gerakan atau perluasan sebagaimana bapaknya dan gerakan ini tertidur atau stagnan sampai pada 41 tahun setelah kemunculannya, 1747-1788, atau 31 tahun sejak masa stagnasi, 1757-1788, gerakan ini tiba-tiba memulai aktivitasnya. Gerakan Wahabi memulai dengan metode baru untuk menyebarkan madzhabnya sehingga dapat dikenal luas yang menimbulkan kegoncangan diseluruh negara Islam. Tahun 1787 Abdul Azis mendirikan Dewan Imarah (sistem kepemimpinan turun temurun). Sekelompok orang yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab dikumpulkan, didepan mereka Abdul Azis menegaskan bahwa hak Imarah ditentukan hanya oleh keluarganya dan disepakatilah hal itu oleh mereka. Dari sini jelas sekali Abdul Wahab menyelisihi apa-apa yang difahami oleh Rasulullah dan para sahabat dan para ulama yang mengikuti jalannya yang lurus, apa beliau tidak pernah membuka kitab-kitab ulama salaf yang menjelaskan bahwa para sahabat menyalahkan pendapat Mu’awiyah yang mewariskan kekuasaan pada anaknya, lalu dengan apa dia membina umat yang terkungkung dengan sistem pemerintahan yang menyalahi sunah Rasulullah seperti bentuk republik dan kerajaan yang dia ikuti. Demikian pula kepemimpinan madzhab Wahabi telah ditentukan untuk keluarga dan keturunan Abdul Wahab.
Satu hal yang wajar jika mereka punya pendapat-pendapat yang nyeleneh dalam masalah siyasah Islamiyah karena madzhab mereka memandang sekarang ini harus memperbaiki kerusakan umat dengan memulainya dengan akidah Islam (versi mereka), sehingga harus mengkaji akidah sampai benar-benar kuat akidah yang dimiliki. Siapapun sepakat bahwa dalam ber-Islam harus dimulai dengan akidah yang benar, namun jika kemudian mengklaim bahwa konsepsi akidah mereka adalah yang paling benar dan yang lain bid’ah atau bahkan kafir sungguh mereka telah menyimpang jauh dari para ulama yang merumuskan konsep akidah yang mereka pegang.
Lalu mereka terus mengklaim bahwa dakwah merekalah yang paling “nyunah” dan yang lain sesat. Coba anda tanyakan pada mereka, apakah Rasulullah dan para sahabat mengkaji akidah dengan kitab-berjilid-jilid seperti mereka untuk bisa disebut memiliki akidah Islam yang baik. Apakah ketika umat mengalamai kerusakan dalam masalah ekonomi diakibatkan ekonomi kapitalis kemudian akan kita katakan kajilah akidah Islam bersama kami. Apakah ketika sistem demokrasi diterapkan ditengah-tengah umat dan mereka meyakininya dengan baik, kemudian anda katakan musuh Islam adalah aliran sesat seperti Mu’tazilah, syi’ah, jahmiyah dan Rafidah. Coba anda lihat bagaimana Ibnu Taimiyah ketika negara Islam dihancurkan tentara Mongol, beliau bangkit mengangkat senjata bersama umat untuk menegakkannya kembali dan berfikir realistis bahwa untuk menegakkan hukum Islam dalam negara tidaklah dengan duduk-duduk dimasjid dan menyalahkan kaum muslimin lain yang berjuang yang belum tentu seperti yang anda katakan, mohon tahu dirilah wahai saudaraku!!!
Pada tahun 1344 H, mereka menghancurkan pemakaman Baqi… Lihat Selengkapnya’ dan peninggalan-peninggalan keluarga Rasul dan sahabatnya. Untuk mendapatkan fatwa ulama Madinah mereka mengurus Hakim Agung Nejd, Sulaiman bin Bulaihad, guna menanyakan fatwa ulama disana dengan menyelipkan pendapat Wahabi tentang masalah yang ditanyakan. Maksudnya agar para ulama disana menjawab dengannya atau dianggap kafir dan jika tidak bertaubat maka akan dibunuh.
Soal jawab ini dimuat dimajalah Ummul Qura, terbitan Makkah, bulan Syawal tahun 1344 H. Maka terjadilah keributan dikalangan muslim syi’ah maupun sunnah karena mereka tahu dengan fatwa dari 15 ulama Madinah itu penghancuran bekas-bekas ahlul bait dan sahabat Rasulullah akan segera dilaksanakan. Dan pada 8 Syawal tahun itu juga mereka menghancurkannya. Berikut cuplikannya: Sulaiman bin Bulaihad dalam pertanyaannya mengatakan: Bagaimanakah pendapat ulama Madinah (semoga Allah menambah kefahaman dan ilmu mereka) mengenai membangun kuburan dan menjadikannya sebagai masjid, apakah boleh atau tidak? Jika ditanah waqaf seperti Baqi’ yang bangunannya mencegah untuk menggunakan bagian yang dibangun, apakah ini termasuk qashab yang harus segera dihilangkan, karena hal itu merupakan aniaya terhadap orang-orang yang berhak, dan menghalangi mereka dari haknya atau tidak?
Ulama Madinah dengan wajah ketakutan menjawab : Mendirikan bangunan menurut ijma’ hukumnya adalah terlarang bersandar pada hadits Ali dari Abul Hayyaj, Ali berkata: Aku menyeru engkau kepada suatu perbuatan dimana Rasulullah telah menyeru aku dengannya, yaitu tidaklah engkau melihat patung kecuali engkau musnahkan, dan kuburan yang menonjol kecuali hendaknya engkau ratakan (HR. Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’I).
Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, berdasarkan al-Qur’an surat al-Hajj 32: ..Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Dalam Majma’ Al-Bayan disebutkan sya’ir disini adalah tanda-tanda agama Allah, seperti halnya Shafa dan Marwah. Selain itu hadits ini dalalahnya / maknanya juga tidak seperti yang difahami kaum wahabi saja. “Wa laa qabran musyrifan illa sawwaytahu” , as-Syarafu dalam al-Munjid diartikan sebagai ketinggian (seperti Punuk unta) sedang sawwaytahu berarti menyamakan / meratakan / meluruskan sesuatu yang miring. Jadi seperti penjelasan Imam Nawawi dalam syarah muslim “ Sunnahnya ialah, kuburan tidak terlalu ditinggikan dari atas tanah dan tidak dibentuk seperti punuk unta, akan tetapi ditinggikan satu jengkal. Jadi bukan dihancurkan sama sekali dan bukan merupakan dalil mengharamkan bangunan diatas kuburan.
Tahun 1788, Abdul Azis memberangkatkan pasukan yang sangat besar dan bersenjata lengkap menyerang dan merampas Kuwait dari Daulah, padahal dulu Inggris yang melakukan terlebih dulu dilawan oleh Daulah dan ditentang pula oleh Rusia Jerman dan Perancis. Kedekatan dan kesetiaan keluarga Saud pada Inggris diketahui dengan pasti oleh Daulah dan negara besar lainnya saat itu. Inggris juga tidak pernah menyembunyikan fakta bahwa mereka mendukung Saudi sebagai sebuah negara, dengan mengirimkan senjata dan dana. Khalifah pernah berupaya mematahkan gerakan ini lewat wali mereka di Madinah, Baghdad dan Damaskus namun gagal.
Akhirnya Khalifah meminta gubernur Mesir, Muhammad Ali, untuk memerangi mereka. Mulanya dia tidak mau tapi setelah dibujuk Perancis, dia merupakan agen Perancis yang memaksa Khalifah mengakuinya dan juga berkepentingan menghambat laju gerakan Inggris untuk merebut Khilafah untuk mereka sendiri, tahun 1811 dia mengutus Thassun, anaknya, untuk menyerang Wahabi. Tahun 1912 tentara Mesir menduduki Madinah. Tahun 1816 putra Ali yang lain, Ibrahim, mendesak kaum Wahabi mundur sampai ibu kotanya, ad-Dir’iyyah, lalu Ibrahim mengepung mereka sampai September 1818 saat mereka menyerah dan dia meratakan ad-Dir’iyyah dengan tanah yang menandai berakhirnya konspirasi Inggris menghancurkan Khilafah. (Kaifa Hudimat al-Khilafah, Abdul Qadim Zallum). Wallahu A’lam bi Shawab
Pada tahun 1344 H, mereka menghancurkan pemakaman Baqi… Lihat Selengkapnya’ dan peninggalan-peninggalan keluarga Rasul dan sahabatnya. Untuk mendapatkan fatwa ulama Madinah mereka mengutus Hakim Agung Nejd, Sulaiman bin Bulaihad, guna menanyakan fatwa ulama disana dengan menyelipkan pendapat Wahabi tentang masalah yang ditanyakan. Maksudnya agar para ulama disana menjawab dengannya atau dianggap kafir dan jika tidak bertaubat maka akan dibunuh.
Soal jawab ini dimuat dimajalah Ummul Qura, terbitan Makkah, bulan Syawal tahun 1344 H. Maka terjadilah keributan dikalangan muslim syi’ah maupun ahlus-sunnah karena mereka tahu dengan fatwa dari 15 ulama Madinah itu penghancuran bekas-bekas ahlul bait dan sahabat Rasulullah akan segera dilaksanakan. Dan pada 8 Syawal tahun itu juga mereka menghancurkannya. Berikut cuplikannya: Sulaiman bin Bulaihad dalam pertanyaannya mengatakan: Bagaimanakah pendapat ulama Madinah (semoga Allah menambah kefahaman dan ilmu mereka) mengenai membangun kuburan dan menjadikannya sebagai masjid, apakah boleh atau tidak? Jika ditanah waqaf seperti Baqi’ yang bangunannya mencegah untuk menggunakan bagian yang dibangun, apakah ini termasuk qashab yang harus segera dihilangkan, karena hal itu merupakan aniaya terhadap orang-orang yang berhak, dan menghalangi mereka dari haknya atau tidak?
Ulama Madinah dengan wajah ketakutan menjawab : Mendirikan bangunan menurut ijma’ hukumnya adalah terlarang bersandar pada hadits Ali dari Abul Hayyaj, Ali berkata: Aku menyeru engkau kepada suatu perbuatan dimana Rasulullah telah menyeru aku dengannya, yaitu tidaklah engkau melihat patung kecuali engkau musnahkan, dan kuburan yang menonjol kecuali hendaknya engkau ratakan (HR. Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’I).
Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, berdasarkan al-Qur’an surat al-Hajj 32: ..Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Dalam Majma’ Al-Bayan disebutkan sya’ir disini adalah tanda-tanda agama Allah, seperti halnya Shafa dan Marwah. Selain itu hadits ini dalalahnya (maknanya) juga tidak seperti yang difahami kaum wahabi saja. “Wa laa qabran musyrifan illa sawwaytahu” , as-Syarafu dalam al-Munjid diartikan sebagai ketinggian (seperti Punuk unta) sedang sawwaytahu berarti menyamakan / meratakan / meluruskan sesuatu yang miring. Jadi seperti penjelasan Imam Nawawi dalam syarah muslim “ Sunnahnya ialah, kuburan tidak terlalu ditinggikan dari atas tanah dan tidak dibentuk seperti punuk unta, akan tetapi ditinggikan satu jengkal. Jadi bukan dihancurkan sama sekali dan bukan merupakan dalil mengharamkan bangunan diatas kuburan.12
Dimasa sekarang hubungan Wahabi dan keluarga Saud, yang kini menjadi antek Amerika, tetap berjalan seperti dulu kala. Sedangkan dakwah Wahabi masih juga berkutat pada TBC (Tauhid, Bid’ah, dan Khurafat). Dalam kajian-kajiannya mereka senantiasa menghidupkan permasalahan-permasalahan ‘masa lalu’ seperti kesalahan –kesalahan kelompok Mu’tazilah, Syi’ah, Murji’ah dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan semisal politik, ekonomi,dan semacamnya jangan pernah berharap akan dibahas dengan komprehensif, “ sekarang yang diperbaiki akidahnya dulu, bagaimana mau berpolitik wong akidahnya masih rusak” kutipan dari salah seorang ustadz mereka. Jelas pernyataan ini masih perlu dibahas dan didiskusikan lebih lanjut.
Dan yang paling penting mereka sangat getol mengkritisi (atau lebih tepatnya menghujat) gerakan-gerakan Islam pada umumnya. Hizbut Tahrir mereka katakan Mu’tazilah Gaya Baru, Ikhwan al-Muslimin dikatakan sufi maupun ahlul-hawa, Jama’ah Tabligh dikatakan sufi gaya baru. Dari sisi analisa politik kami melihat bahwa hal ini tidak lepas dari peran keluarga Saud yang jelas tidak ingin kekuasaannya digantikan oleh gerakan Islam yang ingin menegakkan Negara Islam dan memanfaatkan Wahabi sebagai corong untuk mereka atau lebih jauh mereka mendapat “pesan” dari bosnya, A.S untuk melakukan langkah-langkah konkrit melawan “Islam Fundamentalis”. Dari sisi ide kami menilai kritik mereka memang harus ditempatkan sebagaimana mestinya, dinilai dari kekuatan argumentasinya, dan sudah banyak kitab yang menjawab kritik-kritik yang dilontarkan mereka.
Mafahim Yujib an-Thushahah yang ditulis, Syaikh Alwi al-Maliki membantah tulisan mereka tentang isu-isu tawasul, istighasah, maulud dan sebagainya, Hadits Ahad dalam Masalah Akidah yang ditulis oleh Dr. Fathi M. Salim, Fiqh al-ikhtilaf Yusuf Qardhawi yang juga mengkritik jama’ah-jama’ah lain selain Wahabi, ‘Abd al-Ghani an-Nabulusi, Al-Hadiqat an-nadiyya, h. 182, Istanbul, 1290. Ahmad Zaini Dahlan’, Ad-durar as-saniyya fi ‘r-raddi ‘ala ‘l-Wahhabiyya in Cairo in 1319 (1901 A.D)
demikian perkataannya, semoga ustadz berkenan menjawabnya.
Afwan ya akhi, antum baca aja jawaban atas semua syubhat tadi di kitab: Da’awil Munawi’ien lida’watisy syaikh muhammad bin Abdul Wahhab. kitabnya cuma satu jilid, dan asalnya adalah thesis master yg ditulis oleh Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali al Abdullatif, di Univ. Imam Muh bin Su’ud.
semoga Antum faham bahasa Arab yah… kalo nggak bisa, ya mereka suruh nyari kitab tsb dan baca sendiri… mungkin kalo minta di Kedutaan Saudi bisa dikasih, atau cari di Perpustakaan LIPIA, atau download di link ini:
http://saoaid.net/book/open.php?cat=7&book=980 (file word) atau di:
http://ia311007.us.archive.org/1/items/dmddmd/dmdsma.pdf (fotokopi dr aslinya).
Banyak dari referensi yg mereka sebutkan ditulis oleh musuh-musuh dakwah beliau, dan ini tidak sesuai dgn metodologi ilmiah… kalau ingin membahas keyakinan suatu kelompok, ya pelajari dari buku-buku tulisan mereka sendiri, bukan dari tulisan orang lain, apa lagi musuhnya…
Bagaimana mereka bisa dituduh anteknya Inggris, lha wong tuduhan wahhabi itu sendiri munculnya dari Inggris?
Kalo mereka ga puas dgn jawaban ttg saudi, silakan mereka klarifikasi ke kedutaan saudi apakah tuduhan tsb benar adanya atau tidak, jangan tanya ke ana, ana kan bukan orang saudi…
Jazakallaah atas doanya…
syukron ustadz
oh ya ustadz, alhamdulillah bantahan fitnah tentang wahabi sudah saya dapatkan pd web blog ustadz abu salma.
dan jazzakallah qodarullah ustadz telah memberikan petunjuk yang lebih meyakinkan lagi lewat thesis seorang ulama,
semoga kita bisa ngobrol-ngobrol lagi di lain waktu.
ustat, apa hukumnya tabarruk..?
bu hudzaifah, apa tanggapan antum atas tabarruk..?
abu hudzaifah, apa komentar anda tentang tabarruk?
afwan ustadz, ada tambahan lagi
seringkali orang yang sudah kehabisan kata2 untuk menghujat setelah dibantah,
membantah dengan kalimat:
Saya tidak akan tdk akan membahas mengenai link2 dikomen anda yg menyudutkan org2 dan kelompok tertentu walaupun mereka tdk ada hubunganya dengan sy bs saja saya memberi link2 bagaimana kritik,koreksi atas jamaah antum .namun saya tdk akan memperpanas keadaan sebagai sesame muslim ane mengajak untuk saling berinstropeksi dan saling sinergi.ingat musuh kita sebenarnya adalah org2 kafir yahudi,amerika,etc
bagaimana nasehat yang ustadz berikan kepada kita semua..
jazzakallah
Itu tergantung kelompok apa yg dibahas. Ana tidak bisa memberikan jawaban kalo soalnya umum spt itu. Kalau diskusinya antara sesama ahlussunnah, kita harus lemah lembut dan mengikuti rambu-rambu yg digariskan oleh para ulama. Tapi kalo antara sunnah vs syi’ah, atau dgn ahli bid’ah kelas berat lainnya, maka lain lagi caranya.
Adapun pendapat yg mengatakan bhw musuh islam yg sebenarnya adalah orang kafir, yahudi, amerika, dll… itu tidak tepat. Tapi musuh yg lebih berbahaya adalah orang-orang munafik, bukankah Allah berfirman: “Humul ‘aduwwu fahdzarhum !” (mereka itulah musuh sesungguhnya, maka waspadai mereka), dan ini berkenaan dgn orang-orang munafik. Hari ini kaum munafikin sangat banyak jumlahnya… mereka muncul dgn baju syi’ah, JIL, Pluralisme, Sekulerisme, dll… mereka membawa nama islam untuk meninabobokan umat islam… kalo pake atribut Yahudi kan langsung ketahuan, makanya dia pake atribut ‘islami’…
wallaahu a’lam.
Biasa ustadz yang di bahas sebelumnya kelompok HT
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ya Akhi fillah.Ana dapat titipan pertanyaan dari Shahibah fil madrasah.Tolong Akhi jawab ya… 1.Kapan seseorang dihukumi sebagai saudara sepersusuan? 2.Bagaimana hukumnya jika seseorang diperintahkan oleh ibunya bercadar tetapi ia meyakini bahwa bercadar akan menghalangi diri dari segalanya?Bukankah perintah orang tua yang ma’ruf harus dilaksanakan!(Ia memakai cadar karena hanya merupakan suatu kewajiban di pondoknya.Jika dinasehati, jawabannya hanya “cadar itu hukumnya sunnah!”) 3.Bagaimana hukumnya jika seseorang telah mengetahui hukum bahwa mendekati zina itu tidak boleh.Bahkan, ber-sms-an dan telepon-teloponan dengan yang bukan mahromnya sudah dikatakan pacaran.Akan tetapi ia tidak bisa meninggalkannya.Karena khawatir, cinta yang telah ia dapatkan dari seorang Ikhwan itu akan hilang dari dirinya, alias jatuh pada orang lain.Ia mengibaratkan bahwa cinta Ikhwan tersebut seperti kupu-kupu yang selalu terbang(jadi sulit ditangkap bukan?) Syukran atas jawabannya ya Akhi.Ma’diratan, jika pertanyaanya kelihatan neko-neko.Emang temen ana kayak gitu koq!Ustadz do’ain aza moga dia mau nurutin nasehat dan petuah dari Ustadz.Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Wa’alaikumussalaam.
1-Hubungan persusuan terjadi bila dua orang/lebih pernah disusui oleh wanita yang sama, dengan syarat: persusuan tsb terjadi sebelum bayi (org tsb) disapih dan sebelum genap berumur dua tahun, kemudian masing-masing bayi disusui minimal lima kali (yang tahu ya yg menyusui). Artinya, jika bayi yg berumur setahun telah disapih (tidak bergantung lagi kpd susu) maka bila ia disusui oleh wanita lain tidak akan berpengaruh apa-apa secara hukum. Demikian pula jika dia hanya disusui sekali atau dua kali atau kurang dari lima kali.
2-Nasehati orang tersebut dengan baik, dan sampaikan bahwa cadar tidak menghalangi diri dari segalanya… itu hanya bisikan setan. cadar (yg syar’i) hanya menghalangi dari perbuatan tercela, bukan menghalangi dari perbuatan terpuji. Kalau dia memandang sunnah dan meyakini bhw sunnah nabi menghalangi dirinya dari segalanya… wah, ini keyakinan yg berbahaya… saya khawatir imannya masih bermasalah, sebab Allah berfirman dlm Surat Al A’raf 157 yang intinya mengatakan bahwa Nabi justru berusaha menghilangkan beban dari umatnya, menyuruh kepada semua yg ma’ruf dan melarang dari semua yang munkar, menghalalkan bagi mereka yg baik-baik, dan mengharamkan yang buruk-buruk… dan ini termasuk perintah cadar (atau lebih tepatnya: hijab).
3-Sampaikan kpdnya, waman yattaqillaaha yaj’allahu makhroja wayarzuqhu min haitsu laa yahtasib. kalau dia bertakwa kpd Allah dlm mencari jodoh, niscaya akan dapat jalan keluar dan rezeki yg tak disangka-sangka… tp kalo nyenggol-nyenggol yg haram ya tanggung sendiri akibatnya. Jodoh belum tentu dapet tapi dosa pasti dapet.
assalamu’alaikum ustadz, ada hal yang ingin saya tanyakan,
apakah benar ada riwayat yang menyatakan tentang pertanyaan umar ibn khaththab radiyallahu’anhu kepada Abdullah ibn Abbas radiyallahu’anhu,
tentang, kenapa Umat ini berpecah belah, padahal Tuhannya satu, kiblatnya satu, nabi nya satu, kitabnya satu…dst,
jika ada mohon penjelasannya ustadz, berikut jawaban dari Abdulah ibn abbas radiyallahu’anhu.
jazzakallah
Wa’alaikumussalaam…
Ana ga tahu tentang riwayat itu.
Wassalaam.
Assalamu’alaikum… Ustadz. Ana baru pertama ini masuk, ana dpt alamat ini dari teman. Alhamdulillah. Ana mohon penjelasan mengenai puasa sunah bith. 3 hari tiap bulan, 13, 14, 15. Bagaimana dengan hari tasryik 13. tetap berpuasa atau tidak… ? mohon pencerahan, syukron
Khusus hari tasyrik kita dilarang untuk berpuasa, berdasarkan hadits shohih yang maknanya bahwa Rasulullah melarang berpuasa pada hari tasyrik, kecuali bagi jamaah haji yang tidak bisa membayar dam, sehingga terpaksa menggantinya dengan puasa 3 hari selama haji. Artinya, bagi selain jamaah haji yg kondisinya seperti itu, maka hukum puasa hari tasyrik tetap haram.
BTW, puasa 3 hari setiap bulan tidak terbatas pada tggl 13-15, tapi bisa tanggal berapa saja, yg penting pake kalender Hijriyah bukan Masehi. memang lebih afdhol kalo bisa tggl 13-15, tapi tidak terbatas pd tanggal itu saja. wallahu a’lam.
assalamu ‘allaikum bapak ustadz Basweidan yang dirahmati Alloh. ANa mau tanya :
1. apakah boleh wanita haid membaca AlQur’an lewat komputer atau HP, juga apakah boleh membaca & memegang Al Qur’an dengan sarung tangan karena haid? bagaimana sebaiknya cara membaca AlQur’an bagi wanita haid?
2. Sudah jelas musik, lagu2 & nyanyian haram hukumnya, apa MUI sudah mengeluarkan fatwa haram tentang hal tsb.? Kalau belum, apa baik kita menyampaikan berulang kali kepada MUI agar mengeluarkan fatwa haram hal tsb.( musik, lagu2, nyanyian, sinetron/film yg negatif dll.)? Syukron atas jawabannya, barakallaahu fikum. Wassalamu alaikum warohmatulloohi wabarokatuh
Wa’alaikumussalaam…
Untuk Wanita haid, memang tidak ada nash (dalil qoth’i) yang melarangnya membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, baik lewat komputer, hp, pake sarung tangan atau dengan cara lainnya… akan tetapi ada sebuah hadits dalam Shahih Bukhari dari Aisyah yang menyebutkan:
كان النبي يقرأ القرآن ورأسه في حجري وأنا حائض
Nabi pernah membaca Al Qur’an dan kepala beliau di pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan haid.
Sebagian ulama mengatakan bahwa riwayat ini merupakan dalil bolehnya wanita haid membawa Al Qur’an yg dibungkus, karena dlm riwayat ini, pakaian Aisyah ibarat bungkus dan Nabi ibarat Mushaf. Akan tetapi salah seorang ulama terkenal dari madzhab Syafi’i, yang bernama Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan: Riwayat ini justeru mengisyaratkan bahwa wanita haid tidak boleh membaca Al Qur’an. sebab kalaulah boleh, mengapa bukan Aisyah langsung yang membaca Al Qur’an?
Faidah lain dalam hadits ini ialah: bolehnya membaca Al Qur’an di dekat tempat yang najis, sebab bila kepala Nabi berada di pangkuan Aisyah, berarti mulut beliau berada dekat dengan tempat najis (yaitu tempat darah haid). Hadits ini juga menunjukkan bolehnya bersandar kepada wanita haid ketika shalat, dengan syarat bahwa pakaian si wanita bersih dari najis. Pendapat2 ini dinukil oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Syarah Shahih Bukhari-nya (Fathul Bari 1/402).
Kembali ke inti masalah, Al Qur’an haruslah kita hargai dan junjung tinggi semaksimal mungkin, sebab dia merupakan kalamullah yg suci, sedangkan wanita haid kondisinya sedang tidak suci. Oleh karenanya, jika si wanita haid sekedar ingin mencari pahala lewat membaca Al Qur’an, maka sebaiknya ia tidak melakukannya, karena masih banyak ibadah lain yg bisa dilakukan selama haid, seperti berdzikir, membaca buku2 agama (mencari ilmu) dll. Namun jika ada kondisi tertentu yang mendesak, seperti jika ia seorang hafizhah dan khawatir hafalannya hilang jika tidak muraja’ah, maka silakan dia membaca tanpa menyentuh mushaf. Atau jika ia seorang guru ngaji di TPA dan semisalnya. Inilah pendapat salah seorang ulama Saudi terkenal, yaitu Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin, rahimahullah.
Adapun masalah Musik, lagu, dan sinetron, sejauh yang saya ketahui belum ada fatwa haram dari MUI, dan terus terang saya tidak yakin MUI berani memfatwakan demikian. Karena banyak masalah yang telah difatwakan haram oleh Majelis2 ulama tingkat dunia, namun justru dihalalkan oleh MUI… contohnya masalah jual beli mata uang lewat FOREX. Menurut kawan saya Dr. Muh Arifin Badri, MA yg barusan meraih gelar doktor di bidang fikih dari Univ. Islam Madinah, dan kini beliau berada di Indonesia, sistem Forex ini haram dilakukan karena tidak ada serah terima secara langsung, akan tetapi ada tempo. dan ini jelas salah satu bentuk riba, karena uang dibeli dengan uang namun tidak cash… pun demikian, menurut beliau MUI justeru membolehkan hal tsb…
Kalau masalah yg tergolong KABA-IR (dosa2 besar) aja disepelekan spt itu oleh MUI, lantas bagaimana mungkin kita mengharapkan keluarnya fatwa haram atas lagu dan musik dari MUI? Dan siapakah yg duduk di MUI itu sendiri? bukankah mereka dari berbagai macam unsur yang boleh jadi tidak sepemahaman dalam banyak masalah? oleh karenanya, menurut saya MUI bukanlah badan fatwa yang bisa jadi sandaran untuk masalah2 yang tidak khusus berkaitan dengan Indonesia, spt masalah haramnya lagu dan musik. masalah ini adalah masalah global, sehingga tidak perlu harus difatwakan oleh MUI, tapi bisa kita ambil dari fatwa ulama lain, baik dari Saudi, atau yg lainnya. namun bila masalah tsb khusus berkaitan dengan Indonesia, maka MUI perlu diingatkan agar segera membahas dan mengeluarkan fatwa… tapi kalau tidak keluar juga, ya silakan tanyakan ke ulama lain yg diakui keilmuannya, dan ceritakan sikon di tempat masalah tsb terjadi, insya Allah fatwa ulama tsb juga bernilai sama dengan fatwa MUI.
Ironis memang, Indonesia yg terkenal dgn negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia, namun ‘ulama-ulama’ nya mlempem. Tapi inilah kenyataan yg harus kita hadapi, semoga Allah memperbaiki kondisi umat Islam di negeri kita dan mengembalikan mereka ke pangkuan Islam… Amien… maaf kalo kepanjangan, semoga bermanfaat.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan ni, maksud Istiqomah itu yg bagaimana…? apabila sholat setiap malam namun jamnya berobah-robah itu termasuk apa tidak. Mohon penjelasan. Syukron.
apakah di saudi bayi-bayinya diberi imunisasi lengkap sampai usia 1 tahun? apakah ada fatwa yang mengharamkan vaksin imunisasi pada bayi? mohon infonya, ustadz. karena bidan2 dan dokter2 hingga hari ini tetap memberikan imunisasi, padahal sudah bukan rahasia umum lagi bahwa vaksin2 tersebut mengandung unsur haram. hal ini juga telah dilansir di laman halalMUI.
Assalamu’alaykum ustadz,
ana mau nanya lagi, ada 2 hadits;
-prtama ttg keutamaan sahabat nabi: “..seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud tidak akan menyamai satu mud atau setengah mudnya shadaqah mereka”
-kedua ttg keutamaan org yg memegang sunnah di akhir zaman: “..Mereka yg mengamalkan sunnah hari itu akan mendapatkan pahala 50 kali dari kalian(para sahabat) yg mengamalkan amalan tsb..”
-Prtanyaan ana: bgmn mnjama’ 2 hadits tsb? dan jg hadits kedua banyak djadikan dalih ttg keutamaan kholaf diatas salaf.
mohon dijelaskan ust, jazakallah
maksud ana dilihat dari segi pahalanya ust, di satu sisi bila seorang beramal(infaq) sebesar apapun maka tdk mampu menandingi pahala para sahabat. namun di sisi yg lain, bila seorang mngamalkan sunnah, ia mndptkan pahala 50x pahala para sahabat
assalamu’alaikum ustadz,
pertanyaan saya mengenai salah satu pembatal puasa (ada juga yang berpendapat tidak merupakan pembatal puasa) yaitu berbekam.
Bagaimana mengkompromikannya? khususnya bagi saya yang awam dan melihat perbedaan ini.
jika orang yang dibekam itu batal puasanya ,apakah si pelaku pembekaman juga batal puasanya?
kalau pendapat ustadz pribadi bagaimana?apakah berbekam membatalkan puasa?
Di Saudi imunisasi merupakan syarat utama untuk mendapatkan Akte Kelahiran Asli dan bisa masuk sekolah. Karenanya semua orang yang ingin anaknya bisa sekolah harus imunisasi lengkap, bahkan hingga 5 tahun dan buku imunisasinya tidak boleh hilang…
Ala kulli haal, saya sdh buka laman MUI, tp hasil pencarian yg saya dapatkan hanya berkisar ttg Vaksin Meningitis… ga ada yg bahas Imunisasi anak-anak. Kalau anti bisa dapatkan link-nya silakan kirim ke saya…
Sejauh ini saya belum mendapatkan fatwa yg mengharamkan imunisasi, bahkan syaikh Bin Baz membolehkan hal tersebut sebagai bentuk pencegahan… tentunya bila vaksin yg digunakan adalah halal. Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan. apabila imam telah selesai shalat kemudian imam membaca do’a, apakah boleh makmum mengaminkannya seraya mengangkat tangan. apakah ada sunnahnya. Syukron
[…] https://basweidan.wordpress.com/soal-jawab/#comment-475 […]
Wa’alaikumussalaam… Sejauh yg saya tahu, usai shalat bukanlah waktu yang mustajab untuk berdoa, bahkan saya tidak mendapati Sunnah Nabi yang mengarah ke sana. Usai shalat adalah waktu untuk dzikrullah (baca wirid). Adapun doa, maka justru diperintahkan oleh Nabi ketika kita masih shalat, seperti dalam sujud (stlh membaca tasbih), lalu doa qunut (baik qunut nazilah maupun qunut dlm shalat witir), dan doa setelah membaca tahiyyat akhir dan sebelum salam. Di ketiga tempat itulah kita mestinya berdoa, terutama ketika sujud, sebab itulah saat terdekat antara seorang hamba dengan Allah.
Jadi, kebiasaan yg berlaku di masyarakat itu sebenarnya keliru dan menyelisihi sunnah. Jadi ya ga usah dipelihara… tp kalau antum mau mengaminkan doa imam ya saya tidak bisa mengatakan: “Tidak boleh”… namun lebih baik antum shalat sunnah setelah itu, lalu perbanyak doa ketika sujud, dan sebelum salam… pake bahasa Indonesia juga boleh kok. Gitu aja, semoga bermanfaat.
Jawab: Hadits pertama hanya menunjukkan keutamaan khalaf di atas salaf dalam sisi itu saja, yakni bila ada di antara khalaf yang berpegang teguh dgn Sunnah. Ini tidak berarti bahwa Khalaf lebih mulia dari Salaf secara umum, sebab banyak keutamaan Salaf -terutama para sahabat- yg tidak bisa kita raih, seperti keutamaan berjumpa dgn Rasulullah, dan predikat ‘Adil’ yg disandang oleh semua orang yang terbukti sebagai sahabat Nabi, tanpa pandang bulu… karenanya dlm ilmu jarh wa ta’dil, bila seseorang sdh sah dinyatakan sbg sahabat, tidak perlu lagi dicari-cari apakah dia itu ‘tsiqah’, ‘shaduq’, kuat hafalannya atau lemah dst… sebab Rasulullah telah menyatakan bhw semua sahabat beliau adalah adil.
keutamaan lainnya ialah kecintaan mrk yg demikian besar thd Nabi, lalu pengorbanan mereka dlm menegakkan agama Allah, dan kekuatan iman serta keshalihan mereka secara umum yg melebihi golongan lain setelah mereka… ini sudah menjadi ijma’. Jadi, kelebihan di satu sisi yg dimiliki oleh khalaf, tidak akan mengalahkan segudang kelebihan di berbagai sisi yg dimiliki oleh salaf.
Demikian pula kelebihan individual yg dimiliki beberapa orang sahabat, spt masalah faraidh yg jagonya adalah zaid bin tsabit, lalu ilmu halal-haram yg dimiliki Muadz bin Jabal, lalu ilmu tafsir Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, dsb… tidak berarti bhw masing-masing dr mereka lebih afdhal dari Abu Bakar Ash Shiddiq secara umum, sebab keutamaan Abu Bakar dalam berbagai sisi lainnya jauh lebih tinggi dari mereka semuanya… kemudian disusul oleh Umar lalu Utsman lalu Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu ‘anhum.
Insya Allah itu merupakan langkah menuju istiqomah… yang penting rutin walaupun hanya sebentar, itu yg lebih dicintai Allah.
Assalamu’alaikum…ada ikhwan yang berpendapat bahwa adzan tidak boleh dilagukan, sehingga adzan harus dengan suara keras dan datar. Apakah pendapat seperti ini ada dalilnya? karena di Saudi sendiri banyak yang adzannya dilagukan.
Wassalamu’alaikum…
http://www.halalguide.info/2009/05/04/kehalalan-vaksin/
di situ ada artikel judulnya kehalalan vaksin. memang ditulis di situs halalguide, tapi dicantumkan sumbernya dari jurnal LPPOM MUI.
di sini (indonesia) sendiri ramai pro-kontra vaksin imunisasi. bila tanya ke pihak yang kontra, mereka akan menjelaskan tentang kandungan unsur haram di dalam vaksin plus unsur-unsur berbahaya seperti merkuri, formaldehid, dsb. bahkan sampai dikaitkan dengan konspirasi untuk melemahkan generasi umat islam yang dibuat oleh barat. lalu mereka menganjurkan untuk menggunakan pengobatan herbal (sebagai ganti vaksin adalah madu).
lalu kami pernah tanya ke dokter anak, jawabannya: tidak ditemukan unsur-unsur berbahaya. kalaupun ada, kandungannya sangat-sangat sedikit dan kecil sekali kemungkinan akan menimbulkan penyakit seperti yang dituding oleh kelompok anti-vaksin. selain itu dilakukan telaah kepada bayi yang akan divaksin (misal riwayat kesehatan) untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. kalau kandungan unsur haram, kami sendiri belum pernah tanya langsung.
bagaimana pendapat ustadz?
Wa’alaikumussalaam… Memang, melagukan adzan menurut sebagian masyayikh adalah bid’ah, alasannya karena hal itu tidak dilakukan oleh para salaf, mereka adzan dengan suara yg datar dan lantang… meskipun hal ini terjadi di Saudi, tidak berarti para ulama melegitimasinya… jadi, tidak semua yg terjadi di saudi bisa dianggap sunnah, tapi tetap harus merujuk ke dalil dan penjelasan para ulama.
Assalamu’alaikum… Ustadz. amalan apa saja yang boleh dirutinkan/dikekalkan setiap hari/malam. kalau ana dalam rangka menghafal surah Al-Mulk, bolehkah ana setiap malamnya membacanya, karena setelah adzan subuh menunggu iqomah cukup lama bolehkah ana membacanya. ana takut masuk kategori menetapkan atau tidak. mohon pencerahan. Syukron
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, saya mohon penjelasannya…. apakah radio fajri bogor bermanhaj salaf? apakah HISMI merupakah organisasi menyimpang? bagaimana dengan Wahdah Islamiyah? Jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam… Innamal A’maalu binniyyaat (Muttafaq ‘alaih), artinya: setiap amalan tergantung pada niatnya. Kalau antum niatnya menghafal berarti sifatnya temporer… ga masalah. alias tidak menjadi rutinitas langgeng. Yang dianjurkan agar dilakukan tiap malam adalah dzikir menjelang tidur, spt tasbih 33x, tahmid 33x. dam takbir 34x; lalu membaca ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al Baqarah, dan membaca surat al-ikhlas, al-falaq, dan an-Naas masing2 3x. Demikian pula qiyamullail, terutama shalat witir… sebab Nabi tidak pernah meninggalkan witir baik ketika bepergian maupun menetap. untuk setiap hari ya cukup banyak amalan yg dianjurkan, contohnya dzikir pagi dan sore, shalat dhuha, shalat sunnah rowatib (namun saat bepergian, cukup qabliyah fajar saja). dan dzikrullah secara mutlak… alias tanpa terikat dgn waktu dan jumlah tertentu. Artinya, setiap saat dan di mana saja kita dianjurkan untuk berdzikir. Allah berfirman: Fadzkurullaha qiyaaman wa qu’uudan wa ‘ala junuubikum, artinya: Ingatlah Allah baik dlm keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring… jadi, selain dzikir2 pagi dan sore, wirid selepas shalat, dzikir menjelang tidur, dan semisalnya yg sifatnya terikat dgn waktu dan cara tertentu; ada juga dzikir yg sifatnya mutlak, seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir, shalawat dan istighfar yg kita lakukan kapan saja dan dimana saja (kecuali saat di WC). Demikian pula membaca Al Qur’an… boleh dilakukan kapan saja, kecuali saat Junub atau ketika Haid/nifas (bg wanita)… ini membaca Al Qur’an yg sifatnya mutlak… namun khusus hari Jum’at, kita dianjurkan membaca surat Al Kahfi. adapun anjuran membaca surat Yaasin pd waktu tertentu maka haditsnya tidak shahih. Barangkali inilah jawaban singkat yg bisa ana berikan… selengkapnya pelajarilah sunnah-sunnah Rasulullah dalam sehari-semalam. Para ulama telah mengumpulkan hadits-hadits ttg hal ini dalam kitab yg biasanya diberi judul “Amalul Yaumi wal Lailah”, contohnya kitab Amalul Yaumi wal Lailah tulisan Ibnus Sunni dan Imam Nasa’i. Ada juga kitab kumpulan doa dan dzikir yg sangat terkenal di dunia, kitabnya kecil dan sudah diterjemahkan dlm bahasa Indonesia, yaitu: Hishnul Muslim, tulisan Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al Qahthani. Isinya ttg doa dan dzikir sehari semalam, dan semuanya berdasarkan Sunnah Rasul.
Wallahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh,
Ttg Radio Fajri dan HISMI (apa singkatannya?) ana tidak punya informasi sama sekali, wallahu a’lam, sebab ana sejak tujuh tahun silam bermukim di Madinah, dan pulang ke Indonesia cuma sekali tiap tahun selama 2-3 bulan, lagi pula ana tidak pernah mukim di Bogor… tanyakan saja ke Ust. Yazid Jawwas karena beliau orang bogor. Adapun ttg Wahdah Islamiyyah tidak banyak yang ana tahu, tapi ana kenal dengan pendirinya yaitu Ust. Zaitun… dan ada beberapa teman di Madinah yg berasal dari Wahdah… menurut ana, Wahdah Islamiyyah yg sekarang secara umum adalah ahlussunnah dan bermanhaj salaf, meskipun tidak sama persis dengan salafiyyin (karena toh yg menamakan dirinya ‘salafi’ atau mengaku bermanhaj salaf sendiri tidak sama khan…).
kalau lah ada kekurangan di beberapa sisi, maka -wallahu a’lam- itu masih belum cukup untuk mengeluarkan mereka dari koridor Ahlussunnah wal Jama’ah… Mereka juga tidak terjun ke kancah politik spt IM… tapi lebih konsen ke bidang Dakwah dan Sosial. waffaqanallaahu wa iyyahum lima fiihi khoirul Islaami wal Muslimin. Aamin.
Na’am, Afwan maksudnya HASMI (Harokah Sunniyyah Untuk Masyarakat Islami) dan ana telah tanyakan kepada murid Ustadz. Yazid dan katanya menyimpang…. Karena di bawah naungan Yayasan Al-Huda yang pernah mengedarkan buku “Membongkar Kedok Salafiyyun Sempalan (MKSS)” yang bukunya dibantah oleh ustadz. Aunur Rofiq dalam ceramahnya dan juga di dalam majalah Al Furqon pada rubrik Kitab –majalah Edisi Januari 2007 (Edisi 5 Tahun 6 – Dzulhijjah 1429 H)-, terdapat ringkasan bantahan terhadap buku MKSS yang ditulis oleh Ustadz Abu Ahmad As Salafy. Wallohu A’lam. Jazaakumullohu Khoiron.
assalamu’alaikum ustadz,
saya ingin mengikuti quiz yang diselenggarakan oleh seorang ustadz untuk mendapatkan kitab fathul madjid yang di tahqiq oleh Syaikh Al-Walid Alu Furayyan.
salah satu pertanyaannya adalah berapa total jumlah masaa-il yang ada pada kitabut tauhid karangan syaikh muhammad ibn abdil wahhab?
pertanyaan saya, apa jumlah masaa-il itu sama dengan jumlah faidah dalam dalil-dalil yang tercantum di kitab tersebut?
jazzakallah atas jawabannya
Wa’alaikumussalaam. Masa-il tidak sama dengan dalil2, masa-il disebutkan di setiap akhir bab dlm bentuk poin2. Wafiihi masa-il: 1- ,2- ,3-, dst… Tapi tidak semua cetakan kitab Tauhid memuat masa-il. Masa-il adalah kesimpulan yg ditarik oleh Syaikh dari dalil2 yg disebutkan dlm bab tsb.
assalamu’alaikum ustadz,
tentang doa qunut witir,
apakah ada anjurannya kalau pada 15 hari terakhir di bulan ramadhan pada shalat witr membaca doa qunut?
jika ada tolong diberitahu dalilnya..
jazzakallah
afwan ustadz, ingin bertanya lagi..
tentang kaidah ushul fiqh:
“Hukum ibadah adalah haram kecuali setelah ada dalil yg memerintahkannya”
apakah ada dalil naqli dn aqli yang mendukung statement tersebut?
tentu dong… salah satunya adalah hadits Aisyah -muttafaq ‘alaih- yg sangat terkenal: “Man ahdatsa fi amrina hadza maa laisa minhu fahuwa raddun”, yg artinya: “Siapa yg mengadakan perkara baru dalam agama kami yg tidak berasal dari agama tsb, maka hal itu tertolak. dlm lafazh lainnya disebutkan: “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna, fahuwa raddun” = siapa yg melakukan amalan tanpa dilandasi perintah kami, maka amalan itu tertolak.
Itu secara naqli. adapun secara aqli, kita tahu bahwa ibadah adalah menjalin hubungan antara Allah dgn hamba-Nya melalui ritual ttt, nah bila hal ini boleh dilakukan menurut keinginan dan selera masing-masing tanpa mengikuti JUKLAK (petunjuk pelaksanaan/dalil) dari Allah dan Rasul-Nya, pasti agama ini jadi kacau balau… seperti atau bahkan lebih parah dari sekte Sufi dengan segudang tarekatnya… Oleh karenanya, Allah mengutus Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk mengajari bagaimana cara beribadah yg benar. sebab dlm beribadah tidak sekedar mengandalkan niat -yg mungkin memang baik-, namun harus pakai aturan main.
dalil lainnya ialah: Hadits Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash dlm Shahih Muslim yg menyebutkan bahwa Allah tidak pernah mengutus seorang Nabi pun kepada kaumnya, kecuali agar mengajarkan kepada mereka SELURUH kebaikan yang diketahui oleh Nabi tsb, dan memperingatkan mereka dari SELURUH kejahatan yg diketahui oleh Nabi tsb… alhadits. Jadi, bila ada suatu ibadah yg dianggap ‘baik’ tapi caranya belum diajarkan oleh Nabi, maka konsekuensinya adalah Nabi masih menyembunyikan sebagian kebaikan yg beliau ketahui dan tidak mengajarkannya kepada umatnya; atau Nabi tidak mengetahui bahwa hal itu baik, namun umatnya yg mengetahui; atau hadits di atas salah… dan semua konsekuensi ini batil.
dan masih ada sejumlah dalil lain yang saling menguatkan makna yg dikandung oleh kaidah tsb… sebab kaidah itu juga dirumuskan dari sejumlah dalil, dan bukan rekayasa begitu saja.
terus kalau tentang qunut witir qiyam ramadhan apakah benar hanya pada 15 hari terakhir di bulan ramadhan?
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarokatuh ..
afwan sebelumnya ustadz saya ingin bertanya masalah bid’ah yang dijelaskan oleh teman saya . bagaimana menurut pendapat ustadz ???
1. Sahabat Bilal r.a.melakukan sesuatu yang secara khusus
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullahshallallahu ‘alayhi wa aalihi wa sallam, namun masih masuk dalam keumuman hadist dan ayat di atas, yaitu membaca kumpulan ayat dari
surat yg berbeda-beda yang dibuatnya sendiri dan Rasulullah
shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallamberkata, Baik ( H.R.
Ahmad no. 544 ). Al Hafidz Al Haitsami berkata Rijalnya
terpercaya.
2.Seorang laki-laki menambahi doa sesudah ruku yang
tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wa sallam. Sesudah shalat, belaiu menanyakan orang
tersebut dan beliau tidak membid ’ahkan. Beliau justru
bersabda, Aku melihat lebih 30 malaikat berebut menuliskan
pahalanya (H.R.Bukhari no. 770 ).
3.Umar bin Khatab menambahi bacaan talbiyyah haji yang
tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wa sallam ( H.R.Bukhari 170 ).
4.Seorang baduwimendapatkan hadiah dari Rasulullah
shallallah ‘alayhiwa aalihi wa sallam karena membuat doa
yang tidak pernahdiajarkan olehRasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( bidah hasanah ) di dalam
shalat ( H.R. Ath Thabrani dalam Mu ’jam awssath no. 9447. Di sahihkan oleh Al Hafiidz Al haitsami dalam Majma Zawaid).
5.Ibnu Mas ’ud membuat redaksi shalawat sendiri ( H.R. ibnu Majah no.906 dan diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam
jalaa’ al afhaam no hal 36 dan 72 ).
6.Utsman bin Affan menambah adzan jum ’at menjadi 2
kali, suatu hal yang juga tidak pernah secara langsung
diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wa sallam. Bagaimana pendapat anda dengan para
sahabat tadi, khususnya Umar bin khatab yang menambahi
talbuyyah haji dan sahabat Ibnu Mas ’ud yang membuat sendiri redaksi sholawat Nabi. Apakah amalan mereka bid’ah.
Jika anda menganggap bahwa semua bacaan yang
tidak dilakukan oleh Rasulullah Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallamsebagai bid ’ah, alangkah banyaknya
sahabat Nabi yang melakukan bid ’ah. Sayyidina Umar dan
Ibnu Umar bid’ah karena menambahitalbiyah hajji, Utsman bid ’ah karena menambahi adzan Jum ’at, Sahabat Anas,
Abdullah bin Mas’ud dan Imam Ali bid’ah karena membuat
redaksi shalawat sendiri ( Mu ’jam Awsath no.9448, Ibnu
Majah hadist 906, Jala ’ al Afhaam hal. 36 dan 72, Thabrani
dalam al Awsath 9089 ). Ribuan para sahabat yang ikut
perang Yamamah dengan pemahaman bid’ah kelompok
kedua juga menjadi sesat karena mereka meneriakkan ucapan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa aalihi wa sallam yaitu meneriakkan Yaa
Muhammadah ( Duhai Muhammad ) sebagai slogan peperangan ( Ibnu Katsir, Al Bidaayah wan Nihaayah Juz VI hal. 32 ). Padahal bukankah dalam konsep Ahlussunnah
Wal jama ’ah para sahabat adalah manusia yang bersih
dari bid ’ah ?Kita juga telah memasukkan Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, seorang
tabi ’in yang disepakati ketsiqohannya karena mengarang
doa sendiri ( lihat Al Faraj oleh Ibnu Abdi Dunya ), Imam
Ja’far Ash Shadiq ( guru Imam Malik dan Abu Hanifah dan
Tabiin terkemuka dari Ahlul Bayt )juga bid’ah karena
membuat redaksi doa sendiri ( lihat, Abwab al Faraj ),
Imam Asy Syafi ’i juga bid’ah karena membuat redaksi
bertawassul kepada Ahlul Bayt ( Tarikh Baghdad Juz 1hal.133 ). Pemahaman bid ’ah tentang bid’ah juga
memasukkan Abu Hanifah sebagai ahli bid’ah karena menyusun redaksitawassul ketika berziarah ke makam
Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( lihat Fath
Al Qadir dan Az Ziyaarah An nabawiyyah hal. 56 ), Imam Malik juga menjadi bid ’ah karena mengajar Khalifah Al Manshur untuk berdoa menghadap makam Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam danbertawassul kepada
Rasulullah shallalla ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( Asy Syifa
dgn sanad sahih ), juga telah memasukkan Imam Ahmad yang memerintahkan seseorang membaca Al Qur ’an di sisi
kuburan ( Ibnu Al Qayyim, Ar Ruh hal. 33 ). Kita juga
memasukkan An Nawawi karena beliau menyusun Hizb
Nawawi, suatu hal yang tidak pernah secara khusus
diperintahkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wasallam. Ribuan sahabat, termasuk Khulafa Rashidin,
empat Imam Madzhab dan ribuan tabi ’in bid’ah karena pemahaman bid ’ah kelompok kedua ini. Dari sini,
sudah tentu, pemahaman kelompok ketigalah yang lebih sesuai dengan jiwa hadist tentang bid’ah dan juga lebih sesuai dengan praktek para salaf shalih.Hadist “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini sesuatu
yang bukan darinya, maka ia tertolak ” ( H.R. Abu Dawud ) justru menguatkan bolehnya berkreasi menyusun bacaan=bacaan doa, shalawat dan kalimat-kalimat baik
lainnya.
afwan ustadz ana cuma ingin mencari yang haq ana takut apa yg telah ana mengerti saat ini salah ..
syukron
jazakallahu khoiran katsiron
afwan sebelumnya ustadz saya ingin bertanya masalah bid’ah yang dijelaskan oleh teman saya . bagaimana menurut pendapat ustadz ???
1. Sahabat Bilal r.a.melakukan sesuatu yang secara khusus
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullahshallallahu ‘alayhi wa aalihi wa sallam, namun masih masuk dalam keumuman hadist dan ayat di atas, yaitu membaca kumpulan ayat dari
surat yg berbeda-beda yang dibuatnya sendiri dan Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallamberkata, Baik ( H.R. Ahmad no. 544 ). Al Hafidz Al Haitsami berkata Rijalnya terpercaya.
Jawab: Ini bukan bid’ah karena telah mendapat persetujuan Nabi, alias dianggap Sunnah. Sebab Sunnah terbagi menjadi tiga: qouliyah (ucapan), fi’liyah (perbuatan), dan taqririyyah (persetujuan).
2.Seorang laki-laki menambahi doa sesudah ruku yang
tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wa sallam. Sesudah shalat, belaiu menanyakan orang
tersebut dan beliau tidak membid ’ahkan. Beliau justru
bersabda, Aku melihat lebih 30 malaikat berebut menuliskan
pahalanya (H.R.Bukhari no. 770 ).
Jawab: sama dgn sebelumnya.
3.Umar bin Khatab menambahi bacaan talbiyyah haji yang
tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wa sallam ( H.R.Bukhari 170 ).
Jawab: Umar termasuk khulafa’ur Rasyidin yang perbuatan dan perkataannya menjadi teladan, dan ini atas perintah Nabi sendiri sebagaimana dlm hadits Irbadh bin Sariyah yg sangat terkenal itu… lihat Arba’in Nawawiyah no 28.
4.Seorang baduwimendapatkan hadiah dari Rasulullah
shallallah ‘alayhiwa aalihi wa sallam karena membuat doa
yang tidak pernahdiajarkan olehRasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( bidah hasanah ) di dalam
shalat ( H.R. Ath Thabrani dalam Mu ’jam awssath no. 9447. Di sahihkan oleh Al Hafiidz Al haitsami dalam Majma Zawaid).
Jawab: sama dengan poin 1 & 2.
5.Ibnu Mas ’ud membuat redaksi shalawat sendiri ( H.R. ibnu Majah no.906 dan diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam jalaa’ al afhaam no hal 36 dan 72 ).
Jawab: hadits ini dha’if karena salah seorang perawinya adalah Al Mas’udy yang mukhtalit, alias kacau hafalannya. Ibnul Qayyim meriwayatkan hadits tsb karena beliau sekedar mengumpulkan semua yang berkaitan dgn shalawat, tanpa mensyaratkan harus shahih/hasan. Kesimpulannya, hadits dha’if tidak bisa jadi pijakan.
6.Utsman bin Affan menambah adzan jum ’at menjadi 2
kali, suatu hal yang juga tidak pernah secara langsung
diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wa sallam. Bagaimana pendapat anda dengan para
sahabat tadi, khususnya Umar bin khatab yang menambahi
talbuyyah haji dan sahabat Ibnu Mas ’ud yang membuat sendiri redaksi sholawat Nabi. Apakah amalan mereka bid’ah.
Jawab: sama dengan poin ketiga.
Jika anda menganggap bahwa semua bacaan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam sebagai bid ’ah, alangkah banyaknya sahabat Nabi yang melakukan bid ’ah. Sayyidina Umar dan Ibnu Umar bid’ah karena menambahitalbiyah hajji, Utsman bid ’ah karena menambahi adzan Jum ’at, Sahabat Anas, Abdullah bin Mas’ud dan Imam Ali bid’ah karena membuat redaksi shalawat sendiri ( Mu ’jam Awsath no.9448, Ibnu
Majah hadist 906, Jala ’ al Afhaam hal. 36 dan 72, Thabrani dalam al Awsath 9089 ).
Jawab: talbiyah haji Sayyidina Umar, shalawat Ibnu Mas’ud dan adzan jum’at kedua telah dijawab. Adapun Talbiyah Ibnu Umar maka yang seperti apa dan siapa yg meriwayatkan? Adapun redaksi shalawat Ali bin Abi Thalib dlm Al Awsath 9089, mk perawinya dari Ali adalah Salamah Al Kindi yg tidak dikenal oleh para ulama sebagai orang yg pernah mendengar langsung dari Ali (lihat: Jami’ut Tahshil no 274). Jadi, hadits ini dha’if krn sanadnya mursal (terputus) demikian menurut Imam Al ‘Ala’I dlm Jami’ut Tahshil. Lagi pula, kalaupun hadits ini dianggap shahih, maka ia merupakan sunnah-nya Ali yg notabene termasuk khulafa’ur Rasyidin.
Sedangkan redaksi shalawat Anas siapa yg meriwayatkan?
Ribuan para sahabat yang ikut perang Yamamah dengan pemahaman bid’ah kelompok
kedua juga menjadi sesat karena mereka meneriakkan ucapan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa aalihi wa sallam yaitu meneriakkan Yaa
Muhammadah ( Duhai Muhammad ) sebagai slogan peperangan ( Ibnu Katsir, Al Bidaayah wan Nihaayah Juz VI hal. 32 ). Padahal bukankah dalam konsep Ahlussunnah Wal jama ’ah para sahabat adalah manusia yang bersih dari bid ’ah ?
Jawab: Ibnu Katsir menyitir kisah tersebut dlm rangkaian cerita panjang ttg Perang Yamamah, yang mencampurkan ucapan Akhbariyyin (ahli sejarah) satu sama lain. Adapun syi’ar Muhammadaah tsb, yg meriwayatkan adalah Ibnu Jarir Ath Thabari dlm Kitab: “Tarikhul Umam wal Muluk” (3/293) dgn sanad sbb:
كتب إلي السري عن شعيب عن سيف عن الضحاك بن يربوع عن أبيه عن رجل من بني سحيم… فذكر القصة
Ini merupakan sanad yg gelap gulita, dan masalah2 akidah/tauhid tidak bisa dinukil dari kitab-kitab tarikh yg ‘meliput’ apa saja tanpa seleksi…, bahkan hukum-hukum syar’I pun tidak boleh dinukil dari kitab semacam itu. Kisah-kisah sejarah hanya diriwayatkan untuk dijadikan pelajaran dan ibrah, dan kita hanya membenarkan sejarah secara global saja, bukan setiap detailnya kita benarkan.
Dlm sanad cerita tsb terdapat Saif bin Umar yg terkenal sebagai perawi dari orang-orang majhul (tak dikenal), dan dikatakan ‘Matruk’ (haditsnya sangat lemah) oleh Abu Hatim. Bahkan Ibnu Hibban menuduhnya sebagai Zindiq.
Dhahhak bin Yarbu’ termasuk salah seorang tak dikenal yg menjadi narasumber Saif dlm ‘kisah’ ini. Demikian pula ayahnya yg bernama Yarbu’ dan perawi setelahnya yg juga ‘majhul’… masa’ sanad seperti ini mau dijadikan dalil dlm masalah penting spt ini??
Kita juga telah memasukkan Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, seorang tabi ’in yang disepakati ketsiqohannya karena mengarang doa sendiri ( lihat Al Faraj oleh Ibnu Abdi Dunya ), Imam Ja’far Ash Shadiq ( guru Imam Malik dan Abu Hanifah dan Tabiin terkemuka dari Ahlul Bayt ) juga bid’ah karena membuat redaksi doa sendiri (lihat, Abwab al Faraj ),
jawab: Siapa yang mengatakan bahwa merangkai doa sendiri merupakan bid’ah (kalaupun semua riwayat di atas benar adanya…)? Selama doa tsb tidak dibaca pd waktu dan tempat khusus dengan keyakinan ttt, dan lafazhnya tidak melampaui batas, maka tidak mengapa… Sebab Allah memerintahkan kita agar berdoa secara mutlak kpd-Nya… alias bebas dengan redaksi apa saja dlm bahasa apa pun, yg penting tetap memperhatikan adab-adab doa. Namun bila seseorang merekayasa doa setelah bersin, atau doa masuk mesjid, atau doa di pagi dan sore dan menjadikannya wirid; maka inilah yg bid’ah, sebab ia hendak menyaingi syari’at Rasulullah yg telah mengajarkan bacaan tertentu pd waktu dan tempat2 tadi. Faham?
Imam Asy Syafi ’i juga bid’ah karena membuat redaksi bertawassul kepada Ahlul Bayt (Tarikh Baghdad Juz 1hal.133 ).
Jawab: Tarikh Baghdad cetakan mana? Saya cek tidak ketemu tuh… coba sebutkan sanad ceritanya yg lengkap…
Pemahaman bid ’ah tentang bid’ah juga memasukkan Abu Hanifah sebagai ahli bid’ah karena menyusun redaksitawassul ketika berziarah ke makam Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( lihat Fath Al Qadir dan Az Ziyaarah An nabawiyyah hal. 56 ), Imam Malik juga menjadi bid ’ah karena mengajar Khalifah Al Manshur untuk berdoa menghadap makam Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam danbertawassul kepada Rasulullah shallalla ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( Asy Syifa dgn sanad sahih ), juga telah memasukkan Imam Ahmad yang memerintahkan seseorang membaca Al Qur ’an di sisi kuburan ( Ibnu Al Qayyim, Ar Ruh hal. 33 ).
Jawab: Tidak semua pelaku bid’ah sama dengan ahli bid’ah. Seorang imam panutan bisa saja terjerumus dlm suatu bid’ah karena menurut keyakinan Ahlussunnah dia tidak ma’shum. Akan tetapi tidak berarti dia menjadi ahli bid’ah, karena Ahli Bid’ah ialah mereka yang sengaja berbuat bid’ah dan mengajak orang lain kepadanya. Sedangkan orang yg berbuat bid’ah karena ikut2an, atau salah faham, atau karena ijtihad yg keliru, maka kita katakan: “Dia berbuat bid’ah”, dan tidak kita katakan: “Dia ahli bid’ah”, kecuali setelah kita jelaskan kebenaran kepadanya dan dia tetap menolak, barulah kita katakan dia sebagai ahli bid’ah.
Saya pribadi meragukan keabsahan riwayat-riwayat di atas, karena tidak semua yg diriwayatkan dlm kitab-kitab bisa dijadikan pegangan begitu saja… harus diverifikasi terlebih dahulu. Terutama kisah-kisah para Imam di atas.
Kita juga memasukkan An Nawawi karena beliau menyusun Hizb Nawawi, suatu hal yang tidak pernah secara khusus diperintahkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi
wasallam. Ribuan sahabat, termasuk Khulafa Rashidin, empat Imam Madzhab dan ribuan tabi ’in bid’ah karena pemahaman bid ’ah kelompok kedua ini.
Jawab: ini adalah tuduhan tanpa bukti dan hasil pemahaman yg kacau tentang definisi bid’ah yg sesungguhnya. Karenanya, mereka selalu mencampuradukkan antara hasil ijtihad, mashalih mursalah, dan sunnah khulafa’ur rasyidin dengan bid’ah.
Dari sini, sudah tentu, pemahaman kelompok ketigalah yang lebih sesuai dengan jiwa hadist tentang bid’ah dan juga lebih sesuai dengan praktek para salaf shalih. Hadist “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak ” ( H.R. Abu Dawud ) justru menguatkan bolehnya berkreasi menyusun bacaan=bacaan doa, shalawat dan kalimat-kalimat baik lainnya.
Jawab: justru sebaliknya… hadits diatas menjadi bumerang atas mereka, karena tidak ada satu lafazh pun dari hadits tsb yg mengecualikan jenis bid’ah tertentu; padahal Rasulullah demikian sering mengucapkannya dlm khutbah beliau… masa’ beliau lupa? Atau mereka lebih faham ttg makna bid’ah dari beliau? Kalau lah beliau hanya mengucapkannya sekali atau dua kali… mk mungkin kita ‘bisa memaklumi’ kalau ada orang yg mengatakan: “Oo maksud Nabi bukan semua bid’ah itu sesat… tapi bid’ah yg begini dan begitu saja yg sesat…”. Tapi kenapa ya, kok berulang kali Nabi mengatakan hadits tsb tanpa mengecualikan atau merinci bid’ah apa yg beliau maksud… namun memukul rata dgn kata-kata “Kullu bid’atin Dholaalah”… coba renungkan dengan seksama…
Jika ada guru Biologi mengatakan: “Semua makhluk hidup perlu makanan”, dan ia menjadikannya sebagai mukaddimah setiap pelajarannya, mungkinkah ada murid yg ragu bahwa semua makhluk hidup memang perlu makanan… lantas mengatakan –setelah sang guru tiada-: “Oo, bukan begitu maksudnya… tapi ada beberapa makhluk hidup yg tidak perlu makanan”, yaitu: a, b, c, d, e… dst (sebanyak bid’ah yg dianggap hasanah di dunia ini ?!)
afwan ustadz ana cuma ingin mencari yang haq ana takut apa yg telah ana mengerti saat ini salah ..
syukron
jazakallahu khoiran katsiron
Sudah terjawab dlm jawaban lalu… itu memang khilaf di antara para salaf. Silakan pilih sendiri, ana tidak bisa menyalahkan pihak yg mana pun.
ustdz bolehkah memberikan zakat fitrah kepada kakak ipar yang sekarang dia ditinggal meninggal oleh suaminya dan punya anak 3..dia hanya pnya rumah peninggalan suaminya..
Boleh, asalkan kakak ipar antum selama ini nafkahnya tidak dalam tanggungan antum.
assalamu’alaikum ustadz, saya meu menanyakan hal2 berikut:
1. Apakah Imam Ahmad menentang secara terang-terangngan kemungkaran penguasa?
merujuk kisah sbb:
“Adapun Imam Ahmad, beliau telah bersembunyi selama kekhilafahan Al Watsiq. Hal itu ia lakukan setelah ia menyatakan keyakinannya tentang Al Qur’an (yakni bahwa… Al Qur’an itu kalam Alloh dan bukan makhluq – pen.) secara terang-terangan, dan ia mendapatkan ujian yang sangat berat karenannya … maka iapun menyembunyikan diri selama sisa umur Al Watsiq, di mana beliau senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, kemudian ia baru kembali ke rumahnya setelah beberapa bulan, beliau bersembunyi di sana sampai Al Watsiq meninggal dunia … Ibrohim bin Hani berkata: Ahmad bin Hanbal bersembunyi di tempatku selama tiga hari … kemudian Ahmad mengatakan: Carikan tempat untukku supaya aku pindah ke tempat tersebut. Aku jawab: Aku tidak merasa aman atas dirimu wahai Abu ‘Abdillah. Ahmad berkata: Lakukanlah! Jika aku melakukannya aku berarti akan membinasakanmu. Akupun mencarikan tempat untuknya. Lalu tatkala ia keluar dari tempatku ia berkata kepadaku: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dahulu bersembunyi di dalam goa selama tiga hari kemudian berpindah. Tidak sepantasnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam itu diikuti ketika dalam keadaan lapang saja sementara ketika dalam keadaan susah tidak diikuti.”[Manaqibul Imam Ahmad, karangan Ibnul Jauzi, hal. 349 dikutib oleh Syaikh Abu Muhammad Ashim Al Maqdisy rahimahullah]
2. Bagaimana penjelasan ustadz atas pendapat (orang yang bersimpati dgn ustadz ABB) yang mengatakan:
memberontak dan penguasa yang tegak dengan jalan pemberontakan tersebut adalah tidak sah, kecuali memberontakan itu terjadi karena satu hal, yaitu terjadinya kufran bawahan, atau keadaan dimana penguasa telah melakukan perubahan terhadap sendi-sendi agama dan melakukan bid’ah yang besar, sebagaimana yang dijelaskan al imam nawawi di dalam syarh shahih muslim. Dan saat ini, Penguasa muslim (Indonesia) tersebut telah melakukan perubahan sendi-sendi agama dengan menyebarkan dan menerapkan Sekularisme-Pluralisme-Liberalisasi, dan Sistem kufur Demokrasi. Semua hal tersebut adalah perbuatan kufur (kufur amali) sehingga, Umat Islam tidak boleh menta’ati mereka dan wajib mengganti mereka.
mohon di jelaskan.
wa’alaikumussalaam. Tentang Imam Ahmad, maka sejauh yg ana tahu beliau adalah orang yg sangat menjaga kesatuan umat di bawah pemimpin saat itu. Semenjak Al Ma’mun yg pertama kali memaksakan faham mu’tazilah, lalu diikuti oleh Al Mu’tashim dan dilanjutkan oleh Al Watsiq, dan yang terakhir ini termasuk yg paling kejam terhadap para ulama ahlussunnah. Al Watsiq bahkan bangga ketika memenggal sahabat Imam Ahmad yg bernama Ahmad bin Nashr Al Marwazi, dan ia menganggapnya sebagai qurbah (amalan yg mendekatkan dirinya kpd Allah), Na’udzubillah… Pun demikian, ketika warga Baghdad dan para tokohnya minta izin kpd beliau untuk memberontak, beliau tetap saja mengatakan: “Ittaqullaaha fi dimaa-il muslimin” (Bertakwalah kepada Allah, jgn sampai darah kaum muslimin tumpah sia-sia). Padahal kekafiran orang yg meyakini bhw Al Qur’an adalah makhluk telah menjadi ijma’ para ulama. Bahkan salah seorang murid beliau yg bernama Al Khallal meriwayatkan bahwa Imam Ahmad telah mengkafirkan Al Ma’mun secara mua’yyan (meskipun Ibnu Taimiyyah mengingkari bhw beliau mengkafirkan Al Ma’mun).
Kekejaman para penguasa di zaman beliau terhadap para ulama juga telah melampaui batas. Bahkan hal itu terjadi sejak zaman Bani Umayyah lewat si Bengis Al Hajjaj bin Yusuf yg sangat haus darah…
Memang, dahulu ada sejumlah ulama salaf yg mengingkari kemungkaran penguasa dan memberontak kpd penguasa zhalim secara terang-terangan. Ada pula yang tidak mau berbai’at kpd penguasa yg dinilai tidak layak, spt Sa’id bin Musayyab yg tidak mau bai’at kpd Abdul Malik bin Marwan, atau spt Abdullah bin Zubeir, dan Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhum yg tidak mau bai’at kpd khalifah terpilih. Itu tidak berarti mereka adalah khawarij, krn yg namanya khawarij ialah bila seseorang telah memberikan bai’atnya secara langsung (atau diwakili oleh ahlul halli wal ‘aqdi), lalu mencabutnya kembali tanpa alasan yg syar’i. dan dlm kondisi ini, Abdullah bin Zubeir, Sa’id bin Musayyab, dan Husein bin Ali termasuk ahlul halli wal ‘aqdi krn mereka adalah ulama dan tokoh masyarakat yg diikuti banyak orang. sehingga ketidakmauan mereka untuk berbaiat sejak awal tidak bisa dikatakan sebagai ‘khuruj’ (keluar dari ketaatan), sebab yg namanya ‘keluar’ tidak akan terjadi sebelum ‘masuk’ terlebih dahulu, dan mereka memang belum ‘masuk’ dari awal.
Adapun khuruj yg benar-benar terjadi ialah di zaman Hajjaj bin Yusuf, ketika sejumlah fuqaha Irak membai’at Ibnul Asy’ats Al Kindi (mantan anak buah Hajjaj yg kemudian memberontak) lalu bersatu di bawah komandonya dengan sejumlah besar pasukan untuk menggulingkan Hajjaj dan sekaligus Abdul Malik bin Mirwan, yg saat itu adalah Amirul Mukminin yg telah dibai’at oleh kaum muslimin secara umum. Akhirnya terjadilah tragedi berdarah yg menyebabkan tewasnya ratusan ribu kaum muslimin stlh perang sengit antara dia dgn Hajjaj, dan berakhir dgn kemenangan pihak Hajjaj. Hajjaj lalu memburu semua pengikut Ibnul Asy’ats dan mengeksekusi 130 ribu orang dari mereka, dan yang terakhir di antaranya ialah Sa’id bin Jubeir. Karenanya, setelah menyebutkan tragedi yg memilukan ini, Ibnu Katsir mengatakan:
والعجب كل العجب من هؤلاء الذين بايعوه بالامارة وليس من قريش، وإنما هو كندي من اليمن، وقد اجتمع الصحابة يوم السقيفة على أن الامارة لا تكون إلا في قريش، واحتج عليهم الصديق بالحديث في ذلك، حتى إن الانصار سألوا أن يكون منهم أمير مع أمير المهاجرين فأبى الصديق عليهم ذلك، ثم مع هذا كله ضرب سعد بن عبادة الذي دعا إلى ذلك أولا ثم رجع عنه، كما قررنا ذلك فيما تقدم. فكيف يعمدون إلى خليفة قد بويع له بالامارة على المسلمين من سنين فيعزلونه وهو من صلبية قريش ويبايعون لرجل كندي بيعة لم يتفق عليها أهل الحل والعقد ؟ ولهذا لما كانت هذه زلة وفلتة نشأ بسببها شر كبير هلك فيه خلق كثير فإنا لله وإنا إليه راجعون.
artinya: “Yang sangat aneh ialah mereka yg membai’at Ibnul Asy’ats sebagai Amirul mukminin, padahal ia bukan dari suku Quraisy, namun dari Suku Kindah asal Yaman; sedangkan para sahabat telah ijma’ pada hari Saqifah (hari pelantikan Abu Bakr sbg Khalifah) bahwa jabatan Amirul mukminin (khalifah) harus dari suku Quraisy. Bahkan Abu Bakar Ash Shiddiq berdalil dlm hal ini dengan sebuah hadits, hingga ketika kaum Anshar mengusulkan agar mereka juga memiliki Amir bersama Amirnya kaum Muhajirin, Abu Bakar menolak usulan tersebut. Ia bahkan memukul Sa’ad bin Ubadah yg awalnya mengusulkan hal tersebut lalu rujuk kembali, sebagaimana yg telah kami paparkan sebelumnya. Lantas bagaimana mereka (para fuqaha Irak tsb) justru sengaja mencopot bai’atnya atas seorang khalifah yg telah diba’iat oleh kaum muslimin sejak bertahun-tahun dan ia seorang Quraisy tulen, lalu mereka memberikan bai’at kepada lelaki dari Suku Kindah asal Yaman yang belum disepakati oleh Ahlul Halli wal Aqdi ? Karena ketergelinciran dan kesalahan besar inilah, akhirnya timbul bencana besar yang menyebabkan kematian banyak orang, inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun (al Bidayah wan Nihayah 9/66).
Dari sini, dan dari berbagai pengalaman sejarah lainnya… para ulama mengatakan bahwa memberontak kpd penguasa zhalim merupakan madzhab lawas yg dianut oleh sebagian salaf, akan tetapi mereka lalu meninggalkannya karena hal tsb hanya mendatangkan bencana yg lebih besar, sebagaimana yg ditegaskan oleh Ibnu Hajar dlm Tahdzibut Tahdzib, di akhir biografi perawi yg bernama Hasan bin Shalih bin Hayy yg konon menganut akidah khawarij namun tidak memberontak secara langsung.
Nah, terkait dgn pertanyaan antum, maka perlu difahami bahwa kekufuran penguasa yg sudah terang-terangan sekalipun belum cukup untuk melegitimasi pemberontakan thdpnya, akan tetapi harus memperhitungkan maslahat dan mafsadat yg ditimbulkan dr pemberontakan tsb. Karenanya, ketika di Mekkah Rasulullah dan para sahabatnya tidak angkat senjata dan melawan penguasa Mekkah yg jelas-jelas kafir tsb, sebab hal itu tidak akan mendatangkan maslahat bagi mereka, mengingat kondisi mereka jauh lebih lemah dari musuhnya. Demikian pula dgn kondisi minoritas kaum muslimin di berbagai negara kafir di dunia, spt Eropa dan Amerika, apakah mentang-mentang penguasanya kafir lalu mereka boleh memberontak? kalau kita bolehkan berarti kita menjerumuskan mereka dlm kebinasaan dan ini jelas bukan pendapat yg benar.
demikian pula dgn penguasa-penguasa negeri yg mayoritas warganya muslim, namun ‘dianggap’ telah merubah sendi-sendi agama spt indonesia misalnya. Jelas bukanlah pendapat yg benar bila kita disuruh berontak kpd penguasa yg memiliki kekuatan militer sekuat itu, sedangkan kita tidak punya apa-apa… karena hasil akhirnya ialah binasanya para pemberontak tanpa ada perubahan berarti yg mereka timbulkan… belum berontak dgn terang-terangan aja kita sdh bisa merasakan akibat buruknya atas diri kita, berupa sikap represif pemerintah thd semua yg berbau Islam, spt cadar, jenggot, dan atribut islami lainnya… bisa antum bayangkan kalau sampai terjadi pemberontakan besar, apa akibatnya…
Jadi kesimpulannya, pemberontakan baru wajib dilakukan bila pemerintahnya telah benar-benar kafir secara terang-terangan, lalu kita punya bukti di hadapan Allah atas kekafiran mereka, dan pemberontakan tsb bisa mendatangkan maslahat lebih besar daripada kalau tidak memberontak. Bila salah satu dari syarat di atas tidak terpenuhi, maka pemberontakan tidak boleh dilakukan, dan kita wajib bersabar sambil terus melakukan islah lewat dakwah billati hiya ahsan, walaupun ini membutuhkan waktu yg lama dan hasilnya mungkin tidak kita rasakan… namun inilah jalan para Nabi dan Rasul.
Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa dgn Fir’aun. Adakah orang didunia ini yg lebih kafir dan kejam dari Fir’aun? Dia mengaku dirinya sebagai Rabbukumul A’la… lalu dia MENYEMBELIH bayi-bayi lelaki Bani Israel yg baru lahir (bayangkan !!!) dan memperbudak mereka yg masih hidup… Namun bagaimana perintah Allah kepada Musa untuk mendakwahinya? (bandingkan dgn sikap ABB dan pengikutnya kdp penguasa indo yg notabene jauh lebih ringan kekafirannya –kalau pun mereka benar-benar kafir– dibanding Fir’aun).
Allah mengatakan:
{اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (44)} [طه: 43، 44]
pergilah kalian berdua (Musa dan Harun) kpd Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. Lalu katakan kepadanya perkataan yg lembut, semoga ia sadar dan takut kpd Allah (Toha: 43-44).
Coba bayangkan… Musa dan Harun adalah nabi2 alias orang paling alim dan paling dicintai Allah yg ada di bumi ketika itu, sedangkan Fir’aun adalah orang paling kejam dan paling kufur kepada Allah di bumi ketika itu. Pun demikian, justru Allah memerintahkan kedua orang yg paling dicintai-Nya agar mendatangi musuh nomor satu-Nya, dan menyampaikan perkataan yg lemah lembut kepadanya… bukan dengan mencapnya sebagai Thaghut, Kafir, Antek Amerika dan Zionis, dst… yg sering diucapkan oleh ABB dan pengikutinya tsb. Kenapa demikian? karena tujuan dakwah ialah menyadarkan orang yg keliru, bukan justru menjadikan dia semakin menjauh dari dakwah… kalau orang biasa saja tidak suka disalah-salahkan/dijelek-jelekkan walaupun sebenarnya dia memang salah & jelek, maka seorang penguasa jelas lebih tidak suka lagi diperlakukan demikian. Dan wajar bila akhirnya mereka yg berkuasa membalas sikap tsb dengan tindakan represif (menekan) orang-orang yg beratribut spt ABB dan pengikutnya… termasuk kita yg tidak sepemahaman dgn mereka juga kena getahnya.
Sebab itulah, kalau kita ingin meneladani para salaf, maka bersikaplah lemah lembut kpd penguasa, dakwahi mereka dgn baik-baik dan jangan tergesa-gesa untuk mengadakan perubahan drastis lewat kudeta dsb, sebab kondisi kita masih lemah, kaum muslimin belum mewujudkan kewajiban terbesar mereka thd Allah, yaitu Tauhid… lantas bagaimana Allah akan menolong mereka? Tetapilah jalan dakwah yg telah digariskan oleh Allah dan Rasulnya, dan jangan putus asa dgn kondisi umat yg tragis, karena kesudahan yg baik adalah menjadi milik mereka yg bertakwa. Wallahu a’lam
Muhammadiyah mengamalkan sholat iftitah 2 rekaat setiap akan sholat tarwih, dan ini selalu dilakukan dengan jama’ah. Benarkah amalan ini? mereka juga mengganti do’a iftitah dengan “subhaana dzil mulki wal malakuuti wal jabaruuti wal izzati wal kibriyaa’ wal adzomah”
Saya tidak tahu apa dasarnya merutinkan shalat iftitah 2 rekaat sblm tarawih tsb… coba antum tanyakan kpd orang alim mereka. Adapun doa yg dibaca ketika iftitah tsb, setahu ana itu bukan doa iftitah, tp salah satu bacaan tasbih ketika ruku’ dan sujud. Adapun doa iftitah yg redaksinya ‘agak mirip’ ialah: Subhaanakallahumma wabihamdik, watabaarakasmuk, wata’aala jadduk, walaa ilaaha ghairuk.
Antum bisa lihat redaksi doa-doa iftitah lainnya di kitab Sifat Shalat Nabi tulisan Syaikh Al Albani.
ustadz, saya inin menanyakan ttg zakat fitri
Bolehkah Zakat Fitri dengan Uang?
Assalamu’alaikum ustadz,
1. meninjau kembali jawaban ustadz ttg menasehati penguasa dengan baik dengan berdalilkan Surat Thaha ayat (43-44)
bagaimanakah mengkompromikannya dengan ayat 88 dari surat yunus,yang artinya :
Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.”[QS:10.88]
ini dijadikan dalih oleh mereka (yang bersimpati dengan ABB) untuk mendoakan keburukan dalam artian menentang kepada penguasa karena karena menolak seruan “Islam”.
2. Apakah benar pendapat yang menyatakan,
Thaghut berasal dari kata thagha (melampaui batas), artinya semua orang yang melampaui batas dari hukum-hukum Allah subhana wa ta’ala masuk dalam pengertian Thaghut.
lalu dengan pernyataan ini, orang-orang yang setipe dengan pemikiran ABB menyatakan bahwa penguasa muslim saat ini yang melakukan perbuatan kufur dengan menerapkan hukum selain Allah subhana wa Ta’ala, dapat dikatakan sebagai penguasa Thaghut.
mohon penjelasannya ustadz..
afwan ustadz, menambah pertanyaan lagi,
Apakah benar Umar ibn Khaththab menerangkan bahwa taghut itu adalah syaithan,
ini ditafsirkan oleh orang haroki sebagai semua bentuk kejahatan yang biasa dilakukan oleh ahli Jahiliah,
seperti MENYEMBAH BERHALA DAN MEMINTA KEPUTUSAN HUKUM KEPADANYA (waalhu’alam mungkin yang dimaksud mereka adalah penguasa muslim saat ini) SERTA MEMBELANYA.
mohon penjelasannya.
kalau uangnya diberikan langsung kepada penerima zakat, maka tidak boleh, sebab zakat fitri disyari’atkan sbg syi’ar hari Raya. Rasulullah menyifatinya sebagai: “Thu’matan lil masakin wa thuhratan lisshaa-imin” (makanan bagi orang miskin dan pembersih bg yang berpuasa). Dalam hadits Shahih lainnya disebutkan bahwa Rasulullah mewajibkan zakat fitri berupa 1 sha’ tamr, atau 1 sha’ gandum, atau 1 sha’ aqith (susu kering). Beliau tidak menyebutkan dinar dan dirham padahal keduanya juga dibutuhkan oleh fakir miskin di masa itu, ini menunjukkan bahwa zakat fitri harus berupa sesuatu yg bisa dimakan. Namun bila zakat tersebut kita serahkan kepada Yayasan Sosial/Panitia Mesjid dlm bentuk uang untuk kemudian mereka berikan makanan dan mereka bagikan ke fakir-miskin, maka tidak apa-apa. Wallaahu a’lam.
Alaikumussalaam… tidak ada kontradiksi antara kedua ayat tsb, ketika di hadapan penguasa kita diperintahkan untuk menyampaikan kebenaran dgn tegas namun caranya lembah lembut, alias tidak pakai caci maki atau julukan2 yg tidak enak di dengar. Adapun ayat 88 surat Yunus itu diucapkan Musa tidak dihadapan Fir’aun. Lagi pula, doa semacam itu diucapkan oleh Nabi Musa setelah mengetahui bahwa Fir’aun dan pengikutnya benar-benar tidak mempan didakwahi dan tidak memiliki kebaikan sedikitpun. Ini seperti doa Nabi Nuh agar kaumnya celaka… nah tentunya mereka melakukan hal itu dengan seizin Allah atau setelah Allah mewahyukan kpd mereka bhw pihak yang didakwahi tidak akan menerima dakwahnya… karenanya Allah mengabulkan doa mereka. Hal ini tidak bisa kita kiaskan dengan selain Nabi, sebab kita tidak tahu kesudahan seseorang yg kita anggap sebagai musuh, apakah dia akan mati seperti itu atau bertaubat nantinya… Bahkan ketika Nabi mendoakan beberapa orang Kafir Quraisy secara tertentu agar celaka, Allah menurunkan firman-Nya yg berbunyi:
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (128)
“Kau tidak ada campur tangan sedikit pun dalam urusan mereka (org2 musyrik itu), apakah Allah hendak menerima taubat mereka atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka orang-orang yg zhalim (Aali Imran: 128).
Dlm shahih Bukhari Ibnu Umar menceritakan bhw ia pernah mendengar Rasulullah melaknat si Fulan dan si Fulan dlm doa qunut beliau pd shalat subuh, maka Allah menurunkan ayat tsb. Dlm riwayat Ahmad, orang yg dimaksud di antaranya adalah Al Harits bin Hisyam, Suhail bin Amr, dan Shafwan bin Umayyah. dan Akhirnya mereka masuk islam semua.
karenanya, nasehat tetap harus disampaikan dengan baik-baik, baik kepada orang biasa dan lebih-lebih kepada penguasa… Hindarilah memberi cap dan hukum yg konsekuensinya cukup berat, spt cap murtad dan kafir. Ustad ABB bukanlah panutan, dan beliau banyak mengeluarkan fatwa2 yg hanya berdasarkan emosi dan semangat membela islam, bukan berdasarkan ilmu… salah satunya ialah fatwa beliau yg menghukumi bhw siapa yg mengatakan Al Qoidah sbg teroris berarti batal syahadatnya… ini jelas ngawur dan sembrono… Dia membela Al Qoidah secara membabi-buta dan menutup mata dari semua kesesatan/kejahatan Al Qoidah. dan masih banyak lagi statemen2 ABB yg ‘ngawur’ spt itu… spt julukan mujahid thd mereka yg terlibat pengeboman, yg dia sendiri menganggapnya keliru… lalu pujiannya thd buku Kafir tanpa sadar yg sangat sarat dgn nuansa takfir (yg cukup mengerikan), pdhal penulisnya (Abdul Aziz bin Abdul Qodir, seorang dokter Mesir yg belajar agama secara sendiri tanpa guru… dan hanya mengambil dari kitab2) telah taubat dan menyalahkan Al Qoidah beserta tokoh-tokohnya habis-habisan… antum bisa lihat di situs: http://www.murajaat.com nama asli beliau adalah Sayyid Imam Abdul Aziz Asy Syarif… dia sejak th 2007 terlibat bantah-bantahan hebat dengan Aiman Adh Dhawahiri dan beberapa tokoh Al Qaidah. Intinya, org yg menjadi narasumber utama ABB telah taubat dan mengoreksi cara-cara yg dahulu ditempuhnya… lantas kenapa ABB masih ngotot pake cara2 provokasi kaya gitu?
Kata Thaghut memang berasal dari Thagha yg artinya melampaui batas, dan berlaku untuk siapa saja yg melampaui batasnya, baik itu sebagai sesembahan, orang panutan, atau orang yg ditaati… sedangkan dedengkot thaghut ada lima menurut Ibnul Qayyim (dan dinukil oleh Syaikh Muh bin Abdul Wahhab dlm Al Ushuluts Tsalatsah): Iblis, Siapa saja yg rela diibadahi, Orang yg mengajak orang lain untuk menyembah dirinya, ORang yg mengklaim tahu ilmu ghaib, dan orang yang tidak berhukum dgn apa yg diturunkan Allah.
Pernyataan mereka tsb identik dengan takfir (pengkafiran), dan ini hanya bisa dilakukan oleh ulama yg diakui ilmunya setelah memenuhi empat syarat berikut:
1-Mereka yg melakukan tindakan kufur tsb telah baligh semua.
2-Mereka melakukannya bukan karena kejahilan, alias sudah tahu hukumnya.
3-Mereka melakukannya secara suka rela, bukan karena paksaan.
4-Mereka tidak memiliki syubhat dalam tindakan kufur tsb, alias bukan karena takwil yg keliru.
Dan keempat syarat ini sulit dilakukan kecuali setelah ada iqomatul hujjah (menyampaikan hujjah kpd mereka hingga duduk masalahnya mereka fahami dgn baik), lalu memastikan tidak adanya penghalang-penghalang kekafiran spt adanya paksaan, kejahilan dan takwil.
Namun kalau istilah thaghut tsb tidak ditujukan kpd pihak tertentu, maka tidak mengapa… masalahnya ialah bila vonis thaghut dan kufur tsb dijatuhkan kpd orang atau pihak tertentu oleh mereka yg bukan ulama, spt ABB dan simpatisan beliau… wallahul musta’an.
Assalamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh .
ustadz saya mohon penjelasannya apa itu yayasan ihya ut turats seperti artikel dibawah ini dan saya juga bingung mana yang benar dan mana yang salah mohon pencerahannya ustadz sebab sepertinya dakwah salaf akan berpecah belah juga maka dari itu saya ingin tahu mana yang haq .. syukron jazakallahu khoiron katsiron
*************************************************************************
afwan tolong kejelasannya kalo ustadz ga bisa jawab repply tidak kalo bisa berarti jawab
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh.
Masalah yayasan ihya’ut turots sebaiknya jangan menjadi tolok ukur wala’ dan baro’ di antara sesama salafiyyin. Saya tidak setuju bila setiap orang yang menerima bantuan dari ihya’ut turots lantas disalahkan dan divonis sebagai ‘hizbi’ dst… demikian pula sebaliknya, tidak semua orang yang tidak mau menerima bantuan dari ihya’ut turots berarti ‘salafi’ sejati. Hati-hati, jangan sampai istilah ‘salafi’ atau ‘salafiyyin’ disalah gunakan dan difahami sebagai kelompok tertentu yg keanggotaannya terbatas pada si fulan dan si fulan, dan dengan rujukan ulama-ulama yg terbatas pada syaikh A atau B saja… bukan begitu, salafi adalah setiap orang yang mengikuti manhaj salaf, di mana pun dia berada, dan siapa pun gurunya… selama dia mengikuti manhaj salaf, maka dialah salafi sejati walaupun orang lain menilainya sebagai hizbi dll. Karenanya, sebaiknya antum belajar saja bagaimana akidah dan manhaj salafus shalih itu agar tidak bingung…
Alhamdulillah, setelah menimba ilmu di Madinah, saya pribadi tidak terlalu ambil pusing dgn perkataan orang ttg ihya’ut turots atau yayasan lainnya… saya bisa menilai dgn obyektif pihak-pihak yg saya ajak kerjasama dlm dakwah. Selama orang lain mau membantu TANPA MEMPENGARUHI ke arah yg tidak baik, maka bantuannya sah-sah saja kita terima… toh mereka juga muslimin spt kita… adapun apakah niat mrk di balik bantuan itu? maka itu hanya Allah yg tahu, dan kita tidak boleh mengatakan bahwa niat Si Fulan adalah begini dan begitu kecuali bila ada tanda-tanda ke arah sana.
Mereka yg menilai ihya’ut turots sbg pihak yg sesat, ya kita hargai saja penilaiannya selama mereka memang punya bukti ke arah sana… tapi tidak berarti kita harus mengikuti penilaian tsb, kan itu tidak lebih dari fatwa, dan fatwa itu sendiri tidak memiliki kekuatan hukum yg mengikat alias tidak harus diikuti… beda dengan keputusan qadhi yg sifatnya mengikat. Dalam hal ini, kita bisa bercermin kepada sikap para salaf terhadap sebagian ahli bid’ah. Contohnya seorang perawi hadits yg bernama Jabir bin Yazid Al Ju’fi. Banyak ulama yg menilainya sebagai penganut syi’ah rafidhah yg jahat dengan sejumlah keyakinan busuknya seperti Ar Raj’ah (artinya kembalinya Imam Ali ke dunia untuk menghidupkan kembali Abu Bakar, Umar, Utsman dan Aisyah, lalu menyiksa mereka !). Pun demikian, Imam Syu’bah bin Hajjaj, Imam Sufyan Ats Tsauri, dan Imam Waki’ ibnul Jarrah (gurunya Imam Syafi’i) berhusnudhan kepada Si Jabir Al Ju’fi ini dan meriwayatkan hadits-haditsnya… padahal mereka bertiga merupakan imam panutan Ahlussunnah wal Jama’ah, dan antum tahu sendiri bagaimana kesesatan syi’ah Rafidhah… tapi adakah di antara kita yang lantas berani mengatakan bahwa Sufyan Ats Tsauri atau Syu’bah bin Hajjaj atau Waki’ adalah ” Syi’i ” karena sikap mereka tsb? Atau adakah ulama-ulama salaf yang sezaman dgn mereka lantas mentahdzir Sufyan Ats Tsauri, Syu’bah bin Hajjaj, atau Waki’ karena mereka memuji-muji Jabir Al Ju’fi…? sama sekali tidak ada. Artinya, penilaian seseorang thd kelompok tertentu tidak lain merupakan hasil ijtihad yg boleh diikuti dan boleh juga ditinggalkan. Jika sebagian pihak menganggap bahwa penilaian tsb adalah benar, maka silakan dia ikuti… namun bagi yang masih meragukan kebenarannya, maka jangan dipaksa untuk mengikuti… Gitu aja kok repot? Mudah-mudahan jelas.
Assalamu’alaikum ustadz,
semoga ustadz sehat selalu,
1.Apakah benar ada perkataan ulama,
“Salah satu tanda-tanda ahlul bid’ah adalah suka mendoakan yang jelek-jelek bagi penguasa muslim (walaupun jahil).”
jika benar, apakah ada dalil (Qur’an, Sunnah shahihah, dan Ijma shahabat) yang mendukung pernyataan ini?
2. terkait dengan pertanyaan no 1.
karena Dalam dalil sebagai berikut:
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”.[QS:4.75],
“Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam telah mengutus Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu ke Yaman dan Beliau berkata kepadanya : “Takutlah kamu akan doa seorang yang terzalimi, karena doa tersebut tidak adah hijab (penghalang) diantara dia dengan Allah”. [H.R. Bukhari dan Muslim],
“Do’anya seorang yang dizalimi terkabul meskipun dia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri.” (HR. Ahmad),
“Waspadalah terhadap do’a orang yang dizalimi. Sesungguhnya antara dia dengan Allah tidak ada tabir penyekat.”(HR. Mashabih Assunnah), dan
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.[QS:4.148]
bagaimana penjelasan ustadz, ketika ada orang yang mendoakan keburukan bagi penguasa yang dzalim berdasarkan atas dalil yang di atas?
3. dalam penjelasan syaikhul Islam Muhammad bin abdil wahhab, tentang dedengkot thaghut,
poin no. 5 ustadz, yaitu:
Orang yang tidak berhukum dengan apa yg diturunkan Allah.
Apakah dari poin 5 tersebut, ada kebolehjadian bhw
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikut dakwahnya menganggap bahwa Daulah Utsmanniyah adalah Penguasa “Thaghut” (menurut fans ABB)?
mohon penjelasannya
satu lagi ustadz,
apakah benar perkataan seorang teman saya.
“Kita ini diperintahkan KAFIR (dalam hal mengingkari, berlepas diri dari thaghut) , namun kita tidak diperintahkan MENGKAFIRKAN thaghut.”
dia mengambil contoh
1. nabi ‘Isa disembah oleh orang nasrani, dalam hal ini beliau adalah thaghut dan kita harus bersikap kafir, dan tidak mengkafirkan nabi ‘isa ‘alaihissalam.
2.para malaikat2 yang disembah
3.hukum produk manusia diantaranya ‘Pancasila dan UUD 45’, demokrasi,parlemen, dan orang-orang yang ridho terhadap hukum2 tersebut.
kita harus KAFIR thdpnya, namun kita tidak boleh begitu saja MENGKAFIRKAN, karena tidak ada dalil yang menyuruh kita MENGKAFIRKAN,
Alhamdulillah pencerahan yang ustadz berikan ke saya itu sama dengan pemahaman saya juga, tapi kebanyakan dari orang-orang yang mengambil fatwa bahwa tidak boleh mengambil dana dari yaysan ihya’ut turots selalu saja mengajak pada perdebatan dengan orang yang biasa-biasa saja dalam hal itu, menurut saya itu bukan merupakan akhlak dari seorang yang berjalan diatas manhaj salaf karena manhaj salaf adalah manhaj pertengahan, menurut saya mereka itu mempunyai pemahaman yang keras, saya kasihan melihat orang-orang awam yang baru mengenal manhaj salaf jika tahu masalah ini malah membuat mereka bingung, mungkin orang yang lebih paham mengerti yang salah adalah manusianya bukan manhajnya tapi kasihan yang belum mengerti.
syukron ustadz jazakallahu khoiran katsiron.
yang ada adalah dalil yang menyruh kita KAFIR (mengingkari, Baro’, dan menghindarkan diri) terhadap thagut.
mohon penjelasannya
afwan ustadz ada yang terlewat,
bukan pertanyaan tapi tambahan dalil yang menjadi argumen orang yang membolehkan mendoakan keburukan bagi penguasa:
“Sungguh, akan ada para pemimpin (penguasa) yang berbohong dan zalim. Siapa saja yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kezaliman mereka, maka ia bukan golonganku dan aku
bukan golongannya: ia tidak akan menemaniku di Telaga al-Kautsar. Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka, ia termasuk golonganku dan
aku termasuk golongannya: ia akan menemaniku menikmati Telaga at-Kautsar”
(HR Ahmad).
“Barangsiapa berjalan bersama seorang yang zalim untuk membantunya dan dia mengetahui bahwa orang itu zalim maka dia telah ke luar dari agama Islam.”
(HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
demikian ustadz, mohon dijelaskan
Itu perkataan keliru yang berangkat dari salah faham tentang pengertian thaghut… disyaratkan bahwa orang yg disembah harus rela dirinya disembah, baru dinamakan thaghut. Sedangkan Nabi Isa dan para malaikat sangat-sangat tidak rela untuk dijadikan sesembahan di samping Allah, lantas bagaimana dia bisa dikatakan thaghut? Na’udzubillah… kalau orang ini sadar akan apa yg diucapkan maka saya justru khawatir iman-nya batal karena menyifati Nabi Isa sbg Thaghut.
Perintah untuk kafir thd thaghut = mengkafirkan thaghut. Tidak ada bedanya. Yang perlu diwaspadai ialah bila istilah thaghut tsb dilekatkan kpd orang-orang ttt secara mu’ayyan, spt mengatakan bahwa si Fulan adalah Thaghut, pdhal zhahirnya dia masih muslim… nah, ini berarti mengkafirkan si fulan tsb, karena thaghut itu harus dikafirkan. Adapun melekatkan istilah thaghut kpd suatu pihak yg sifatnya umum, spt mengatakan: “Siapa yg berhukum dgn selain hukum Allah maka dia adalah Thaghut”, tanpa menyebut nama pihak tsb secara khusus, maka tidak mengapa, bahkan ini sesuatu yang syar’i… seperti masalah takfir ‘aam dan takfir khaash (pengkafiran yg bersifat umum dan pengkafiran yg bersifat khusus).
Jawab:
1. Saya tidak ingat pasti ada/tidaknya perkataan tsb, tapi ala kulli haal kita diperintahkan untuk bersabar thdp kezhaliman penguasa muslim selama mrk belum keluar dari millah Islam. Dalil akan hal ini sangat banyak dan antum bisa baca Shahih Muslim pada Kitabul Imarah. Adapun bila seorang penguasa muslim telah melakukan kekufuran yg nyata, artinya perbuatan tsb telah disepakati (alias tidak diperselisihkan) sbg kufur akbar, dan ia melakukannya terang-terangan, lalu kita memiliki hujjah di hadapan Allah atas kekufuran tsb, dan semua penghalang-penghalang kekafiran telah disingkirkan, lalu syarat-syarat takfir telah terpenuhi, barulah kita boleh melepaskan baiat darinya dan menentangnya… memang jika kita menilik sejarah para salaf, kita dapati ada sebagian dari mereka yg dahulunya menganggap bolehnya memberontak kepada penguasa muslim yg zhalim meskipun belum dianggap kafir, spt Hajjaj bin Yusuf, Yazid bin Mu’awiyah, Abdul Malik bin Mirwan, dll… akan tetapi itu madzhab yg kemudian ditinggalkan oleh para salaf setelah terbukti tidak membawa kemaslahatan, namun justru membawa bencana. Oleh karenanya, setiap bentuk khuruj selalu mendatangkan bencana yg lebih besar dlm sejarah… Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitab Tahdzibut Tahdzib, di akhir biografi Al Hasan bin Shalih bin Shalih bin Hayy (seorang ahli hadits yg menganut pemikiran khawarij namun tidak angkat senjata scr langsung).
Adapun mendoakan orang zhalim memang boleh-boleh saja, meskipun yg lebih mulia ialah memaafkannya, sebagaimana yg dilakukan Imam Ahmad thd Khalifah Al Mu’tashim dan Al Watsiq billah, yg keduanya telah menzhalimi beliau dan menyiksa beliau karena tidak mau menuruti kemauan mereka untuk mengatakan bhw Al Qur’an adalah makhluk. Tapi ini tidak berarti kita dibolehkan menyebut-nyebut keburukan para penguasa tadi di depan umum, dalam tabligh akbar, orasi massa, atau yg semisalnya… karena hal ini akan berdampak buruk bagi stabilitas negara karena akan menyulut amarah rakyat sehingga mereka tergerak untuk mengadakan pemberontakan… padahal mereka tidak memiliki kekuatan untuk menggulingkan penguasa zhalim yg didukung oleh militer yg kuat tsb, sehingga akhirnya justru kaum muslimin yg jadi korban… para da’i dan ustadz dicap sebagai ‘teroris’ atau ‘islam gari keras’, atau bahkan dijebloskan dlm penjara dan jadi buronan negara… atau bahkan ditumpahkan darahnya secara sia-sia, sedangkan penguasa yg zhalim tetap mantap dgn kekuasaannya… nah, kalau begini hasilnya siapa yg diuntungkan? Jelas musuh-musuh Islam bukan? Karenanya, menyikapi kezhaliman atau bahkan kekufuran seorang penguasa harus dengan akal sehat dan perhitungan untung-rugi… bukan dengan semangat doang tanpa memperhitungkan untung-rugi, lalu asal berontak dan angkat senjata, sehingga yg timbul malah bencana yg lebih besar…
Syaikh Muh bin Abdul Wahhab memunculkan dakwah beliau yang kemudian didukung secara politis oleh Muh bin Sa’ud di suatu daerah yang tidak dikuasai oleh Khilafah Turki Utsmaniyah, jadi beliau tidak dianggap memberontak kepada pemerintah yg sah apalagi menganggapnya sebagai Thaghut… itu hanya akal-akalan mereka saja yang mengait-kaitkan satu masalah dgn masalah lainnya. Dalam ilmu fikih dikenal istilah: “Laazimul qouli laisa qoulan”, yg artinya: “Konsekuensi dari suatu perkataan adalah bukan suatu perkataan”. Apalagi jika kita melihat secara langsung surat-menyurat beliau dgn salah seorang kepala daerah di Gurun Suriah yg berada di bawah naungan Turki Utsmani, di mana beliau menyebutkan ttg jati diri dakwahnya dgn mengatakan: “Dakwah yg kuserukan ini bila kau tanyakan hakikatnya kepada ulama yg ada di Yaman, Iraq, Syam, dll; pastilah mereka mengatakan bahwa ini adalah dakwah hak, akan tetapi Ibnu Abdil Wahhab bisa menyuarakannya di daerahnya, sedangkan kami tidak bisa menyuarakannya di daerah kami karena takut dengan penguasa”. Ini menunjukkan bahwa Syaikh Muh bin Abdul Wahhab menyikapi Turki Utsmani sebagai penguasa muslim yang sah dan bukan sebagai thaghut, sebab beliau memaklumi sikap para ulama di Yaman, Syam dan Iraq yang tidak bisa menyuarakan dakwah tauhid spt itu dan tidak menyalahkan mereka. Bahkan ketika pasukan Daulah Su’udiyah tiba di Mekkah dan berhasil menaklukkan penguasa setempat yg masih loyal kepada Turki Utsmani, Pihak Ibn Su’ud tidak mencopot penguasa tsb namun tetap menjadikannya penguasa Mekkah, yg penting ialah dia mau menerima dakwah tauhid… ini juga bukti lain bhw Syaikh Muh bin Abdul Wahhab dan pengikutnya memiliki sikap yg benar thd Khilafah Turki Utsmani, walaupun pemerintahan mereka sarat dengan bid’ah dan berbagai kerusakan di sana-sini… wallahu a’lam.
sebelum menjawab penafsiran kedua hadits ini, harus dipastikan dulu keshahihannya, jadi mohon antum sertakan teks haditsnya dlm bahasa Arab.
nanti ustadz , saya tanyakan lagi, karena ini bukan dari saya.
Assalamu’alaikum ustadz, saya ingin bertanya mengenai hukum berbisnis akuarium. Sekiranya jika pada akuarium itu mempunyai background/latar belakang gambar makluk hidup, apakah itu manusia, dedaunan, hewan, pemandangan alam dsb.. bagaimanakah hukumnya, begitu pun jika dalam akuarium itu ada ikan-ikan tiruan, pohon tiruan, maupun daun-daun tiruan buatan manusia, apakah diperbolehkan? dan juga sebenarnya adakah larangan jika kita memelihara ikan dalam suatu akuarium? (maklum saya hanya baru (ingin) merencanakan usaha akuarium)
syukron..
Wassalamu’alaikum
Wa’alaikumussalaam warahmatullah. Berbisnis akuarium pada dasarnya halal-halal saja, namun tidak usah pake latar belakang yang ada gambar manusia atau hewan, dan jangan pula memakai patung-patung manusia/hewan. Kalau terpaksa harus pakai juga, ya hapuslah wajah manusia/hewan yg ada pada background tsb, atau putuslah kepala patung manusia/hewan yg dipajang dlm akuarium. Intinya gambar manusia/hewan masih diperbolehkan selama tidak menampakkan wajah. Adapun gambar pepohonan dan daun-daun tiruan tidak ada masalah sama-sekali karena pohon bukanlah makhluk bernyawa.
Memelihara ikan dalam akuarium juga boleh-boleh saja selama kita memberinya makan dan ruang gerak yg cukup, intinya tidak menyiksa binatang peliharaan tsb. Demikian, wallahu a’lam.
Assalamu’alaykum ustadz
ana mau tanya apakah benar jika pemerintah sudah menetapkan hari jum’at adalah 1 syawal / lebaran lalu di hari kamisnya ada yang sholat ied apakah benar kita diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena sudah ada yang sholat ied /lebaran ..
syukron
jazakallahu khoiron katsiron
ust..saya seorang perawat yg bertugas dimalam ied dibagian Unit Gawat Darurat..apa yg saya lakukan apabila saya tdk sempat melakukan sholat ied karna mungkin ada korban kecelakaan atau ada pasien yg harus di observasi..apakah sy harus sendiri atau bagaimana?? jazakalloh khoir atas jawabannya ustadz..
ust. saya seorang perawat di Unit Gawat Darurat yg akan bertugas dimalam ied..apabila saya tdk sempat sholat ied karna mngkin karna ada pasien kecelakaan atau pasien yg harus diobservasi..apakah sy harus sholat sendiri atau gugur atau gimana ustadz?? jazakallohu khoir atas jawabannya
assalamu’alaikum ustadz, sekedar memberi tahu, teman saya tidak bisa memberikan apa yang ustadz minta (teks hadits dalam bahasa Arab)
shalat ‘Ied hukumnya sunnah muakkadah menurut jumhur (mayoritas) ulama, kalau antum tidak bisa hadir shalat ‘ied karena udzur syar’i -spt yg antum sebutkan-, ya tidak mengapa dan tidak perlu meng-qadha’nya alias gugur. Ada juga sebagian ulama yg mewajibkannya (fardhu ‘ain), dan inilah yg dirajihkan oleh Ibn Taimiyyah, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibn Utsaimin karena dalil-dalilnya lebih cenderung ke arah wajib. Dan menurut pendapat ini, setiap muslim yg baligh dan berakal sehat berarti tidak boleh meninggalkannya dengan sengaja tanpa udzur syar’i. Dan orang yang terluput darinya juga tidak perlu mengqadha’ karena hal tsb tidak ada dasarnya.
Penetapan yang benar ialah yang dilakukan oleh pemerintah, karena pemerintah biasanya mengumumkan hal tsb setelah mendapat hasil ru’yah hilal. Dan penentuan Iedul Fitri adalah berdasarkan ru’yah hilal (jika memang terlihat pada tanggal 29 romadhon menjelang maghrib), atau jika tidak maka dengan menggenapkan bulan Romadhon menjadi 30 hari.
Assalamu’alaikum,Ustadz.Ana mau tanya.Apa pendapat antum jika ana membuat sebuah buku dengan tema menuntut ilmu.Ana mengambil sumber dari buku2 dan risalah2 masasyaikh dan ustadz2 yang Insya Allah telah terjamin keabsahannya.Buku ini merupakan buku perdana yang ana buat.Bahkan,saat ini ana masih menjadi pelajar di bangku sekolah menengah pertama.Apakah salah apa yang ana perbuat?Syukran Jaziilan atas jawabannya.
jazakallahu khoir atas jawabannya ust.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah. Kalo anti sekedar menukil tanpa mengadakan analisa pribadi dalam masalah tersebut, mudah-mudahan tidak mengapa… yang penting ialah kehati-hatian dalam menulis buku,sebab bila telah dicetak dan tersebar, maka kekeliruan yang ada sulit untuk dikoreksi.
Assalamu’alaikum… Ustadz. ana mohon pencerahan mengenai zakat fitrah, pembagian persentasenya bagaimana… ditempat ana hanya ada tiga f.miskin, garim dan amil. kalau zakat fitrah terkumpul 100 kg kemudian zakat harta 3 juta rupiah. bagaimana cara pembagiannya yang benar sesuai sunnah, Mohon pencerahan. Syukron
Alaikumussalaam. Perlu diketahui bahwa gharim bukan sekedar orang yang menanggung hutang untuk kepentingan pribadi, akan tetapi juga meliputi orang yang menanggung hutang untuk kepentingan bersama/sosial. Contohnya bila ada dua pihak bersengketa atas suatu harta dan dikhawatirkan terjadi permusuhan yang berkepanjangan, lalu ada pihak ketiga yang menengahi dengan memberikan hartanya kepada pihak penuntut agar menyudahi tuntutannya; maka pihak ketiga ini dinamakan gharim. Alias dia menanggung kerugian demi islah (mendamaikan) kedua belah pihak. Pihak ketiga ini berhak diberi zakat karena jasanya. Jadi meskipun dia orang kaya, dia berhak menerima zakat sebesar kerugian yg ditanggungnya.
Jika seseorang terlilit hutang yang tidak mampu dia bayar dan dia juga tidak punya harta, maka dia dianggap gharim sekaligus miskin. Nah, orang seperti ini tentu lebih berhak menerima zakat daripada yg sekedar miskin/gharim saja.
Jika antum memiliki kerabat yang berhak menerima zakat, maka disunnahkan untuk memberikan zakat kpd mereka, sebab hal ini selain dicatat sebagai zakat juga dicatat sebagai silaturahmi. Namun syaratnya kerabat tsb bukan orang tua (termasuk kakek-nenek) maupun keturunan antum (cucu, cicit, dst). Artinya bukan orang yang nafkahnya menjadi tanggungan antum.
Begitu kira-kira, semoga jelas.
Adapun amil zakat kedudukannya seperti pekerja bayaran. Ia berhak menerima zakat sesuai dengan berat pekerjaan yang dilakukannya. Kalau ia mengumpulkan zakat dengan pergi kesana kemari, lalu menjaga zakat yang dikumpulkannya, kemudian membagikannya kepada pihak-pihak yg berhak dengan mencurahkan banyak tenaga dan waktu, maka ia berhak mendapat zakat sebesar gaji yang pantas diterimanya kalau dia seorang buruh.
Adapun fakir miskin maka kadarnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Jika si miskin setiap hari membutuhkan uang 10 ribu sedangkan ia hanya bisa menghasilkan 5 ribu tiap harinya, maka ia berhak menerima zakat 5 ribu. demikian seterusnya.
Jika ini telah antum fahami, maka zakat fitrah yg 100 kg beras tadi bisa antum berikan sesuai dengan kebutuhan si miskin, atau sesuai dengan jerih payah si amil dan jasa si gharim.
Menurut Ibnu Abbas, kepada golongan manapun (dari kedelapan golongan penerima zakat dlm QS. At Taubah: 60) zakat diberikan, hukumnya sah. Artinya tidak harus dibagi rata kepada delapan golongan tsb, tapi boleh salah satunya atau sebagiannya. Bahkan hal ini telah menjadi ijma’nya para sahabat (lihat: Tafsir Al Qurthubi ttg ayat di atas).
Thanks I finally came to a website where the webmaster knows what they’re talking about. Do you know how many results are in Google when I search.. too many! It’s so irritating having to go through page after page after page, wasting my day away with thousands of owners just copying eachother’s articles… bah. Anyway, thanks for the information anyway, much obliged.
Assalamu’alaikum ustadz, Taqobalallahuminna waminkum
Benarkah pendapat yang menyatakan bahwa “Pemimpin, cerminan dari Rakyatnya.”
maksudnya,
“kalau ingin pemimpin seperti abu bakar, jadilah seperti umar, utsman dan ‘ali…, jangan bermimpi memiliki pemimpin seperti abu bakar, jika kelakuan kita seperti abu jahal dan abu lahab.”
lantas, ada pendapat yang menambahkannya…
pemimpin, juga cerminan dari ulamanya, bagaimana ustadz?
mohon penjelasannya.
Wa’alaikumussalaam. Taqobbal ya kariem…
Pendapat pertama bhw pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya memang ada benarnya. Yang mendukung pendapat ini di antaranya firman Allah yang berbunyi:
وكذلك نولي بعض الظالمين بعضا بما كانوا يكسبون
Demikianlah Kami kuasakan orang-orang yang zhalim tsb atas sebagian dari mereka, tersebab apa yang mereka perbuat (Al An’am: 129).
Ini menunjukkan bahwa sebab berkuasanya orang zhalim atas suatu wilayah ialah karena penduduknya juga berbuat kezhaliman.
Demikian pula firman-Nya:
فاستخف قومه فاطاعوه إنهم كانوا قوما فاسقين
Dia (Fir’aun) lalu mempermainkan akal (memperbodoh) kaumnya sehingga mereka mengikutiny. Sesungguhnya dahulu mereka itu adalah orang-orang fasik (Az Zukhruf: 54). Ini juga menunjukkan bahwa sebab Allah menguasakan orang model Fir’aun atas mereka ialah karena mereka orang-orang fasik.
Diriwayatkan bhw Hasan Al Basri pernah mendengar seseorang mendoakan kecelakaan atas Hajjaj bin Yusuf, maka Hasan berkata: “Jangan lakukan itu, sesungguhnya itu gara-gara kalian sendiri. Kami justru khawatir jika Hajjaj dicopot atau mati, Allah akan menguasakan kera dan babi atas kalian. Karena ada riwayat yang menyebutkan: “Perbuatan kalian adalah penguasa kalian. Sebagaimana kalian, demikian pula orang yang memerintah kalian”. (lihat: Kasyful Khofa’ oleh Al Ajluni 1/147).
Sebagian ulama menganggap bahwa perkataan ini merupakan kaidah pemerintahan yang telah terbukti melalui sejarah, meskipun ia bukan merupakan hadits nabi. Namun ada juga ulama yang menganggapnya tidak benar bila difahami secara mutlak, contohnya Syaikh Al Albani. Alasannya karena beliau mendapati dalam sejarah adanya pemimpin shalih yang berkuasa setelah pemimpin zhalim sedangkan rakyatnya tetap seperti itu.
Saya juga pernah membaca perkataan sahabat Ali bin Abi Thalib (namun lupa di mana?) ketika dikritik oleh sebagian rakyatnya. Mereka mengatakan: “Mengapa dahulu di zaman Abu Bakar dan Umar kondisi negara begitu stabil dan aman, namun di zamanmu justru kacau? Maka jawab Ali: “Dahulu ketika Abu Bakar dan Umar berkuasa, rakyatnya adalah orang-orang seperti aku. Tapi ketika aku berkuasa, rakyatnya adalah orang-orang seperti kalian”.
Menurut saya pribadi, kaidah tsb lebih banyak benarnya daripada melesetnya. Sebab pemerintah adalah bagian dari rakyat juga. Kalo rakyatnya bobrok ya pemerintahnya juga bobrok.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa pemimpin adalah cerminan dari ulamanya, saya rasa tidak benar. Sebab di zaman Hajjaj bin Yusuf yang terkenal bengis dan fasik itu, banyak tersebar ulama-ulama top seperti Asy Sya’bi, Hasan al Basri, Sa’id bin Jubeir, Muhammad bin Sirin, dll. Demikian pula ketika Al Ma’mun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq berkuasa. Mereka semua adalah penguasa yang jahat karena memaksakan bid’ahnya mu’tazilah kepada para ulama. Padahal di zaman mereka juga masih terdapat banyak ulama yg shalih seperti Imam Ahmad dll. Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum,Ustadz.Ana ingin study banding dengan jawaban ustadz kepada ana tentang hukum seseorang menjadi saudara sepersusuan,tadinya ustadz menjawab seperti ini : “Hubungan persusuan terjadi bila dua orang/lebih pernah disusui oleh wanita yang sama, dengan syarat: persusuan tsb terjadi sebelum bayi (org tsb) disapih dan sebelum genap berumur dua tahun, kemudian masing-masing bayi disusui minimal lima kali (yang tahu ya yg menyusui). Artinya, jika bayi yg berumur setahun telah disapih (tidak bergantung lagi kpd susu) maka bila ia disusui oleh wanita lain tidak akan berpengaruh apa-apa secara hukum. Demikian pula jika dia hanya disusui sekali atau dua kali atau kurang dari lima kali.”
Akan tetapi, coba ustadz perhatikan tulisan dibawah ini! Penyusuan yang menyebabkan mahrom adalah yang memenuhi tiga syarat:
Pertama: Berasal dari manusia. Jika ada dua anak yang menyusu pada seekor binatang, maka keduanya tidak menjadi bersaudara karena penyusuan tersebut.
Kedua: Lima kali susuan atau lebih secara terpisah. Adapun yang kurang dari lima kali susuan tidak menyebabkan mahrom.
Ketiga: Masih pada masa menyusu, berdasarkan sabda Nabi a. Jika telah melewati masa menyusu maka tidak berpengaruh dan tidak menyebabkan mahrom.
Ada yang berpendapat, bahwa masa menyusu itu adalah dalam dua tahun (pertama), adapun setelah itu tidak termasuk masa menyusu. Ada juga yang mengatakan bahwa masa menyusu adalah sebelum disapih. Ini yang lebih mendekati kebenaran. Sebab, jika bayi telah disapih, maka ia tidak lagi makan susu, tapi memakan makanan lainnya, sehingga saat itu, penyusuan tidak lagi berpengaruh.
Dalil syarat pertama adalah firman Allah Ta’ala,
“Ibu-ibumu yang menyusui kamu.” (An-Nisa’: 23).
Dalil syarat kedua: Hadits Aisyah Radhiallaahu anha yang diriwayatkan Muslim, “Dulu yang ditetapkan Al-Qur’an adalah sepuluh kali susuan menyebab-kan haram (dinikahi), kemudian dihapus menjadi lima kali susuan. Dan ketika Nabi Shalallaahu alaihi wasalam wafat, ketetapannya masih seperti itu.”*1)
Dalil syarat ketiga: Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ,
“Penyusuan itu sah karena rasa lapar.”*2) dan sabda beliau, “Tidak dianggap penyusuan kecuali yang membentuk tulang, dan itu sebelum disapih.”*3) Foot Note: *1) HR. Muslim dalam ktiab Ar-Radha’ (1452).
*2) HR. Muslim dalam ktiab Ar-Radha’ (1455).
*3) Dikeluarkan oleh At-Turmudzi dalam kitab Ar-Radha’ (1152) dengan lafazh, “Tidak diharamkan karena susuan kecuali yang berkembangnya lambung akibat dari tetek, dan itu sebelum disapih”. Abu Isa mengatakan, “Ini hadits hasan shahih.”
Dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani. Pertanyaan ana, apakah ada persamaan yang dapat ditarik?Jika tidak, lalu manakah yang benar?
Assalamu’alaikum… Ustadz. nyambung lagi pertanyaannya ni… kalau ana musafir, apakah shalat tahajud tetap disunnahkan supaya tidak terputus, mengingat shalat wajib aja bisa dijama’, mohon pencerahan. Syukron
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan… setelah selesai shalat jum’at bacaan/dzikir/wiridnya bagaimana Ustadz… mengingat orang orang pada baca Al-Fatihah,Al-Ikhlas,Falaq dan Anas 7 x apakah hal itu ada sunnahnya. Mohon pencerahan. Syukron
Bismillah.ustad ana mau tanya,adzan termasuk ibadah apa bukan?bukankah adzan merupakan seruan untuk solat.sekarang ini banyak dakwah melalui radio,dan diradio sering dikumandangkan adzan untuk solat tetapi hanya berupa rekaman.apakah seruan sholat (rekaman adzan) termasuk bid’ah apa bukan?bukankah hal ini berbeda dengan tatacara yang rosululloh shallahu ‘alaihi wassalam ajarkan?syukron
Pada dasarnya jawaban ana sama dengan Fatwa Syaikh Utsaimin, hanya saja beliau menambahkan syarat pertama bahwa yg menyusui adalah manusia. Ana tidak menyebutkan syarat tsb karena menurut ana hal itu telah dimaklumi. Adapun syarat yg lain-lain sama saja.
Wa’alaikumussalaam. Shalat tahajjud artinya shalat malam yang dilakukan setelah seseorang tidur terlebih dahulu. Shalat semacam ini tetap disunnahkan, terutama witirnya. Sebab Aisyah menyebutkan bahwa Nabi tidak pernah meninggalkan shalat qabliyah fajar dan shalat witir, baik dalam keadaan mukim maupun safar.
Wa’alaikumussalaam. Wirid setelah shalat jum’at setahu ana sama saja dengan wirid selepas shalat pada umumnya. Yaitu Istighfar tiga kali, lalu laailaaha illallaahu wahdahu laa syariikalah… dst, kemudian doa Allahumma antassalaam … dst, lalu baca tasbih, tahmid dan takbir masing2 33x, lalu ditutup dengan: laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalah… dst. kemudian baca ayat Kursi, lalu baca surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas masing2 sekali. Adapun khusus selepas shalat Fajar dan Maghrib bacanya @ 3x, ditambah dzikir2 lain yg bisa antum dapatkan dlm buku-buku doa dan dzikir, spt Hisnul Muslim contohnya.
Adapun bacaan Al Fatihah dll sebanyak 7 kali setahu ana tidak ada dalilnya. Ana khawatir itu menjadi bid’ah.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Ana mau tanya, apakah adal dalil tentang pelaksanaan sholat tasbih? karena di kampung ana ada ustadz yang mengamalkannya dan katanya minimal harus dilaksanakan sekali seumur hidup… Jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Masalah shalat tasbih memang menjadi khilaf di kalangan para salaf. Ada sebagian dari mereka yang menganggapnya sunnah walau sekali seumur hidup, seperti Ibnul Mubarak. Dalil mereka ialah hadits dlm Sunan Abu Dawud (no 1299), Tirmidzi (no 481) dan Ibnu Majah (no 1386). Namun menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tidak ada satu orang pun dari Imam yg empat yang menganjurkan shalat tasbih ini. Bahkan imam Ahmad dan sejumlah tokoh sahabat memakruhkannya dan mendha’ifkan hadits tsb. Dan menurut Ibnu Taimiyyah, yang rajih ialah bhw hadits tsb adalah hadits dusta meski sebagian ulama meyakini kebenarannya. Adapun Ibnul Mubarak yg menyunahkannya melakukannya dengan cara lain yang berbeda dengan yg disebut dalam hadits tsb, dan cara yg beliau lakukan masih bisa dikompromikan dengan sunnah.
Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Rofi’, bhw Nabi menyuruh Abbas pamannya agar melakukan shalat berikut:
Shalat 4 roka’at, tiap rokaat dimulai dgn membaca Al Fatihah dan sebuah surat. Setelah itu diikuti dengan bacaan Subhanallah walhamdulillah walaailaaha illallaah wallaahu akbar (15 x), lalu ruku’, dan membacanya 10 x, lalu berdiri (i’tidal) dan membacanya 10 x, lalu sujud dan membacanya 10 x, lalu duduk dan membacanya 10 x, lalu sujud kedua kalinya dan membacanya 10 x, lalu duduk kedua kalinya dan membacanya 10 x. Yang demikian itu adalah 75x dlm tiap rokaat, dan 300x dalam 4 rokaat. Dan hadits tsb menyebutkan bhw siapa yg melakukannya akan mendapat ampunan walau dosanya sebanyak bukit pasir… dst. Dlm hadits tsb juga dianjurkan agar melakukannya setiap hari, atau setiap pekan, atau setiap tahun, atau sekali seumur hidup.
Itu hadits yg dinisbatkan kepada Nabi dan dianggap dusta oleh Ibnu Taimiyyah. Sedangkan tata cara yg dilakukan oleh Ibnul Mubarak adalah berbeda. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Tirmdizi dlm Sunan-nya (no 481), salah satu perbedaannya ialah Ibnul Mubarak tidak menyebutkan adanya duduk setelah sujud yg kedua dgn membaca tasbih tahmid tahlil dan takbir 10 x tadi. Nah, inilah yg menjadikan shalat tasbih (dgn tatacara yg disandarkan kepada Nabi tsb) dianggap dusta, sebab bagi yg mengamati sunnah beliau niscaya akan mendapati bahwa beliau tidak pernah mengajarkan untuk duduk yang lama (untuk membaca doa 10 x tsb) setelah sujud yg kedua, lalu baru berdiri ke rokaat berikutnya. (lihat: Minhajus Sunnah 7/315, Fatawa Al Kubra 5/344, dan Majmu’ Fatawa 11/579).
Pun demikian, berhubung masalah ini telah menjadi khilaf sejak zaman salaf, maka bagi yg melakukannya tidak boleh kita bid’ahkan. Namun kita hanya menjelaskan bhw yg rajih dlm masalah ini adalah begini dan begitu. Wallaahu a’lam.
Wallaahu a’lam. Adzan jelas termasuk ibadah. Tapi saya tidak tahu apakah mengumandangkan adzan lewat kaset di radio termasuk bid’ah atau bukan.
Assalamu’alaikum,Ustadz.Semoga antum masih mau menjawab pertanyaan ana.Ana do’akan semoga ilmu yang antum berikan menjadi barakah.Amin.Begini,do’a berbuka puasa diucapkan sebelum atau sesudah minum/makan {minum/makan pun ana masih bingung}?Tolong beri penjelasan serta dalilnya.Kemudian,apabila seorang wanita masih memilki hutang puasa,mana yang didahulukan antara puasa Syawal dengan membayar hutang?Ia beranggapan bahwa,ia tidak ingin kehilangan pahala berpuasa di bulan Syawal {takut bulan Syawal telah selesai}.Syukran Jazilan atas jawabannya.
wa’alaikumussalaam. Jika ditinjau dari lafazh haditsnya: “lisshaaimi ‘inda fithrihi da’watun maa turadd” (Ada doa yang tidak akan tertolak bagi orang yang berpuasa saat berbuka) HR. Ibnu Majah. lalu digabungkan dengan riwayat Tirmidzi yg berbunyi: “Tsalaatsatun laa turaddu da’watuhu… washshaaimu hatta yufthir” (Tiga golongan yang tidak akan ditolak doanya… -salah satunya adalah- orang yg berpuasa hingga berbuka”. Hadits ini dihasankan oleh Imam Tirmidzi.
Maka bisa disimpulkan bahwa yg dimaksud ‘saat’ berbuka ialah ketika bersiap-siap hendak berbuka dan sebelum menyantap hidangan. Demikian pula yg disebutkan oleh Syaikh Al Allaamah Muhammad Mukhtar Asy Syinqiethy. Beliau juga mengqiyaskannya dgn doa di akhir shalat (duburas shalaah), yg dilakukan pas sebelum salam. Demikian pula doa di akhir hari arafat yg semakin mustajab menjelang tenggelam matahari. Dari sini, para ulama menyimpulkan bahwa jika seorang hamba telah menunaikan hak ALlah dengan mengerjakan suatu kewajiban, maka Allah akan memuliakannya dengan menyegerakan terkabulnya doa si hamba menjelang selesainya ibadah yg dilakukan.
Adapun pertanyaan kedua, jawabannya ialah bahwa Rasulullah mengatakan: Man Shaama Ramadhana tsumma atba’ahu sittan min syawwal, kaana kashiyaamid dahri. (barangsiapa puasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan 6 hari di bulan syawwal, seakan ia berpuasa sepanjang masa). Hadits ini menunjukkan bhw pahala puasa syawwal terkait dgn puasa ramadhan. kalo dia belum puasa ramadhan secara utuh (alias masih punya utang), maka ia tidak akan dibilang puasa sepanjang masa. Di samping itu, puasa syawwal hukumnya sunnah, sedangkan puasa ramadhan adalah wajib. Dan setiap yg wajib adalah lebih besar dan lebih dicintai oleh Allah (sekecil apapun bentuknya) dibanding amalan sunnah (sebesar apapun). Dalam hadits qudsi disebutkan: “Wamaa taqarraba ilayya ‘abdi bisyai-in ahabbu ilayya mimma iftaradhtuhu ‘alaih” (muttafaq ‘alaih). “Tidak ada suatu amalan yg lebih mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku, selain apa-apa yg Kuwajibkan atasnya”. Jadi, tetap saja puasa ramadhan harus didahulukan walaupun akibatnya kita tidak bisa puasa syawwal 6 hari. Insya Allah jika niat kita tulus untuk mengejar fadhilah tsb, Allah tetap memberikan pahalanya meski kita tidak sempat melakukannya. Apalagi jika hal tsb kita tinggalkan karena suatu udzur syar’i, spt haid, safar, sakit, dsb. Wallahu a’lam.
assalamu’alaikum ustadz…
1. saya ingin bertanya apa benar hadits ini
وَيْلٌ ِلأُمَّتِيْ مِنْ عُلَمَاءِ السُّوْءِ يَِتَّخِذُوْنَ هَذَا الْعِلْمَ تِجَارَةً يَبِيْعُوْنَهَا مِنْ أُمَرَاءِ زَمَانِهِمْ رِبْحاً ِللأَنْفُسِهِمْ لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَهُمْ
Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama sû’; mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu. (HR al-Hakim).
ini adalah dalil yang diambil oleh mereka yang menuduh ada ulama yang dekat dengan penguasa, sehingga segala fatwanya adalah untuk kepentingan penguasa..
2. pada penjelasan sebelumnya, ustadz telah menerangkan bahwa imam Ahmad tidaklah menentang penguasa dengan terang-terangan..
bagaimana dengan Hasan al Basri, dan Sa’id bin Jubeir?
apakah beliau menentang kezhaliman penguasa secara terang-terangan (dalam artian mengambil madzhab lawas ulama salaf, bahwa boleh memberontak kepada penguasa yang zhalim)?
mohon di jelaskan ustadz…
3. umar ,utsman dan ‘ali radhiyallaahu ‘anhum adalah seorang Ulama. Mereka, menjadi tempat bertanya dan diskusi bagi khalifah untuk mengambil keputusan.
Apakah ini bisa dijadikan anggapan bahwa baiknya-buruknya pemimpin, dipengaruhi cerminan Ulama-nya?
ralat pertanyaan no. 2
bukan “hasan al bashri & said bin jubair”
tapi “said bin jubair” saja
Wa’alaikumussalaam. Hadits tsb didha’ifkan oleh As Suyuti, Al Munawi, dan Syaikh Al Albani sebab ada salah satu perawinya yg bernama Ibrahim bin Thahman yg masih diperselisihkan ke-tsiqahannya, dan perawi lain yg bernama Hajjaj bin Hajjaj yang dianggap majhul (tidak diketahui jatidirinya).
Pun demikian, ulama’ su’ memang ada, tapi bukan berarti setiap ulama yg dekat dengan penguasa adalah ulama’ su’. Boleh jadi mereka dekat menurut penilaian kita saja, atau dekat dalam rangka memberi nasehat, atau untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Sebab amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa haruslah dilakukan empat mata, bukan di depan umum, sebagaimana yg diperintahkan oleh Rasulullah dlm hadits:
من كانت عنده نصيحة لذي سلطان فليأخذ بيده فليخلوا به فإن قبلها قبلها وإن ردها كان قد أدى الذي عليه
Barang siapa punya nasehat untuk penguasa, hendaklah ia gandeng tangannya lalu menyampaikannya empat mata. Jika si penguasa memang menerima maka ia akan menerimanya, namun jika si penguasa menolaknya maka ia telah menunaikan kewajibannya (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dlm Assunnah no 1098, dan dishahihkan oleh Al Albani).
Ini merupakan perintah agar menyampaikan nasehat kepada penguasa secara berduaan tanpa ada pihak ketiga. Karenanya, ada sebagian ulama seperti Raja’ bin Haiwah (salah seorang tabi’in) yg sangat berjasa thd Islam krn kedekatannya dengan Sulaiman bin Abdul Malik (khalifah ke-7 Dinasti Bani Umayyah), sehingga bisa membujuknya agar menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya, padahal menurut tradisi ‘keluarga’ yg menggantikan adalah Yazid bin Abdul Malik, saudaranya… Demikian pula kedekatan Imam Ibnu Syihab Az Zuhri dengan Hisyam bin Abdul Malik, Khalifah ke-10 Dinasti Bani Umayyah. Dan kedekatan Sufyan bin Uyainah dengan tangan kanan Khalifah Harun Ar Rasyid yg bernama Ja’far bin Barmak, bahkan Sufyan sering diberi santunan olehnya sehingga mendoakan Ja’far bin Barmak dengan mengatakan:
اللهم إن جعفرا قد كفاني مؤنة الدنيا فاكفه مؤنة الآخرة
Ya Allah, Ja’far telah mencukupi urusan duniaku, maka cukupilah urusan akhiratnya.
Jadi, selama kedekatan seseorang dengan penguasa bukan dalam rangka membenarkan kezhalimannya, maka hal tsb tidaklah tercela. Yang tercela ialah bila ia runtang-runtung dgn penguasa, keluar masuk istana negara, melihat berbagai kezhaliman dan kebatilan yg dilakukan oleh si penguasa namun diam saja, atau bahkan membenarkan itu semua. Hal ini menurut Ibnu Umar termasuk kemunafikan, dan inilah yg dinamakan ulama’ su’. Wallaahu a’lam.
Hasan Al Bashri meskipun menentang kezhaliman Hajjaj bin Yusuf, akan tetapi beliau tidak termasuk yg ikut serta dalam gerakan pemberontakan yg dipimpin oleh Ibnul Asy’ats… yg akhirnya kalah dan mengakibatkan tewasnya sekitar 130 ribu orang pengikutnya di tangan Hajjaj, dan yg terakhir di antaranya adalah Sa’id bin Jubeir. Lagi pula, ini adalah ijtihad Sa’id bin Jubeir pribadi yg mengikuti madzhab lawas sebagian salaf, yg membolehkan khuruj atas penguasa zhalim. Adapun Imam Ahmad hidup jauh setelah zaman tsb, krn Hasan Al Basri dan Sa’id bin Jubeir wafat sebelum th 90 H, sedangkan Imam Ahmad wafat th 241 H. Artinya, semua bentuk angkat senjata/penentangan thd penguasa zhalim yg dilakukan para salaf terjadi sebelum zaman Imam Ahmad, dan ternyata tidak satupun dari penentangan tsb yg membawa kebaikan. Sebab itulah akhirnya para salaf sepakat untuk meninggalkan cara tsb.
Itu tidak mutlak demikian. SEbab di zaman Hajjaj bin Yusuf jg banyak terdapat ulama-ulama hebat sekelas Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Said bin Jubeir, dll… tapi kalo tipe pemimpinnya model Hajjaj, ya percuma aja. Demikian pula sejumlah pemimpin lainnya. Namun yg lebih tepat ialah bahwa pemimpin sangat dipengaruhi oleh orang di sekitarnya (para wazir, penasehat, ajudan dsb). Karenanya, setiap pemimpin yg dikelilingi oleh orang-orang baik pasti menjadi pemimpin yg baik, seperti Khulafa’ur Rasyidin, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Umar bin Abdul Aziz, dan semisalnya… namun jika yang disekitarnya adalah orang-orang jahat, entah itu ulama atau siapa saja; maka dia pun akan menjadi jahat, seperti Al Ma’mun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq yg akrab dgn orang-orang Mu’tazilah. Padahal Imam Ahmad yg dijuluki Imam Ahlussunnah wal Jama’ah hidup sezaman dengan ketiga khalifah tadi. Karenanya, banyak masyayikh di Saudi yg sering mendoakan agar para pemimpin kaum muslimin diberi orang-orang dekat yg baik, yg mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kejahatan. Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum warohmatullohi waarokaatuh
Ustadz, apakah setiap selesai mengerjakan sholat wajib (rowatib) harus pindah tempat (bergeser) dari tempat semula ketika mau melaksanakan sholat sunnah. Apakah ada dalilnya? dan bagaimana melaksanakan sholat masih dari tempat semula, apakah sholatnya sah. karena ana pernah melihat ihkwan melakukan hal tersebut. Jazaakumullohu khoiron
Assalamu’alaikum warohmatullohi waarokaatuh
Ustadz, apakah setiap selesai mengerjakan sholat wajib (rowatib) harus pindah tempat (bergeser) dari tempat semula ketika mau melaksanakan sholat sunnah. Apakah ada dalilnya? dan bagaimana melaksanakan sholat masih dari tempat semula, apakah sholatnya sah. karena ana pernah melihat ihkwan melakukan hal tersebut. Jazaakumullohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Ahlan bik ya Aba Mu’adz…
Jawabnya, tidak harus geser tempat. Karena dlm Shahih Bukhari (kitab sifatus shalat, bab: muktsul imam fi mushallaahu ba’das salaam) disebutkan:
ويذكر عن أبي هريرة رفعه: لا يتطوع الإمام في مكانه، ولم يصح
artinya: Konon diriwayat dari Abu Hurairah secara marfu’, bhw imam hendaknya tidak shalat sunnah di tempat yang sama. Namun itu tidak shahih.
Jadi, haditsnya dianggap tidak shahih oleh Imam Bukhari. Karenanya, silakan aja shalat sunnah tanpa geser tempat. Shalatnya tetap sah 100%. Hanya saja, mereka yang menganjurkan untuk geser tempat beralasan agar semakin banyak tempat yang menjadi saksi atas amal shalih kita. sebab Allah berfirman dlm surat Yasin: 13 yg artinya; Sesungguhnya Kamilah yg menghidupkan orang mati dan mencatat amal dan bekas-bekas perbuatan mereka… wallahu a’lam.
Ust, ini ada kiriman dari kawan non muslim. bgmn menanggapinya???
AYAT-AYAT AL-QURAN DAN HADITS yang nyaris kontra diksi.
1. Qs.Maryam (19:20. Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Bukankah ayat ini membuktikan nabi Isa bukanlah seorang manusia biasa.Comment: Tapi jangan lupa bahwa Nabi Isa dan ibunya juga makan dan minum. Dan siapa pun yang makan dan minum di dunia pasti akan kencing dan buang air.Lihat QS. 5:75. Dia lahir tanpa mani dari lelaki. Tidak ada seorang yg lahir dalam dunia ini, tanpa mani lelaki selain Adam dan Hawa. Bedanya Adam dan Hawa dengan nabi Isa adalah Adam dan Hawa meskipun tanpa mani, tetapi asalnya dari tanah. Sedangkan nabi Isa bukan berasal dari tanah. Nabi Isa berasal dari KALIMATUHU (Kalam Allah) yg aslinya adalah Allah itu sendiri. Ini jelas kebatilan yg berangkat dari kebodohan penulis thd makna Al Qur’an. Yg dimaksud kalimatuhu ialah ucapan Allah yg bunyinya: “Kun” (jadilah). jadi, Nabi Isa diciptakan melalui ucapan tsb.
Qs.An-Nisaa (4:171 “yang diciptakan dengan kalimatNya yang disampaikan Nya kepada Maryam, dan dengan tiupan dari Roh-Nya”. Qs.Ali-Imran (3:39 “Yahya, yang membenarkan kalimat yang datang dari Allah” dalam bentuk Roh Allah ini terjemahan yg ngawur dan asal comot !! Qs. At-Tahrim (66:12 “Kami tiupkan kedalam rahimnya sebagian dari Roh ciptaan Kami”. Jelas sekali bukan seluruh Roh Allah yang masuk dedalam rahim Siti Maryam tapi hanya sebagian saja. tanggapan: Roh Allah itu terjemahan anda, dan anda salah faham lagi. Istilah Ruh dlm alqur’an itu banyak maksudnya, kadang dipakai sebagai sinonim untuk malaikat Jibril, contohnya dlm surat Al Qadar. Dan terkadang dengan arti ruh/nyawa itu sendiri. yang menentukan adalah konteks ayat, bukan orang kafir spt si penulis yg ajam alias ga’ ngerti bahasa arab !! Karena harus ada yang duduk di arasyNya. Membaca ayat2 Alquran tersebut diatas ini jelas menyatakan nabi Isa bukanlah manusia biasa seperti yg sering dikatakan saudara2 kita yg belum menyelidiki Taurat, Injil dan Alquran. Bukan manusia biasa hanya dari sisi penciptaannya dan bhw ia menerima wahyu spt layaknya Nabi Muhammad. tapi dari sisi biologis tetap manusia, karena butuh makan dan minum dan akhirnya mati juga!!
Tapi sesungguhnya Nabi Isa itu, adalah jelmaan dari KALIMATUHU / KALAM ALLAH (kalimatulloh) dan ROH ALLAH (Rohulloh).
Yang dimaksud Kalimatuhu adalah kata-kata “Kun” yg Allah ucapkan ketika menciptakan sesuatu, termasuk Nabi Isa AS. Sedangkan Ruh Allah bukan berarti Ruh dari Dzat Allah, tapi ruh milik Allah. Ini bisa dimengerti oleh setiap orang yg berakal sehat. Apakah kalau saya katakan: “Rumah Saya” berarti rumah tsb bagian dari diri saya? ataukah rumah tsb milik saya? Sama juga halnya dengan Ruh Allah, Unta Allah, Rumah Allah, dll.
2. Qs. Zukhruf (43:61 “Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari Kiamat”. Ini juga terjemahan yg ngawur. Maksud ayat ini menurut ahli tafsir (bukan orang kafir spt si penulis !!) adalah bhw turunnya Isa adalah pertanda akan dekatnya hari kiamat. sebab salah satu tanda hari kiamat adalah turunnya Nabi Isa di akhir zaman untuk membunuh dajjal, menghancurkan salib, membasmi babi dan menjelaskan kpd org2 Nasrani akan hakikat diri beliau.
Pada hal yang mengetahui akan hari kiamat itu hanya Allah sendiri, tidak ada yang lain lagi. Qs. Luqman (31:34 “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat”. Bukankah kedua ayat ini membuktikan nabi Isa itu adalah sama dengan Allah? Jelas tidak dong. Itu keyakinan anda orang Nasrani, yg karenanya anda dikafirkan oleh Al Qur’an. lihat aja QS. 5:72-73. Dan Al Qur’an tidak mungkin kontradiksi, sebab Allah sendiri yg menafikan adanya kontradiksi dlm Al Qur’an, lihat QS. 4:82.
3. Qs. An-Nahl (16:124 “Tuhanmu benar2 akan memberi putusan diantara mereka dihari kiamat”. Qs.Al-Furqaan (25:26 “hari itu adalah kepunyaan Tuhan yg maha pemurah”. Qs.Al-Mu’min (40:16 “Hari kiamat itu adalah kepunyaan Allah yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan”. Nampaknya hanya Allah sajalah yg akan memberi keputusan pada hari kiamat. Tetapi kenapa pada Hadits Shahih Muslim 127 “Demi Allah yang jiwaku ditanganNya sesungguhnya telah dekat masanya Isa anak Maryam akan turun ditengah kamu Dia akan menjadi hakim yang adil”. Ayat hadits ini menyatakan nabi Isa adalah Hakim yg Adil yg akan memberikan keputusan dihari kiamat. Qs. At-Tiin (95:8 “Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?
Jawab: Kalau presiden memerintahkan pembangunan sebuah sekolah, maka kita bisa saja mengatakan bahwa sekolah itu dibangun oleh presiden, meskipun bukan beliau sendiri yg membangun secara langsung, tapi para tukang bangunan. Demikian pula masalah menghakimi dlm ayat-ayat di atas. Pada dasarnya, turunnya Nabi Isa dan segala tindak-tanduk beliau adalah atas perintah dan persetujuan dari Allah. Beliau sama sekali tidak keluar dari jalur yang ditetapkan Allah, dan beliau menghakimi sesuai dengan syariat dan ketentuan Allah. Karenanya, dari sisi instruktor Allah lah yang menghakimi, namun dari sisi eksekutor maka Nabi Isa lah yg menghakimi. Jadi, tidak ada kontradiksi. Ini seperti ayat yg mengatakan bhw Allah lah yg mewafatkan orang mati dan orang tidur (Az Zumar: 42), tapi di ayat lain Allah mengatakan bahwa malaikat maut lah yg mematikan kita (As Sajdah: 11). Artinya, Allah mewafatkan melalui perintah dan ketetapannya, sedangkan yg mencabut ruh adalah malaikat maut.
4. Qs.Ali-Imran (3:45 “Al-Masih Isa Putera Maryam seorang terkemuka didunia dan diakhirat”. Bukankah hanya Allah SWT yang terkemuka didunia dan diakhirat? Wah, cara berdalil yg terlalu konyol untuk dijawab…
5. Hadits Shahih Bukhari 503 “Janganlah kamu memuliakan saya berlebihan sebagaiman memuliakan Isa anak Maryam, saya ini hanyalah hamba Allah.”
6. Dapatkah kita mengikuti teladan nabi Muhamad s.a.w yang diucapkan beliau sebelum beliau menghembuskan nafasnya yg terakhir? Ucapan beliau yg terakhir sebelum beliau mengembuskan nafasnya yg terakhir adalah: Hadits Shahih Bukhari 1573. “Wahai Tuhan! Ampunilah saya! Kasihanilah saya dan HUBUNGKANLAH saya dengan Teman yang Maha Tinggi”. Siapakah teman Nabi Muhamad s.a.w yang maha tinggi itu? Dia adalah Isa Almasih. Hadits Shahih Bukhari 1501. “Saya lebih dekat dengan Isa anak Maryam didunia dan diakhirat”. Pernakah ucapan terakhir nabi Muhamad s.a.w ini disebar luaskan? Bukankah kita harus mengikuti teladan junjungan kita yaitu Nabi Muhamad s.a.w? Marilah kita renungkan dan pikirkan agar kita mau mencontohi kehidupan utusan Allah yaitu Muhammad s.a.w
tanggapan: itu berangkat dari pemahaman Anda yg tidak mengerti hadits nabi dan hanya mengikuti selera hawa nafsu anda… lafazh asli hadits tsb adalah: wa alhiqni birrafieqil a’la, yang menurut mayoritas ulama maksudnya adalah ikutkan aku dengan para Nabi yg tinggal di surga yg paling tinggi, demikian pula para shiddiqien, syuhada’ dan shalihin (lihat: QS 4:69). Bukan “teman yg maha tinggi” terus diartikan sbg Nabi Isa dan diplintar plintir kesana kemari kaya gitu…
Untuk Saudara Arif M, pesan saya ialah: Jangan membuka pintu untuk syubhat-syubhat orang kafir spt ini kecuali jika anda telah menguasai masalah agama dgn baik. Anda hanya akan menuai keraguan dengan menerima syubhat-syubhat mereka, karena toh terlalu banyak ayat Al Qur’an maupun hadits Nabi yg menolak pemahaman sesat tsb. Mereka sengaja pilih-pilih yg bisa diplintir dan ditafsirkan seenaknya… Jadi, drpd buang waktu, mending anda baca tulisan2 para ustadz yg terpercaya daripada baca e-mail teman anda yg menyesatkan tsb.
Jazakumullah ust…
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, bagaimana cara duduk akhir pada sholat yang dua rakaat? ana masih belum paham, karena ana pernah membaca kitab al-masaail ustadz abdul hakim, di dalam kitab tersebut dijelaskan yang shohih adalah duduk tawaruk, sedangkan ana juga pernah membaca di majalah assunnah dalil yang kuat adalah duduk iftirosy… Mohon penjelasannya. Jazakumullohu Khoiron
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, bagaimana cara duduk akhir pada sholat yang dua rakaat? ana masih belum paham, karena ana pernah membaca kitab al-masaail ustadz abdul hakim, di dalam kitab tersebut dijelaskan yang shohih adalah duduk tawaruk, sedangkan ana juga pernah membaca di majalah assunnah dalil yang kuat adalah duduk iftirosy… Mohon penjelasannya. Jazakumullohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullaah wabarakaatuh. Ya akhi, itu memang khilaf sejak dahulu. Ustadz Abdul Hakim berpendapat sesuai pendapat madzhab Syafi’i, dan dalil beliau adalah hadits Abu Sa’id As Sa’idy yg terdapat dlm Sunan Nasai dgn sanad shahih, yg maknanya bhw Rasulullah dalam dua rokaat yang menjadi akhir shalat, beliau duduk secara tawarruk. SEdangkan yg di majalah As Sunnah adalah pendapat madzhab Hambali, dalil mereka juga hadits Abu Sa’id As Sa’idi dlm Shahihain, hanya saja di lafazhnya tidak ada keterangan bila shalatnya hanya dua rokaat. Yg ada adalah bhw Nabi beriftirasy pada tasyahhud awal dan bertawarruk pada tasyahhud akhir.
Dari keumuman hadits kedua, memang dhahirnya kalau shalatnya dua rokaat maka duduknya iftirasy, tapi riwayat Nasa’i lebih spesifik dlm hal ini, dan dhahirnya lebih menguatkan madzhab Syafi’i yg dirajihkan oleh Ust. Abdul Hakim… so, it’s up to U… ana sendiri lebih cenderung ke madzhab Syafi’i dlm hal ini. Wal ‘ilmu ‘indallaahi.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustaz, ana ada beberapa pertanyaan :
1. Bagaimana hukum sholat bagi orang yang melaksanakan perjalanan ke suatu tempat namun dia menetap lama, misal saya berasal dari kota “A” kemudian safar ke kota “B” dengan tujuan menjenguk orang tua, kemudian saya menetap lama kira-kira dua minggu, apakah selama di tempat “B” tersebut saya harus melaksanakan sholat dengan cara qoshor atau boleh dilaksanakan seperti hari-hari biasa secara sempurna ? bila dilaksanakan dengan cara qoshor apakah ada batasan waktunya ?
2. Bagaimana tata cara sholat berjamaah pada saat berdua saja, kemudian tiba-tiba pada rakaat kedua datang makmum lainnya, apakah makmum yang disamping imam (makmum pertama) tadi langsung mundur merapatkan dengan makmum yang baru datang ataukah tetap disamping imam saja ?
Jazaakumullohu khiron.
Masalah batas waktu mengqosor shalat banyak sekali khilafnya, ada yg membatasi hingga 15 hari, ada yg sampai 19 hari, ada yg sampai 6 bulan, dll. Mereka berdalil dengan apa yg dilakukan Nabi di Tabuk, ketika beliau menetap di sana selama 19 hari dan tetap mengqosor shalat. Ibnu Umar konon pernah ikut mengepung musuh di Azerbaijan dan terhalang salju selama 6 bulan. dan selama itu beliau tetap mengqosor shalatnya. Dari sini, Ibnul Qayyim merajihkan bahwa dalam kondisi jihad dan semisalnya, ketika seseorang tidak berniat untuk domisili di tempat tujuan, maka dia tetap mengqosor shalatnya (kalau shalat sendirian, atau bersama rombongan musafir. Tapi kalo shalat berjama’ah dgn mukimin, maka ya tidak diqosor).
Tapi ada pula yg membatasi dengan 4 hari. dan ini menurut ibnul Qayyim tidak ada dalilnya yg kuat. Artinya, kalau seseorang telah berniat untuk menetap di daerah tujuan selama 4 hari lebih, maka sejak hari pertama dia tidak mengqosor shalatnya. Tapi kalau seseorang tdk tahu akan tinggal berapa lama, maka walau pun tiap hari dia mengatakan: “Besok saya mau pulang”, tapi kalo ternyata dia tetap belum pulang hingga beberapa tahun, mereka sepakat bahwa dia masih boleh mengqosor shalatnya. Wallahu a’lam.
adapun tatacara shalat bagi makmum kedua, maka makmum yg di kanan antum hendaknya mundur ke belakang untuk membikin shaf baru, atau antum (jika jadi imam) maju ke depan. Sesuaikan saja dengan kondisi tempatnya. wallahu a’lam.
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Afwan ustadz seorang teman dikantor titip pertanyaan. Ana harap ustadz berkenan menjawab pertanyaan tersebut.
Berikut pertanyaannya :
Ada orang mau pinjam duit untuk keperluan usaha. Bukannya ybs tidak mampu tapi kelihatannya karena tidak mempunya cash money.
Kalau saya kasih pinjam uang akan mengganggu usaha saya karena perputaran uang keluar masuk juga tinggi. Rencananya saya akan gunakan asset emas untuk memenuhi hajatnya.
Ada beberapa kemungkinan:
1. Meminjamkan emas batangan atau dinar yang saya miliki, lalu saya minta diganti emas dengan ukuran yang sama, tanpa kelebihan apa2.
2. Saya menggadaikan emas batangan atau dinar yang saya miliki ke Pegadaian Syariah. Uang gadai dipinjamkan ke ybs. Saya minta dia untuk membayar semua biaya yang timbul selama emas itu digadaikan dan membayar uang pinjaman ke pegadaian untuk menebus emas/dinarnya. Saya tidak mengambil keuntungan apa2.
3. Menyewakan emas batangan (bukan dinar) yang saya miliki, nanti terserah ybs memanfaatkannya apakah akan dijual atau digadai lalu uang nya digunakan untuk memenuhi hajat ybs. Pada saatnya emas tersebut harus dikembalikan lagi ke saya ditambah biaya sewa untuk jangka waktu tertentu.
Untuk item 1 dan 2 tidak mengambil keuntungan apa2, kecuali ybs memberikan (tanpa diminta) ketika mengembalikan pinjaman. Tapi untuk item no 3 ada niat untuk mengambil keuntungan karena mereka lakukan untuk usaha dan kemungkinan besar ada keuntungan dari hasil usaha tersebut.
Mau pakai system profit sharing, saya tidak mau karena agak ribet.
Yang akan saya tanyakan hukumnya bagaimana ? Halal kah ? Ribakah?
* akhir pertanyaan *
Mohon bantuan ustadz untuk menjawabnya, sepertinya teman ana membutuhkan jawaban segera dan beliau khawatir yang dia lakukan tidak boleh menurut syari’at Islam.
Syukron wa jazakallah khoiron.
Wassalamu’alaikum warohmatllohi wabarokaatuh
Abu Salman Al-Cireboni
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Ustadz, bagaimana hukumnya pinjam uang riba Bank dari seorang teman, padahal teman tsb tidak mau uang ribanya dipinjam dengan alasan dia tidak mengharapkan / menginginkan uang riba Bank tsb, karena dia hanya berniat mengambil dan memanfaatkan uang pokok tabungannya saja, sementara orang yang meminjam tadi dalam keadaan terpaksa karena tidak punya uang, kemudian suatu ketika orang yang pinjam uang riba Bank tsb berniat untuk mengembalikan pinjaman yang dulu, namun temannya yang punya uang riba tsb tidak diketahui lagi keberadaannya lalu orang ini berniat menginfakkan uangnya tadi kepada orang tak mampu. Pertanyaannya : Apakah perbuatan orang yang pinjam uang riba Bank tsb dibolehkah ? apabila dibolehkan, bagaimana hukumnya melunasi hutang pinjaman dengan cara menginfakkan kepada orang tidak mampu dengan alasan pemilik uang tsb tidak jelas keberadaannya ? Jazaakallohu khoiron
Alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Untuk cara pertama dan kedua tidak ada masalah secara syari’ah. Tapi untuk cara ketiga tidak boleh, sebab emas menurut fuqoha adalah naqd yang fungsinya sebagai pengukur nilai barang. Dalam hal ini sewa menyewa tidak berlaku untuk emas batangan, sebab emas batangan tidak memiliki manfaat yg bisa disewakan, beda dengan emas dlm bentuk perhiasan. Sedangkan pengertian sewa menyewa itu sendiri adalah menjual manfaat suatu barang yang halal secara syar’i, sedangkan dzatnya tidak dijual. lantas, apa manfaat emas batangan yang bisa dijual? tidak ada khan? Paling-paling emas itu akan dijual oleh si penyewa nantinya, dan ini tidak boleh secara syar’i, sebab barang sewaan bukanlah milik si penyewa, dan seseorang tidak boleh menjual barang yang bukan miliknya. Faham?
Alaikumussalaaam warahmatullah wabarakaatuh. Allah berfirman yg artinya: “Hai orang-orang beriman, takutlah kalian kepada Allah dan TINGGALKANLAH sisa riba (yang belum kalian ambil), jika kalian benar-benar bertakwa” (al-Baqarah: 278). Ayat ini merupakan perintah wajibnya meninggalkan uang riba dan tidak boleh mengutak-atiknya sama sekali, termasuk meminjamkannya kepada orang lain. Karenanya, tindakan orang yg meminjam uang riba kepada seseorang adalah tindakan keliru, sebab ia meminjam sesuatu yang bukan milik orang tsb, karena uang riba adalah uang haram, yg otomatis secara syar’i tidak berhak dimiliki. Yang meminjamkan juga tidak boleh menerimanya karena itu bukan uangnya. Namun bila bunga Bank yg notabene riba tadi tidak diambill, maka bunga tsb akan dimanfaatkan oleh Bank ybs dan ini berarti ikut menyuburkan praktik riba di masyarakat yang tidak akan membawa berkah. Karenanya, sebaiknya bunga Bank diambil saja untuk pembangunan jalan, atau pembangunan wc umum, atau untuk sarana-sarana umum yg tidak dimakan. Jangan diberikan ke fakir miskin. Wallahu a’lam.
assalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh ustad,smoga Allah slu menjaga antum..
ustad ana mau tanya ana sedang tugas jauh dg kluarga dsaat ana sedang tugas mertua ana meninggal smoga Allah mengampuni dosa2 beliau yang menjadi permasalahan dan menjadi kebiasan bila ada salah satu kluarga (yg dindonesia) meninggal maka diadakan tahlilan dan yasinan dan solat qhoib,ditempat kami tugas mengenai sholat qhoib ini yg menjadi pertannyaan ana apakah ini diperbolehkan atau ada dalil Rosulullah melaksanakan? disaat mertua meninggal ana tidak menginfokan kepada atasan hanya teman2 dekat karena ana takut menjadi fitnah kok kluarganya meninggal tidak didoakan(yasin dan tahlil)? mohon penjelasannya ustad ..jazakallah khoiron
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..smoga Allah slu menjaga Ustad afwan ustad ana mau tanya mengenai solat Qhoib,kapan sholat ini dikerjakan,apakah apabila ada salah satu kluarga (Orang tua)yang meninggal bolehkah anak melakukan solata Qhoib karena mengingat jasa almarhumah dalam membesarkan anak2nya,dan anak tesebut sedang bekerja diluar negeri tidak bisa pulang..? jazakullah khoiron
ust..ada yang bertanya kepada saya..sahabat istri saya..sekarang rencana bercerai dengan suaminya…tapi saya belum tahu sdh di talak atau belum..beliau menanyakan kalo bercerai hak asuh anaknya kepada ibunya atau bapaknya menurut pandangan islam ????
Faham ustadz, syukron wa wabarokAllah fiik.
Selama anak tsb belum bisa menentukan pilihan ingin ikut siapa, maka yg paling berhak mengasuhnya adalah ibunya dengan syarat:
1-Ibu tsb belum menikah lagi.
2-Ibu tsb memang layak secara fisik maupun mental untuk mengasuh anaknya, artinya dia bukan wanita yang fasik, atau cacat fisik/mental sehingga tidak bisa memberi perhatian cukup kpd anaknya. Apalagi kalo ibunya non-muslim.
Jika si ibu menikah lagi, maka hak asuh beralih ke ayahnya. demikian pula jika si anak mulai dewasa dan dia memilih tinggal bersama bapaknya, maka bapaknya yg lebih berhak.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh. Aamien, semoga Allah menjaga antum juga. Mengenai shalat ghaib, pendapat yang benar ialah bahwa shalat ghaib dianjurkan atas seorang muslim yang mati di negara kafir, yang menurut asumsi kuat tidak ada yang menyolatkannya. Hal ini berdasarkan apa yang dilakukan Nabi terhadap Raja Najasyi yg muslim, namun wafat di tengah-tengah kaumnya yg kafir, sehingga tidak ada yg menyolatkan beliau di negerinya. Sebab itulah Rasulullah dan para sahabat menyolatkannya secara ghaib. Pun demikian, banyak pula sahabat Nabi yg wafat jauh dari kota Madinah, dan Nabi tidak menyolatkan mereka, karena sudah ada yg menyolatkan. Makanya, Ibnu Taimiyyah, ibnul Qayyim, Al Khatthabi, Abu Dawud, dll berpendapat bhw shalat ghaib hanya dianjurkan bagi mayit yg belum dishalatkan di tempat dia meninggal. Kesimpulannya, antum tidak usah shalat ghaib untuk orang tua, tapi cukup mendoakan saja, atau bersedekah atas namanya, atau berbakti dengan cara-cara lainnya.
ustadz saya ingin menanyakan beberapa hal:
1. dalam penciptaan langit, bumi dan tumbuhan-tumbuhan di dalamnya, apakah ada keterangan mengenai diciptakannya tanah Mekah dalam keadaan tandus
2. apakah ada keterangan Mengapa di bumi Mekah yang tandus ada banyak sumber minyak bumi.
3. Apakah benar teori sains bahwa bumi berputar pada porosnya dan bumi mengelilingi matahari jika ditinjau dari sudut pandang islam dan keterangan-keterangan para ulama
Pertanyaan no 1: ana tidak pernah dengar ttg itu. tapi kalau kita menilik hadits berikut:
لا تقوم الساعة حتى يكثر المال ويفيض حتى يخرج الرجل بزكاة ماله فلا يجد أحدا يقبلها منه وحتى تعود أرض العرب مروجا وأنهارا
Kiamat tidak akan datang sebelum harta melimpah ruah, sampai seseorang keluar membawa zakatnya tapi tidak mendapati seorang pun yg mau menerima, dan (kiamat tidak akan bangkit) sampai bumi Arab kembali penuh dengan tanaman, kebun-kebun, dan sungai-sungai (HR. Muslim).
Kata-kata (حتى تعود) bisa diartikan dengan: “Sampai kembali” atau “sampai menjadi”. Kalau kita artikan: “Sampai bumi Arab kembali dipenuhi kebun-kebun, padang rumput, dan sungai-sungai”, berarti dulunya bumi Arab memang subur. Tapi kalau kita artikan: “Sampai bumi Arab menjadi… dst”, berarti tidak demikian. Wallahu a’lam.
Pertanyaan kedua ana tidak tahu.
Pertanyaan ketiga: Teori sains tidak boleh didahulukan dari nash-nash Al Qur’an dan hadits shahih. Al Qur’an mengatakan bhw matahari yg berjalan, kita imani saja… selesai.
ustadz,…ada seorang bapak yang alhamdulillah telah mengaji…beberapa hari ini beliau diranda kebingungan…anaknya perempuan sdh lama bekerja di taiwan..sekarang anaknya mau menikah dengan pria taiwan yang beragama nasrani…bapak ini bingung beliau tidak mau menikahkan anaknya..karna pria tersebut beda agama..tapi kalo tidak di nikahkan anaknya nekat menikah tanpa wali….bagaimana bapak ini harus bersikap ya ustadz?? (atas jawabannya saya ucapka jazakallhu khoir…afwaan ustadz jawabannya sangat di tunggu)…
Wah, kesian juga tuh bapak. Tapi bagaimanapun juga, Allah telah mengharamkan wanita muslimah untuk dinikahi oleh lelaki non muslim. Jadi si Bapak tetap tidak boleh menikahkan anaknya dalam kondisi apa pun. Begini saja, suruh si anak pulang ke Indonesia dengan iming-iming dia akan dinikahkan di Indonesia… nah setelah pulang, tahanlah si gadis di rumah, jangan boleh menikah, dan jelaskan kepada calon suaminya bahwa hal itu tidak boleh dalam agama islam. Suruh dia menikahi wanita non muslim aja… kalo cara ini ga berhasil, ya sudah, tawakkal saja kpd Allah… karena ini memang resiko yg harus ditanggung akibat melanggar larangan Allah. Yaitu dilarangnya seorang wanita muslimah untuk safar tanpa mahrom, apalagi bertahun-tahun di negara Kafir… saya khawatir jika menikah dgn lelaki kafir, bisa-bisa istrinya murtad nanti… jadi, berusahalah untuk mengelabui si anak agar mau pulang semaksimal mungkin, walaupun dengan membuat janji palsu… daripada dia nekat menikah lalu murtad nantinya… wallaahu a’lam.
klo thdp kaum muslimin yg trtimpa bencana d suatu daerah, apa sholat ghaib berlaku ust? misal sprti kmrn, ada tsunami di mentawai atw gunung merapi yg meletus, kan ada banyak kaum muslimin yg blm disholatkan. Jadi ketika sholat ghqib, dhomirnya diganti mjd “hum”.. Apa ini masyru’ stadz?
jazakallohu khoir ustadz atas jawabannya….barokalllohu fiik
Ala kulli haal, masalah ini memang menjadi khilaf. Menurut Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm, shalat ghaib berlaku secara mutlak, baik bagi yang telah dishalatkan maupun yang belum. sedangkan bagi Imam Malik dan Abu Hanifah, shalat ghaib khusus berlaku bagi Nabi ‘shallallaahu ‘alaihi wasallam. Adapun menurut Imam Ahmad, shalat ghaib berlaku bagi yang belum dishalatkan saja. Inilah pendapat yg dirajihkan oleh Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyyah, Al Khattabi, Abu Dawud, dll… dan jika kita lihat dari ‘illah-nya, maka bisa saja dikiaskan kepada orang-orang yang mati karena bencana dan tidak ditemukan jenazahnya, karena mereka sama-sama belum dishalatkan.
Kalau memang antum ingin menyolatkan mereka ya silakan aja… diganti ‘hum’ lebih tepat secara bahasa. Wallaahu a’lam.
Assalaamu’alaikum
Tentang wanita yang ditinggal mati suaminya, masa iddahnya empat bulan sepuluh hari, dan dilarang untuk bepergian dan keluar rumah. Apakah larangan ini mutlak? artinya tidak boleh keluar rumah untuk hal apapun juga?
Karena ada ibu yang ditinggal mati suaminya, sementara dia harus menafkahi anak-anaknya, dan termasuk dia harus mengantar anak-anaknya sekolah. Bagaimana solusi terbaiknya ustadz? Jazaakallooh khoiron
Bismillah.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah taufiq bagi kita.
Ustadz, mau bertanya tentang tanggung jawab anak laki-laki ( perempuan ) terhadap orangtua setelah menikah. Adakah bedanya antara anak laki-laki dan perempuan?
Apakah tanggung jawab (kewajiban) anak laki2 terhadap orang tuanya berlaku terus walaupun sudah menikah sampai orang tua meninggal?
Apakah dalam hal tanggung jawab terhadap orangtua sama dengan tanggung jawab terhadap istri dan anak ataukah lebih penting?
Mencakup apa sajakah tanggung jawab seorang anak terhadap orangtua, hal pokok sajakah atau mencakup hal sekunder ( misal rumah, menghajikan )?
Seandainya terjadi keadaan orangtua dan keluarga (anak + istri) sama-sama kekurangan makan dan uang yang ada pas-pasan mana yang harus diprioritaskan?
Semoga Ustadz berkenan menjawab pertanyaan ana.
Syukron wa jazakalloh khoiron.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Abu Salman Al-Cireboni.
Bismillah.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah taufiq bagi kita.
Ustadz, mau bertanya tentang tanggung jawab anak laki-laki ( perempuan ) terhadap orangtua setelah menikah. Adakah bedanya antara anak laki-laki dan perempuan?
Apakah tanggung jawab (kewajiban) anak laki2 terhadap orang tuanya berlaku terus walaupun sudah menikah sampai orang tua meninggal?
Apakah dalam hal tanggung jawab terhadap orangtua sama dengan tanggung jawab terhadap istri dan anak ataukah lebih penting?
Mencakup apa sajakah tanggung jawab seorang anak terhadap orangtua, hal pokok sajakah atau mencakup hal sekunder ( misal rumah, menghajikan )?
Seandainya terjadi keadaan orangtua dan keluarga (anak + istri) sama-sama kekurangan makan dan uang yang ada pas-pasan mana yang harus diprioritaskan?
Semoga Ustadz berkenan menjawab pertanyaan ana.
Syukron wa jazakalloh khoiron.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Abu Salman Al-Cireboni.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Ustadz, apabila sholat di belakang imam sedangkan imam tersebut ketika sholat posisinya selalu mencondongkan/memiringkan ke kanan dari arah kiblat apakah sholatnya sah? kemudian apakah segala sesuatu yang diharamkan itu juga dapat dihukumi najis? Jazaakallohu khoiron
wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Insya Allah tetap sah, karena Nabi pernah bersabda ketika menentukan arah kiblat warga madinah: “Maa bainal masyriqi wal maghribi qiblatun”, Antara timur dan barat adalah arah kiblat (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan: hasan shahih, dan dishahihkan oleh al-Albani). berikut ini adalah penjelasan Imam Ahmad ttg hadits tsb:
هذا في كل البلدان قال وتفسيره أن هذا المشرق وأشار بيساره وهذا المغرب وأشار بيمينه قال وهذه القبلة فيما بينهما وأشار تلقاء وجهه قال وهكذا في كل البلدان إلا بمكة عند البيت ألا ترى أنه إذا استقبل الركن وزال عنه شيئا وإن قل فقد ترك القبلة قال وليس كذلك قبلة البلدان. قيل لأبي عبد الله فإن صلى رجل فيما بين المشرق والمغرب ترى صلاته جائزة قال نعم صلاته جائزة إلا أنه ينبغي له أن يتحرى الوسط.
التمهيد لما في الموطأ من المعاني والأسانيد [17 /60]
“Ini berlaku untuk setiap negeri. penafsirannya adalah: jika ini arah barat, dan itu arah timur (sembari menunjuk dgn tangan kanannya) maka yang di antara keduanya ini adalah kiblat. Demikian pula untuk wilayah-wilayah lainnya, kecuali di Mekkah; maka ia harus mengarah ke baitullah. karena bila dia hanya mengarah ke salah satu sudut ka’bah dan melenceng dari tengah-tengah ka’bah, berarti dia tidak menghadap ka’bah. sedangkan qiblat untuk negeri-negeri selain Mekkah tidaklah demikian”. Beliau ditanya: “kalau seseorang shalat menghadap antara arah timur dan barat, apakah shalatnya sah?” “iya, shalatnya sah tapi sebaiknya dia mencari arah yang tengah-tengah” jawab beliau.
Catatan: menurut Imam Syaukani, hadits ini berlaku untuk orang-orang yang berada di Madinah dan wilayah-wilayah lain yang berada di utara Mekkah, atau bagi warga Yaman dan wilayah lain di selatan Mekkah. Sedangkan bagi mereka yang tinggal di wilayah barat atau timur dari Mekkah, maka arah kiblatnya adalah antara utara dan selatan. demikian pula orang yang tinggal di wilayah timur laut, tenggara, barat daya, dan barat laut dari kota Mekkah, masing-masing memiliki keleluasaan yang sama.
Kesimpulannya, selama kemiringan arah shalat kita tidak sampai 90 derajat dari posisi kota Mekkah, maka shalat tetap sah.
Adapun pertanyaan kedua, maka jawabannya adalah: Tidak semua yang diharamkan berarti najis. Contohnya keledai jinak, dia haram dimakan tapi tidak najis untuk ditunggangi. demikian pula racun, dia haram dimakan/diminum tapi tidak najis. Tapi kalau sudah najis biasanya haram dimakan, seperti bangkai, darah, kotoran manusia dan hewan yang haram dimakan, dsb. wallahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam. menurut para ulama, wanita yang sedang ‘iddah tidak boleh keluar rumah di siang hari kecuali karena suatu kebutuhan, spt periksa ke rumah sakit (demikian pula mengantar anak sekolah jika memang tidak ada yg bisa mengantarkan selain dia, dan sekolah tidak bisa ditinggal sementara, seperti ketika ujian misalnya), atau karena kondisi darurat spt jika rumahnya dikhawatirkan roboh, atau ada kebakaran, dsb. Jadi, kalau keluarnya di siang hari tidak disyaratkan harus ada alasan darurat, namun karena suatu kebutuhan saja… sedangkan bila keluarnya di malam hari, maka harus karena alasan darurat (mendesak).
Menurut ana, kalau si ibu bisa minta tolong kepada saudaranya untuk mengantar anak-anak, maka itu lebih baik. atau minta izin kepada kepala sekolah untuk cuti sementara. tapi jika keadaan memaksanya untuk mencari nafkah karena tidak ada yang menafkahi, maka apa boleh buat, dengan syarat tidak boleh keluar memakai perhiasan/wewangian apa pun bentuknya. wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Ana ingin menanyakan beberapa hal terkait UDHHIYAH
1.Bolehkah menyembelih UDHHIYAH sendiri tanpa dikirim ke panitia masjid sebagaimana umumnya, karena ada beberapa panitia majid yang menjual daging sembelihan. (dan terkadang mendapat sorotan dari masyarakat setempat)
2.Ketika menyembelih sapi dari urunan 7 orang, bolehkah kita baca do’a dikhususkan satu persatu, misalnya Allahumma taqabbal min Ali, Allahumma taqabbal min Hasani dst sebanyak 7 orang
3.Ana pernah baca artikel yang melarang panitia UDHHIYAH, makan-makan dengan daging sembelihan di masjid, seperti umumnya di masyarakat. Yang ana tanyakan jika panitia semuanya juga menyembelih UDHHIYAH, apakah mereka tetap dilarang makan-makan bersama dari hasil daging sembelihan di masjid?
Jazaakallohu khoiron
Assalamu’alaykum Ustadz,
Ana berniat puasa sunnah malam tadi, tapi qodarullah paginya ana terbangun saat adzan subuh sedang dikumandangkan. Ana bergegas sekedar minum segelas air.
Tapi kemudian ana menjadi ragu apakah puasa ana tersebut sah dan bisa dilanjutkan karena ana sebelum mengambil minum adzan sedang berkumandang. Bagaimana dengan puasa ana, apakah bisa diteruskan ?
Syukron katsiron atas jawaban ustadz.
Wassalamu’alaykum
Assalamu’alaykum..
ustadz, benarkah kisah Syaikh asSa’di dgn sayyid Alwi disini http://alimahkrus.multiply.com/journal/item/22 Kemudian apakah benar mngambil berkah dgn cara sprti itu?
Jazakallahukhairan..
Wa’alaikumussalaam…
Sebagian besar mesjid di Indonesia mendasarkan adzan subuhnya pada kalender (jadwal waktu shalat abadi) yg disusun oleh Depag atau lembaga lainnya. dan melalui sejumlah pengamatan di lapangan, terbukti bahwa waktu subuh yg mereka tetapkan lebih cepat dari munculnya fajar shadiq (waktu subuh sebenarnya). Bahkan rata-rata lebih cepat sekitar 20 menit (dari jadwal Depag). karenanya, kalau mesjid tsb adzannya berdasarkan kalender, maka antum masih boleh makan minum selama 15 menit lah kira-kira. Jadi teruskan aja puasanya, ga papa.
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh
Jawaban atas soal 1: Boleh, bahkan itulah yg dianjurkan, karena Nabi menyembelih sendiri hewan kurbannya..
jawaban atas soal 2: Laa adri (ana tidak tahu).
jawaban atas soal 3: Larangan tsb berangkat dari hadits Ali dlm shahihain bahwa Nabi menyuruhnya agar mengurus penyembelihan kurban beliau, dan melarangnya untuk memberikan bagian dari hewan kurban tsb kepada jagal.
Menurut Syaikh Utsaimin, kalau seseorang mengatakan kepada si Jagal: SEmbelihlah kurban ini –dan ongkosnya untuk tiap ekor adalah 50 ribu misalnya–, tapi ia mengatakan: “Kamu kuberi uang 25 ribu dan 25 ribu sisanya berupa daging/kulit/yg lainnya”. maka ini tidak boleh, karena ia berarti menjual udhiyyah yg tidak boleh dijual. Kalau Panitia Udhiyyah di sini bertindak sebagai jagal, yg memungut bayaran atas penyembelihan, pengulitan, dan pembagian daging; maka panitia tidak boleh diberi bagian dari hewan kurban (baik daging/yg lainnya) sebagai upah mereka. upah mereka harus dibayar penuh berupa uang, baru kemudian kalau mereka mau diberi tambahan daging kurban sebagai hadiah ya silakan. Namun jika panitia juga menyembelih udhiyyah maka khusus daging kurban mereka boleh dimakan, yakni secara terpisah dari daging kurban selain mereka. wallahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaah wabarakaatuh.
Kebenaran kisah tsb sangat diragukan, karena yg menceritakan adalah ahlul bid’ah yg tidak bisa kita percaya, apalagi kisah tersebut mendukung bid’ah mereka. Dalam ilmu hadits, jika seorang perawi ahli bid’ah meriwayatkan hadits yg mendukung bid’ahnya, maka riwayatnya tidak bisa kita terima sampai terbukti kebenarannya lewat riwayat perawi lain yg bukan ahli bid’ah.
Memang air hujan mengandung berkah, dan ka’bah juga diberkati, tapi mengambil berkah dengan cara seperti itu –sejauh yang ana ketahui– tidak pernah diajarkan oleh Nabi maupun para sahabatnya. Dan kalau lah hal itu merupakan amal shalih yg dianjurkan, mana mungkin Nabi tidak memerintahkannya, padahal ketika thawaf Nabi tidak mengusap-usap tembok ka’bah seluruhnya karena mencari berkah, namun hanya hajar aswad dan rukun yamani. lalu menempelkan dada dan pipinya di multazam, bukan di bagian ka’bah lainnya. Nah, siapa yg lebih ‘demen’ kepada berkah dan amal shalih: Alwi Al Maliki ataukah Nabi dan para sahabatnya?
Hmm, kalau cara berdalil spt itu kita ikuti, ana khawatir mereka akan menyuruh orang-orang spy mengambil tanah dari sekitar masjidil haram dan masjidil aqsha karena dlm surat Al Isra’ Allah mengatakan:
سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى التي باركنا حولها
Maha suci Allah yg telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari dari masjidil haram ke masjidil aqsha yang Kami berkahi di sekelilingnya.
Atau bahkan mengambil tanah dari seluruh wilayah bumi, karena bumi kan juga diberkati oleh Allah? coba simak ayat berikut:
وجعل فيها رواسي من فوقها وبارك فيها وقدر فيها أقواتها… الآية (سورة فصلت: 9
Dia (Allah) menciptakan gunung-gunung di atas bumi, dan memberkati bumi tersebut serta menentukan kadar makanan yg disimpannya…al ayat.
Apakah ini berarti kita disuruh berguling-guling di atas tanah untuk mencari berkah?
Mereka (NU) sdh kehabisan dalil untuk membela kebatilan mereka, shg berdalil dengan membikin dongeng-dongeng menggelikan spt itu… dibilang wahabi insyaf, wahabi tobat, dsb… Mana buktinya kalau Syaikh Sa’di insyaf? Mestinya mereka menukil statemen beliau dari kitab Syaikh Sa’di yg banyak beredar, bukan dari dongeng yg tidak bisa dilacak kebenarannya tersebut…
ustadz…pada tahun ini pemerintah arab saudi dan indonesia berbeda didalam menentukan tanggal 1 dzulhijjah..pemrintah saudi tgl 7 november sedangkan pemerintah indonesia telah memutuskan tanggal 8 november otomatis tanggal 9 dzulhijjah pun berbeda…bagi kita yang ingin berpuasa arafah apakah kita mngikuti pemerintah saudi atau kita mengikuti pemerintah indonesia..jazaakalloh khoiron atas jawabannya ustadz
Ini memang masalah khilafiyah sejak dahulu. namun yang rajih ialah pendapat yang mengatakan bahwa setiap negara mendasarkan hari raya sesuai ru’yah hilang masing-masing. Baik dalam menentukan awal romadhon, awal syawwal, maupun awal dzul hijjah. Inilah pendapat yg dipilih oleh Majma’ul Fiqh (semacam kumpulan ahli fikih dunia), dan inilah yang lebih sesuai dengan zhahir hadits: “Jika kalian menyaksikan hilal dzul hijjah, dan kalian hendak berkurban, maka janganlah mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun” (HR. Muslim). Artinya, Nabi mengaitkan aturan-aturan menyembelih kurban dengan hilal dzul hijjah, bukan dengan wukuf di arafah. Dan menurut ijma’ ulama, hari arafah adalah tanggal 9 dzul hijjah. Jadi, bagi warga mekkah dan sekitarnya (atau saudi arabia secara umum), hari arafah mereka adalah hari wukufnya jama’ah haji di arafah. namun bagi belahan dunia lain, sesuai dengan ru’yah di sana.
Solusi lainnya ialah antum puasa arafah dua hari berturut-turut, hari pertama mengikuti saudi dan hari kedua sesuai ru’yah di indonesia. sedangkan hari raya tetap mengikuti mayoritas kaum muslimin di indonesia.
afwan ust, ada 1 lagi, bkn berarti ana senang baca syubhat, tp artikel berikut sudah sangat sering ana temui d dunia maya. http://www.aswaja-nu.com/2010/01/dialog-ulama-wahhabi-vs-anak-bau-kencur.html yg ana mau tanyakan hanya yg ketiga poin yg ditnyakan, bkn ttg ustadz ybs..
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Jika14 orang urunan menyembelih sapi, maka ada dua sapi yang dibeli dan disembelh, misal sapi A untuk 7 orang pertama dan sapi B untuk 7 orang kedua. Apakah boleh bagi 7 orang pertama mendapat bagian daging dari sapi B (yang diperuntukkan 7 orang kedua)?
Karena dibeberapa masjid sering terjadi setelah sapi-sapi disembelih, daging dipotong dan dicampur sehingga tidak tahu sapi yang mana untuk kurban orang tertentu.
boleh saja, tidak masalah. Toh daging kurban memang untuk dibagi-bagikan selain dimakan sendiri.
Jika antum perhatikan lebih cermat, pertanyaan pertama yg dilontarkan oleh “si Bau kencur” tadi tidak masuk dalam kriteria bid’ah yang disebutkan oleh Ustadz Agus H.B. Karena beliau mengatakan: “seperti membaca sholawat yang disusun oleh kalangan ulama shufi,…”. Pertanyaannya: Apakah Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, dan Imam Syafi’i termasuk ulama shufi? Jelas tidak! Itupun kalau kita terima bahwa mereka memang terbukti membikin redaksi shalawat khusus yg tidak diajarkan oleh Nabi, lha bisakah “Si Bau Kencur” membuktikan hal tersebut dengan menukil riwayat yg shahih di sini??
Adapun pertanyaan kedua ttg doa imam Ahmad, jawabannya adalah: Itu bukan bid’ah. Lagi pula contoh bid’ah yg disebutkan oleh ustadz Agus –kalau benar beliau mengatakan hal itu– tidak tepat. Sebab dalam berdoa kita diberi kelonggaran untuk memanjatkan doa-doa yg kita inginkan, dalil dalam masalah ini sangat banyak, salah satunya adalah hadits berikut:
عن عبد الله بن مسعود قال كنا إذا جلسنا مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فى الصلاة قلنا السلام على الله قبل عباده السلام على فلان وفلان فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « لا تقولوا السلام على الله فإن الله هو السلام ولكن إذا جلس أحدكم فليقل التحيات لله والصلوات والطيبات السلام عليك أيها النبى ورحمة الله وبركاته السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين فإنكم إذا قلتم ذلك أصاب كل عبد صالح فى السماء والأرض – أو بين السماء والأرض – أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ثم ليتخير أحدكم من الدعاء أعجبه إليه فيدعو به
سنن أبى داود [1 /365]
Dari Ibnu Mas’ud katanya: Dahulu, jika kami dalam posisi duduk (tasyahhud) ketika shalat bersama Rasulullah, kami mengatakan: Assalaamu ‘alallaah, assalaamu ‘ala fulan wa fulan… maka Rasulullah menegur: Jangan kalian katakan Assalaamu ‘alallaahu, karena Allah itulah assalaam. Namun jika kalian duduk (tasyahhud) maka katakan: Attahiyyaatu lillaah wasshalawaatu watthayyibaat, Assalaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaina wa ‘ala ibaadillahisshalihien… –bila kalian mengatakan demikian, maka salam itu akan mengenai setiap hamba shalih yg ada di langit dan di bumi– asyhadu allailaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah. setelah itu, kalian bebas memilih doa apa yg kalian sukai. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An Nasai yg dishahihkan oleh Al Albani).
Hadits ini jelas memberi kelonggaran kepada kita untuk berdoa dengan doa apa saja yg kita inginkan. Demikian pula hadits ibnu Abbas berikut:
وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
Adapun ketika sujud, maka sungguh-sungguhlah dalam berdoa (di dalamnya), karena doa kalian sangat layak dikabulkan (HR. Muslim no 275). Beliau menyuruh kita bersungguh-sungguh dalam berdoa ketika sujud tanpa mengajarkan doa tertentu, yang berarti hal itu terpulang kepada masing-masing pendoa. intinya, doa yang tidak diajarkan oleh nabi, selama tidak mengandung mukhalafah syar’iyyah, dan dilakukan sesuai sunnah dan secara proporsional; maka tidak bisa dikategorikan sebagai bid’ah. Apalagi jika ada contohnya dari sebagian salaf, seperti imam Ahmad. Jadi, yg perlu dikoreksi adalah pencontohan bid’ah dengan doa yg tidak diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Adapun pertanyaan ketiga, maka pertama-tama kita katakan: “Tolong sebutkan dengan jelas, dari mana kalian menukil hal tsb?”. Karena sejauh yg ana dapatkan, Ibnu taimiyyah hanya berdzikir dengan suara yg terdengar oleh dirinya, dan ia melakukannya sendirian. Adapun mengulang-ulang bacaan al-fatihah telah dijelaskan oleh murid beliau yg menyaksikan hal tersebut, yaitu dalam rangka menggabungkan dua fadhilah sekaligus, antara fadhilah dzikir dan membaca al-qur’an, karena para ulama berbeda pendapat tentang manakah yang didahulukan: wirid ataukah membaca al-qur’an? Nah, dengan membaca al-fatihah berulang-ulang (yg juga merupakan wirid selepas shalat), beliau telah melakukan dua hal sekaligus. Ini menurut pemahaman murid beliau yg menyaksikan rutinitas beliau tersebut setiap pagi. Adapun mengangkat pandangan ke langit, maka hal itu sama sekali tidak dilarang dan tidak pula diperintahkan (sejauh yg ana ketahui), lantas mengapa harus dikaitkan dengan bid’ah? Padahal boleh jadi itu merupakan reflek beliau saja tanpa diiringi keyakinan tertentu bahwa hal itu dianjurkan…
Kalaupun kita terima bahwa hal itu memang bid’ah yg tidak dicontohkan oleh Rasulullah, itu tidak berarti bahwa Ibnu Taimiyyah merupakan ahli bid’ah, karena definisi ahli bid’ah adalah orang yang mengajarkan bid’ah kepada orang lain (penyeru bid’ah), bukan orang yg melakukan sesuatu yg dianggapnya baik, tapi ternyata bid’ah. yang kedua ini namanya mujtahid yg keliru, atau jahil, bukan mubtadi’, wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan… di Indonesia sudah ditetapkan hari raya qurban hari rabu tgl, 17 nop.2010, sedangkan di Arab Saudi tgl, 16 padahal Indonesia lebih dulu waktunya sekitar 4 jam. mengapa demikian… kemudian apakah ada sunahnya puasa ditgl, 8 dan 9 dzulhijah. kemudian untuk puasa sunah di hari Arafah di tgl, 15 atau 16 mengingat perbedaan tersebut diatas. mohon pencerahan. Syukron
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Terkait penyembelihan hewan, di kalangan masyarakat berkeyakinan jika menyembelih pisau tidak boleh terlepas dari sembelihan. Jika pisau terlepas dan sembelihan belum sempurna disembelih (TIDAK MATI-MATI) tidak boleh diteruskan untuk dipotong lagi, dan dihukumi daging bangkai. Benarkah anggapan ini?
Wa’alaikumussalaam. Masalah penetapan awal dzul hijjah menurut pendapat yg rajih ialah berdasarkan ru’yah hilal di negara masing-masing (lihat kembali komentar2 di artikel “Ayo raih pahala…”). Kalau penetapan hari Iedul Adha di Indo memang berdasarkan ru’yah, maka itulah yg harus diikuti oleh warga Indonesia. Puasa adalah salah satu amal shalih yang secara umum dianjurkan di sepuluh hari pertama bulan dzul hijjah, bahkan Imam Nawawi mengatakan bahwa puasa dari tanggal 1-9 dzulhijjah adalah sangat dianjurkan, lebih-lebih tanggal 9-nya. Nah, jika antum termasuk pihak yg ‘musykil’ dengan perbedaan hari arafah antara saudi dengan indonesia, maka solusinya adalah puasa dua hari spt itu; hari ke 8 di indo sama dengan hari arofah bagi yg haji (di saudi), sedangkan hari ke-9 di indo adalah hari arofah bagi orang indonesia; jadi ala kulli haal antum tetap dapet hari arofah, dan antum tidak dianggap berpuasa ketika Iedul Adha, karena antum berada di indonesia.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Keyakinan itu tidak benar, karena Nabi mengatakan: “Maa anharad dama wadzukirasmullaahi fakuluuh” (Apa saja yg bisa mengalirkan darah dan disebut nama Allah maka makanlah”. Justru jika pisau terlepas dan sembelihan belum sempurna disembelih, kita harus meneruskan penyembelihan tsb agar cepat mati, karena dengan demikian ia tidak tersiksa lama-lama. Ala kulli haal, selama saluran makanan dan pernapasan serta salah satu urat nadi telah terpotong, maka sembelihan tsb hukumnya sah.
assalamu’alaikum ustadz, semoga Allah memberi kesehatan
Banyak para aktivis muslim khususnya di Indonesia dalam melakukan demonstrasi pada saat kedatangan presiden obama di Indonesia misalnya, ketika diberitahu bahwa DEMONTRASI ADALAH BENTUK PENGAMALAN TERTINGGI DARI AJARAN DEMOKRASI KAMI… (pengakuan Obama sendiri ketika melihat aksi demonstrasi di Indonesia saat kedatangannya)
melontarkan dalih sbb:
Kami mengikuti sunnah af’aliyyah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam ketika ber-orasi secara terang-terangan di Mekah, bukan mengikuti sunnah Yahudi dan Nasrani di dalam Demonstrasi.:
Di dalam shirah ibnu hisyam dikemukakan:
——…————–
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah mengumpul Bani Fihr dan Bani ‘Adi di atas bukit Safa. Semua mereka turut hadir dalam pertemuan itu. Bagi mereka yang uzur tidak dapat hadir, mereka menghadirkan perwakilannya. Di situlah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam berdiri lantas berkata:
“Apakah kamu sekalian akan percaya atau tidak sekiranya aku ceritakan bahawa di sebalik bukit ini ada sekumpulan musuh yang akan menyerang kamu?”.
Jawab mereka:
“Sudah pasti kami akan percaya kerana kami belum pernah mendengar lagi percakapan dusta darimu”.
Kemudian RasuluLlah ShallaLlahu ‘alaihi Wasallam menambahkan:
“Sesungguhnya aku ini pembawa berita yang menakutkan yaitu akan datangnya suatu azab yang sangat menakutkan”.
Abu Lahab pun bangun lalu menjawab:
“Binasalah engkau hai Muhammad, apakah hanya untuk ini saja yang engkau kumpulkan kami?”
Setelah itu maka turunlah ayat Al—Qur’an yang berbunyi:
( تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ ( 1
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.“(Surah Al—Lahab 111:1)”
kemudian mereka juga menyatakan bahwa menyampaikan secara terang-terangan kezhaliman Obama juga diperbolehkan oleh syara’:
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan…) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.[QS:4.148]
pertanyaan saya,
apakah demonstrasi seperti itu dibolehkan dengan merujuk alasan mereka di atas?
jazzakallahu atas penjelasannya
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan, apabila ana berqurban benarkah ana sebagai kepala keluarga mulai tanggal 1 dzul Hijjah tidak boleh memotong rambut dan kuku hingga binatang qurban disembelih, mohon penjelasan beserta penguatnya. Syukron
Assalamualaykum wr wb.
To the point aja ya pak!
Saya sedang meminta sesuatu kepada Allah, boleh kah berdoa meminta sesuatu dengan mengganti beberapa kalimat dari surat Al-A’raf 23, menjadi “Ya Tuhan ku, jika Engkau tidak mengabulkan permohonan ku, niscaya pastilah hamba termasuk orang-orang yang merugi.”
Bacaan aslinya adalah sbb:
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)
Dengan maksud supaya disegerakan permintaan saya, karen saya sangat membutuhkan sekali.
Satu hal lagi, mohon artikel diperbanyak lagi…
Terima kasih….
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan mengenai menggerak-gerakkan telunjuk pada saat atahiyat, apakah mulai awal sampai akhir atahiyat atau ada batasannya, menggerakkan atas bawah atau mutar, mohon penjelasan dengan penguatnya. Syukron
Assalamu’alaikumwarohmatullohiwabarokatuh
Ustadz, saya ingin menanyakan hal mengenai mathla’ pada hilal dzulhizah
Yang saya ketahui
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam tidak mengkaitkan ‘iedul adha dengan wukuf di arafah, tetapi dengan keputusan rukyatul hilal-nya penguasa mekah.
“Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.”
(HR Abu Dawud, hadits no 2339. Imam Daruquthni berkata,”Hadits ini isnadnya muttashil dan shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata,”Hadits ini shahih.” Lihat Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54).
Jika Ulama yang berpegang pada mathla’ (wilayah) pada hilal syawal menggunakan hadist:
Diriwayatkan dari Kuraib bahwa Ummul Fadl radhiyallaahu anha telah mengutusnya untuk menemui Muawiyyah radhiyallaahu anhu di Syam. Kuraib radhiyallaahu anhu berkata, “Aku memasuki Syam lalu menyelesaikan urusan Ummul Fadl radhiyallaahu anha. Ternyata bulan Ramadhan tiba sedangkan aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal (bulan sabit) pada malam Jum’at. Setelah itu aku memasuki kota Madinah pada akhir bulan Ramadhan. Ibn ‘Abbas radhiyallaahu anhu lalu bertanya kepadaku dan menyebut persoalan hilal. Dia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal?’ Aku menjawab, ‘Kami melihatnya pada malam Jum’at.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kamu sendiri melihatnya?’ Aku jawab lagi, ‘Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Lalu mereka berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata lagi, ‘Tapi kami (di Madinah) melihatnya pada malam Sabtu. Maka kami terus berpuasa hingga kami menyempurnakan bilangan tiga puluh hari atau hingga kami melihatnya.’ Aku lalu bertanya, ‘Tidak cukupkah kita berpedoman pada ru’yat dan puasa Muawiyyah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, (sebab) demikianlah Rasulullah shalallaahu alaihi wa salam telah memerintahkan kepada kami’.[HR. Muslim no. 1087, at-Tirmidzi no. 647 dan Abû Dâwud no. 1021. Riwayat Abû Dâwud dan at-Tirmidzi di-shahih-kan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albâni rahimahullaahu dalam Shahîh Sunan at-Tirmidzi 1/213]
Saya mohon penjelasan, menurut ustadz, apa hadist yang dijadikan hujjah adanya mathla’ pada hilal dzulhizah?
Assalaamu’alaikum
Ada perkataan seperti ini dari seorang teman:
“Islam tidak mengenal persembahan. Allah terlalu agung untuk kita beri persembahan.”
Benarkah perkataan ini?
ustad ana mau tanya ” klo kt puasa 10 hari sebelum idul adha iitu hukum nya gmna, ada hadist atau artikel nya ga klo ada ana minta dong .?? ”
sukron ..
Masalah ini udah ana bahas dalam artikel “Ayo Raih pahala sebanyak-banyaknya…”.
Wa’alaikumussalaam… tanyakan dulu, apa yg dia maksud dengan persembahan itu? Bukankah ketika terjadi perselisihan di antara dua anak Adam (Qabil dan Habil), Allah memerintahkan mereka untuk mengajukan persembahan? Seperti yg termaktub dalam surat Al Maidah ayat 27. kalau maksudnya berupa sesajian ala orang-orang kejawen yg musyrik itu, ya jelas tidak dibenarkan. Tapi kalau berkurban hewan kan memang disunnahkan…
Pertanyaan antum tidak jelas maksudnya… kalau yg antum maksudkan ialah masalah wihdatul mathla’ (kesatuan mathla’ hilal) dengan ta’addudil mathali’ (banyaknya mathla’ hilal). maka masing-masing punya dalil dalam hal ini, di antaranya adalah hadits-hadits yg antum sebutkan tadi. Tapi yg dirajihkan oleh masyayikhuna dan oleh Majma’ul Fiqhil Islamy adalah ta’addudil mathali’ sebagaimana mafhum hadits Kuraib di atas.
Kalau yg anda ganti adalah redaksi terjemahan ayat tsb, maka tidak mengapa. Tapi kalau yg anda ganti adalah bunyi ayatnya dalam bahasa Arab dengan maksud membaca ayat tersebut –bukan dalam rangka berdoa– maka tidak boleh. Tapi kalau maksudnya dalam rangka berdoa, atau menirukan doa yg disebutkan dalam ayat, bukan dalam rangka membaca (mengaji), maka tidak mengapa menyesuaikannya dengan kondisi anda, seperti mengubah dhamir (kata ganti) ‘kami’ dengan ‘saya’. wallaahu a’lam.
Dalil yg mereka pakai tidak sesuai untuk melegitimasi aksi-aksi demonstrasi, karena yg dilakukan Nabi adalah dakwah terang-terangan, bukan demonstrasi dengan meneriakkan yel-yel ttt, longmarch, dsb…
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Dalam beberapa ayat Al Quran, di antaranya dalam surat At Takwir, disebutkan tentang peristiwa kiamat. Tapi yang disebutkan seputar matahari, bintang, gunung dan lain-lain yang dihancurkan.
Yang ana tanyakan apakah kiamat itu juga menghancurkan seluruh alam semesta (dalam sains misalnya galaksi bima sakti dan galaksi yang lain yang cakupannya lebih luas dari matahari, bulan bintang). Apakah ada ayat yang terkait atau penafsiran dan penjelasan ulama tentangnya? Mohon penjelasannya,
Jazaakallooh Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Dalam surat Az Zumar disebutkan bahwa Allah melipat langit-langit dengan tangan kanan-Nya. Ini berarti semua yg ada di sana termasuk galaksi, bintang-bintang, dsb ikut hancur.
Assalamu’alaikum. Ustadz. mohon pencerahan. Apakah boleh kita mengucapkan ( sambat ” jawa ) YAA ALLAH YAA RASULULLAH. Misalnya takjub, terkejut. dll. mohon penjelasan. Syukron.
Wa’alaikumussalaam. Cukup Ya Allaah saja, jangan pake Ya Rasulullah, karena Rasulullah telah wafat jadi tidak boleh dipanggil-panggil… saya khawatir ada i’tikad tertentu ketika memanggil Rasulullah, yang ujung-ujungnya bisa syirik.
Assalamu’alaikum warohmatulloh.
Ustadz, ana mau tanya apakah ada hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah melakukan permintaan kepada Allah tentang 4 macam permintaan, kemudian hanya satu yang tidak dikabulkan yaitu permintaanuntuk mempersatuan ummat? Mohon penjelasannya. Jazaakallohu Khoiron.
Yang ana tahu adalah Nabi meminta kepada ALlah agar umatnya tidak dipersatukan dalam kesesatan, dan Allah mengabulkan hal tsb (haditsnya hasan).
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia Muhammad s.a.w, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya.
Kemarin, saya bermaksud mencari kisah-kisah para nabi umat islam di internet sebagai bahan cerita anak-anak saya agar anak-anak saya lebih mencintai rosul dan nab-nabinya. Dalam pencarian itu tanpa sengaja saya berkunjung pada blog http://trulyislam.blogspot.com (FORUM MURTADIN INDONESIA). Saya sedih sekaligus terkejut sekali, betapa besar kebencian musuh-musuh islam terhadap kaum muslimin, banyak kata-kata hujatan, kesalahan, fitnah, kebohongan dan pelecehan terhadap nabi dan rosul umat islam terlebih kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad s.a.w, berdasarkan pemikiran dan data yang mereka punya.
Yang menjadi kegelisahan dan kekhawatiran saya:
pertama, begitu banyak website atau blog islami yang berdakwah untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid’ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih tetapi itu hanya pembedahan dalam diri umat islam sedangkan dari luar sana begitu gencarnya musuh-musuh Allah menebarkan kebencian.
kedua, musuh-musuh islam akan tertawa dan bertepuk tangan melihat kita terhina tanpa adanya tindakan atau sanggahan untuk menagkis serangan orang-orang murtad seperti mereka. Ini akan digunakan senjata oleh musuh-musuh islam untuk menyerang umat islam.
ketiga, hal ini akan menggoyahkan aqidah saudara-saudara kita umat islam dan bahkan yang telah menyatakan masuk kepada islam akan kembali murtad.
keempat, Atau memang agama islam seperti yang keluar dari mulut mereka.
Demikian agar menjadi renungan kaum muslimin dan Semoga Allah menjadikan upaya kita sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih.
Jazaakumullahu khairan
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Dalam buku sifat sholat nabi karya Syaikh Albani disebutkan bahwa ketika sujud tumit rapat. Tapi saya pernah baca artikel juga bahwa haditsnya dhoif sehingga tidak perlu merapatkan tumit, mana yang lebih kuat?
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan, apakah benar diantara sunah berdo’a yang makbul adalah hari rabu waktunya setelah shalat dzuhur hingga shalat ‘ashar, kalau benar ada sunnahnya mohon kaifiat, cara pengerjaannya, bolehkah shalat sunat tatawu’/shalat sunat mutlak dulu 2 roka’at, baru berdo’a atau do’anya disujud terakhir walaupun agak lama sujudnya, atau ada cara lain. Mohon penjelasan. Syukron
Wa’alaikumussalaam warahmatullaah. Ana belum pernah dengar dalilnya, yg ana tahu adalah di hari Jum’at menjelang maghrib. Atau di hari Jum’at secara umum (tidak dijelaskan secara pasti oleh Nabi kapan waktunya). Adapun kaifiyat berdoa maka dengan menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, membaca hamdalah dan puji-pujian kepada Allah, lalu bershalawat atas nabi, baru memohon apa yg diinginkan, dengan menyebut asma Allah yg sesuai. Lalu menutupnya dengan hamdalah dan shalawat pula. Jika saat berdoa bukanlah saat yg terlarang untuk shalat (spt Ba’da Shalat Ashar hingga tenggelam matahari, dan ba’da shalat subuh hingga terbit), maka lebih baik jika doa tsb antum baca ketika sujud, atau setelah tasyahhud akhir sebelum salam. Silakan antum shalat tatawwu’ dua rokaat lalu banyak berdoa ketika sujud dan sebelum salam tadi, itu lebih mustajab daripada doa di luar shalat, sebagaimana yg disabdakan oleh Nabi dalam hadits yg shahih. wallaahu a’lam.
Syaikh Al Albani merojihkan riwayat Yahya bin Ayyub dlm Shahih Ibnu Khuzaimah yg merapatkan tumit… sedangkan Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah, menyatakan bahwa riwayat tsb Syaadz, sehingga merajihkan riwayat yg MERENGGANGKAN TUMIT, wallaahu a’lam bishshawab mana yg lebih rajih… masing-masing punya hujjah dalam menguatkan pendapatnya, hanya saja, ana pribadi kurang bisa menerima kesimpulan yg diberikan Syaikh Bakr Abu Zaid, yg menganjurkan agar kedua tumit dibentangkan jauh seperti ketika seseorang dlm posisi berdiri. Demikian kesimpulan beliau dalam kitabnya: “Laa jadiida fii Ahkaamis Shalaah”. Menurut ana, kalaupun riwayat Yahya bin Ayyub dianggap syaadz (nyeleneh dari riwayat perawi-perawi lainnya), maka paling tidak ada riwayat-riwayat lain yang menguatkan bahwa posisi kedua tumit Nabi ketika sujud adalah berdekatan, tidak berjauhan spt yg dirajihkan oleh Syaikh Bakr.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon ma’af ana sering mohon pencerahan ( bertanya ) karena ana ingin setiap apa yg ana lakukan dalam beribadah itu ada sandarannya yaitu Sunah Rasulullah. Ana sering Adzan dimasjid namun sebaiknya melagukan/iramanya datar atau boleh mengalun supaya indah dan enak didengar. Bagaimana yg sesuai sunahnya dan tidak salah tajwidnya. Mohon pencerahan. Syukron
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Bagaimana hukumnya membeli barang yang samar (ada orang yang menuduh itu barang curian karena harganya di bawah harga pasaran), apakah diperbolehkan karena ketidaktahuan kita?
Jazaakalloohu khoiron
ustadz..afwan ana igin bertanya mudah2an usadz bisa memberikan jawabannya..ana seorang PNS (seorang perawat di RSu Pemerintah)..di RSU tersebut mempunyai koperasi karyawan yang setiap karyawan RSU diwajibkan membayar 50 rb/bln,..koperasi itu menjalankan beberapa usahanya diantara jual makanan..kredit sepeda/mtr dll,.dan juga ada peminjaman..dimana peminjaman dg cara apabila ada anggota yang ingin meminjam diharuskan dikembalikan dengan waktu bulanan atau tahunan….pinjaman ini tidak dilebihkan hanya aja pada waktu uang pinjaman diberikan kepada peminjam koperasi memotong sekian persen..katanya utk pembelian ATK (alat tulis kantor) dan juga menggaji pegawai koperasi dan juga sebagian uang yang dipotong tersebut jg akan dikembalikan sebagiannya kepada anggota yang meminjam pada waktu akhir tahun..(setiap anggota mendapatkan uang akhir tahun banyaknya tergantung banyaknya juga ia meminjam uang)…bagaimana dengan pemotongan ini ustadz apakah termasuk riba..?? jazakallah ustadz atas jawabannya..semoga Alloh menjaga antum..
(oh iya ustadz kakak ipar ana juga mengurusi uang pemerintah yang dipinjamkan kemasyarakat hampir sama dengan sistim diatas yaitu waktu uang diberikan kepada peminjam dipotong sekian persen utk pembelian ATK dan juga mnggaji pengerusnya,..sedangkan pengembalian uangnya tetap yang dicicil sekian bulan..)
Wa’alaikumussalaam. Adzan yang disunnahkan adalah yg dilantunkan dengan suara lantang, jelas, dan tidak dilagukan (suara bergelombang) spt layaknya mesjid2 di Indonesia, tapi cukup dengan intonasi yg wajar dan fasih dalam mengucapkan makhraj huruf serta panjang pendek dan harakatnya. (tanya aja sm orang yg fasih berbahasa Arab).
Tinggalkanlah apa yg meragukan.
Wa’alaikumussalaam. Iya, itu termasuk riba… sebab akhirnya kita diharuskan mengembalikan lebih banyak dari pd yg kita ambi. Apapun dalihnya, itu tetap riba yg haram walaupun sedikit jumlahnya. dan dosa yg ditanggung oleh penerima, pemberi, pencatat dan saksi-saksinya dalam transaksi ini adalah sama (HR. Muslim). Hati-hatilah dengan banyaknya trik-trik syaithan di zaman ini yg membungkus maksiat dgn bungkus yg indah.
Wa’alaikumussalaam. Iya, itu termasuk riba… sebab akhirnya kita diharuskan mengembalikan lebih banyak dari pd yg kita ambil. Apapun dalihnya, itu tetap riba yg haram walaupun sedikit jumlahnya. dan dosa yg ditanggung oleh penerima, pemberi, pencatat dan saksi-saksinya dalam transaksi ini adalah sama (HR. Muslim). Hati-hatilah dengan banyaknya trik-trik syaithan di zaman ini yg membungkus maksiat dgn bungkus yg indah.
jazakalloh khoiron atas jawabannya ustadz..
Bismillah wal hamdulillah,
Bagaimana hukumnya seorang muadzin sekaligus melakukan iqamat dilanjut dengan merangkap menjadi imam, apakah ini syah?
Jaazakallahu khairan katsira atas jawabannya & semoga Allah menjaga ustadz selalu, amin
Iya, hal itu sah-sah saja.
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh
Ustadz, ana mau tanya apakah antum mengenal sosok ustadz Farid Okbah, Lc ? Kalau boleh tahu bagaimana dengan manhaj beliau ? Jazaakalohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh. Ya, ana kenal dengan beliau sejak tahun 1997 meski relatif jarang ketemu. Terakhir ketemu sekitar 3 tahun lalu. Ala kulli haal, secara umum beliau bermanhaj salaf, bahkan ana pertama kali mengenal manhaj salaf justru dari beliau, yaitu dalam sebuah seminar sehari th 1997.
saya seorang dokter, di tawari perusahaan asuransi kesehatan, dengan sistem seperti ini: perusahaan itu menarik sejumlah uang kepada orang orang peserta asuransi itu tiap bulan , kemudian sebagian dari uang itu diserahkan setiap bulannya kepada dokter untuk biaya pemeriksaan dan penanganan orang orang yang menjadi peserta asuransi itu, baik peserta asuransi itu datang berobat atau tidak, ataupun jika peserta itu sering berobat,pokonya sudah sejumlah itu. kalau dilihat dari biaya berobat secara konvensional, di mana datang berobat terus bayar, maka jumlahnya sangat kecil, tetapi belum tentu semua paserta datang berobat. jadi makin sedikit pasien yang berobat maka untung dokter semakin besar, tetapi semakin banyak peserta yang berobat maka makin kecil keuntungan dokter bahkan bisa rugi. uangnya dibayarkan tiap awal bulan. apakah sistem seperti ini diperbolehkan dalam islam? katanya sistem ini berjalan baik di eropa dan isu nya akan diberlakukan di indonesia., dan katanya sistem seperti ini dapat menekan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh negara dan bangsa.
semua jenis asuransi dibangun atas dasar ‘mengundi nasib’ alias untung-untungan alias judi. Termasuk apa yg dinamakan askes, jasa raharja, dll. Kalau seseorang harus membayar premi setiap tahun/bulan lalu dia tidak berobat, maka pihak asuransi telah memakan uang orang tsb secara batil. Tapi sebaliknya, kalau ybs tiba-tiba kecelakaan dan harus menjalani operasi besar yg biayanya = jumlah premi selama 10 tahun, padahal dia baru ikut serta tahun itu; maka atas dasar apa dia mendapat uang sedemikian banyak? Berarti dia bayar 1000 lalu mendapat senilai 10 juta, ini sangat mirip dengan prinsip riba.
Namun bila seseorang dipaksa untuk mengikuti sistem yg berlaku (umpamanya karena negara yg mewajibkan setiap pemilik SIM untuk membayar jasa raharja, atau setiap pekerja untuk membayar askes, dsb); maka yg berdosa adalah pihak asuransinya; dan jika suatu ketika terjadi hal-hal yg tidak diinginkan (kecelakaan, dsb) lalu ybs membutuhkan uang, maka ia hanya berhak mendapatkan pembayaran dari pihak asuransi dalam jumlah yg setara dengan premi yg telah dibayarkannya selama ini. Misal: Premi tiap tahun adalah 1 juta, sedangkan ia telah membayar selama 10 tahun; maka jika terjadi kecelakaan ia hanya berhak menerima 10 juta, tidak lebih dari itu. Walaupun kerugiannya mencapai sepuluh kali lipat, atau pihak asuransi membayarnya 100 juta, maka yg boleh diambilnya secara syar’i hanya sebesar yg telah dibayarkannya selama ini. Demikian secara ringkas, wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh…..
Saya mau bertanya tentang pembagian warisan: ke 2 orang tua saya sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu…dengan meninggalkan warisan berupa 1 buah rumah dan 2 buah ruko…tadinya kami, anak anaknya berniat tidak akan mengotak atik peninggalan tersebut apalagi menjualnya…karena banyak kenangan kami bersama ke 2 orang tua kami dan semua anaknya setuju demikian…tetapi karena berbagai alasan,dengan sangat terpaksa harus menjualnya untuk kami bagi sebagai warisan agar tidak ada perselisihan di kemudian hari…kami mohon untuk dijelaskan pembagian hak waris kami dengan benar menurut syar’i dengan data sebagai berikut :
1. Ayah kami anak ke 2 dari 3 bersaudara sudah meninggal dunia ( ibu & bapaknya sudah meninggal dunia juga,2 saudaranya juga sudah meninggal dunia) , ibu kami anak ke 2 dari 2 bersaudara juga sudah meninggal dunia( Ibu & bapaknya…sudah meninggal dunia juga,1 saudaranya pun telah meninggal dunia )
2. Kami 8 bersaudara(2 laki laki,6 perempuan )
3.Bolehkah bekerja di sebuah perusahaan MLM? sebagai tenaga administrasi?….
Saya mohon penjelasannya.Jazaakalohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Jawabannya: 1- Dalam kasus ini, ahli warisnya adalah kalian yg 8 bersaudara itu; dan pembagiannya adalah: bagi setiap laki2 dua bagian, dan setiap wanita 1 bagian. Misal: Jika nilai jual semua harta warisan adalah 100 Juta. Maka tiap anak laki-laki mendapat 20 juta, dan tiap anak perempuan mendapat 10 juta.
2- Pada umumnya, perusahaan MLM biasanya menerapkan beberapa sistem yang tidak syar’i dalam mu’amalahnya. Oleh karena itu, untuk menghindari terjerumus dalam syubhat; dan mengamalkan firman Allah yg artinya: “Tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan; dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan” (Al Maidah: 2); maka jangan bekerja di sana.
Wallaahu a’lam bishshawaab.
assalamu’alaikum ustadz,
saya ingin menanyakan tentang tragedi terbunuh nya ustman bin affan Radiyallhu’anhu
apakah sikap utsman yang tidak ingin dibantu oleh para shahabat dalam menghadapi para pemberontak demi menjaga tidak terjadinya pertumpahan darah yang lebih besar. merupakan bentuk kekhususan bagi beliau?
artinya apa boleh diikuti oleh pemimpin muslim di masa sekarang?
Alaikumussalaam. Sikap beliau adalah hasil ijtihad beliau yang insya Allah tepat dan bisa dikategorikan sebagai ‘sunnah’-nya Utsman yg merupakan salah satu dari khulafa’ur Rasyidin. Tapi ada satu hal yg perlu dikoreksi dari pertanyaan antum, yaitu: “Tidak mau dibantu oleh para sahabat dalam menghadapi pemberontak”… yg harus difahami ialah bukan berarti menghadapi pemberontak adalah sesuatu yg tidak syar’i, tapi kondisi beliau saat itu memang telah dikepung oleh para pemberontak, jadi bisa dikatakan tidak memungkinkan untuk melawan. Namun jika para pemberontak tsb adalah ‘Kaum Khawarij’, maka pemerintah dan rakyat wajib berjihad memerangi mereka sesuai kemampuan; bukan mendiamkan mereka… inilah yg kemudian dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dalam perang Nahawind; kemudian dilanjutkan oleh para Khulafa’ Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah selama beberapa abad kemudian… dan banyak para ulama yg ikut berjihad melawan mereka, karena memang jihad melawan mereka adalah amalan yg sangat-sangat mulia. Jika demikian halnya, maka yg masyru’ adalah pemerintah bahu-membahu dengan masyarakat untuk memerangi mereka.
assalaamu’alaikum,
ustadz saya ingin menanyakan siapakah sebenarnya dzulqornain yang disebutkan dalam al quran, apakah seorang Nabi atau hanya hamba yang sholih?
Wallaahu a’lam. apa pun jawabannya tidak ada pengaruhnya bagi amal kita. (ilmu akan hal-hal seperti ini tidak membuahkan amalan, jadi tidak ada manfaatnya untuk dipelajari).
Assalamu’alaykum wa rahmatullahi wa baarakatuh ya ustadz,
pertanyaannya: Apa makna “Ikhlas secara hakiki” karena ada ikhtilaf dari sebagian ulama tentang definisi ikhlas yang diiringi dengan keinginan duniawi, misalnya kita sholat tahajud dengan tujuan agar bisa lulus ujian sekolah selain juga ada keinginan akherat, apakah ini bisa dikatakan arti Ikhlas dan Tawassul dengan amal shalih.
Jaazakallahu Khair atas respon & jawabannya
Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh…
Ustadz mau nanya..saya ingin buka usaha GAME ONLINE (Game center / game net)..,atau WARNET
Saya ingin mendapatkan rizki yang halal.. apakah bisnis tersebut penghasilannya halal menurut syariat ??
Saya takut sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal..
Mohon jawabannya ustadz..
Jazakallahu khoiron
[…] […]
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Niat membuka usaha Game Online/Game Center lupakan saja, sebab itu sama dengan memfasilitasi kaum muslimin untuk membuang waktunya secara sia-sia. Apalagi jika mengingat bahwa game2 yg ada adalah produk orang kafir yg pasti membawa kebudayaan mereka untuk ditularkan kepada para penggunanya.
Adapun membuka WARNET, maka pada dasarnya boleh-boleh saja selama tidak menjadi sarana maksiat. Artinya, antum sebaiknya perhatikan dulu konsumen antum. Kalau rata-rata penggunanya adalah muslim yg baik agamanya, maka insya Allah tidak mengapa (seperti Warnet untuk para santri misalnya). Tapi kalau untuk masyarakat umum yg tidak taat beragama, maka antum harus menggunakan filter dan menetapkan sejumlah aturan ketat agar tidak disalah gunakan untuk pornografi dan semisalnya. Intinya, usahakan semaksimal mungkin agar Warnet tsb tidak menjadi ajang maksiat. Termasuk menjadi tempat pacaran dan semisalnya. Kalau antum sudah menentukan sejumlah aturan dalam rangka meminimalisasi penyalahgunaan Warnet dan memantau semampunya, maka insya Allah rezeki yg antum dapatkan adalah rezeki halal.
Mungkin memang susah untuk menerapkan itu semua, mengingat Warnet sangat potensial untuk menjadi tempat maksiat (pornografi). Jadi konsekuensinya harus dengan pengawasan ketat. Wallaahu a’lam.
assalamu’alaikum ustadz..
saya ingin menanyakan tentang batasan aurat bagi laki-laki berkenaan tentang maraknya permainan sepakbola
apakah lutut itu termasuk aurat?
bagaimana hukum permainan sepakbola itu menurut ulama?
assalamu’alaikum ustadz…
saya ingin menanyakan tentang batasan aurat bagi kaum laki2 berkaitan dengan maraknya permainan sepakbola terutama di negara2 muslim..
apakah lutut itu termasuk aurat?
dan bagaimana ulama menghukumi permainan sepakbola?
assalamu’alaikumwarohmatullohi wabarokatuh
ustadz, saya ingin menanyakan ttg batasan aurat bagi pria, berkaitan dengan maraknya permainan sepakbola di negeri-negeri muslim
apakah lutut termasuk aurat?
dan bagaimana pandangan ulama terhadap permainan sepakbola?
terimakasih atas penjelasannya
afwan banyak2 nulisnya saya pikir tidak keterima…
Dalam hadits disebutkan bahwa aurat laki-laki adalah dari pusar hingga lutut, jadi baik pusar maupun lutut termasuk aurat yg harus ditutupi. Berangkat dari sini, celana yg dipakai pemain bola adalah celana yg tidak syar’i karena masih menampakan lutut bahkan sebagian dari paha.
Permainan sepak bola kalau dilakukan dengan niat olah raga, maka hukumnya berkisar antara mubah dan mustahab (dianjurkan). Kalau sekedar main-main maka mubah, namun kalau diniati menjaga kesehatan maka mustahab (dapat pahala), selama tidak melalaikan seseorang dari kewajibannya atau dari yang lebih penting darinya. Namun kalau sudah ke arena piala dunia, dan pertandingan2 lainnya. Hkmnya menurut sebagaian ulama, diantaranya Syaikh DR. Yusuf Al Ahmad, adalah haram, karena menciptakan permusuhan antara kaum muslimin. Masing-masing negara menjadi fanatik kepada tim negaranya dan membenci tim lawannya, padahal boleh jadi keduanya sama-sama muslim. Dan boleh jadi di antara tim negara yg dibelanya terdapat orang-orang fasik,kafir, dsb yg semestinya dibenci. Lagi pula, pertandingan spt piala dunia tidak ada faedahnya sama sekali bagi umat Islam. kalau Inggris, Prancis, Jerman, Argentina, dll yg menang; emangnya umat islam dapet untung apa? Bahkan sangat mungkin hal ini merupakan agenda Yahudi untuk memalingkan perhatian dan enersi kaum muslimin dari hal-hal yg jauh lebih penting dari itu… buktinya, Tim Israel (Yahudi) ga demen sama sekali untuk bertanding di Piala dunia maupun pertandingan lainnya… Mengapa begitu? karena tidak ada manfaatnya buat mereka.
Assalamu’alaikum
Ustadz Apa Kabarnya?
Ana mau bertanya apakah imam-muhajir-ahmad-bin-isa-ra dan sayyid-muhammad-bin-alwi-al-maliky adalah imam Ahlussunnah…
Dan apakah buku dari sayyid-muhammad-bin-alwi-al-maliky yang berjudul Mafahim allati Yajibu an-Tushahhah ( Paham-paham yang wajib diluruskan )wajib diikuti…
Wa’alaikumussalaam, alhamdulillah, ana sehat dan baik-baik saja. semoga Antum juga demikian.
Tentang Ahmad bin Isa Al Muhajir tidak banyak yang ana ketahui. Namun menurut Sayyid Abdurrahman bin Ubeidillah As Saqqaf yg dijuluki Mufti dan Qadhi Hadramaut, dalam bukunya yg berjudul Idaamul Quut fi Dzikri Buldaani Hadramaut (hal 506), beliau mengatakan bahwa Kaum Alawiyyin (keturunan Ali bin Abi Thalib ra) di Hadramaut terbagi menjadi tiga periode. Periode pertama adalah mulai dari tibanya Ahmad bin Isa al Muhajir (cikal bakal kaum Alawiyyin di Hadramaut. Dijuluki Al Muhajir krn beliau hijrah dari Irak ke Hadramaut) hingga zamannya Al Faqih Al Muqaddam (w. 563 H). Periode ini -menurut As Saqqaf- masih berpakaian dan berpenampilan seperti para sahabat, serta memanggul senjata. Adapun Al Faqih Al Muqaddam (Periode kedua), maka dialah yg pertama kali meletakkan senjata dan mengikuti tarekat sufi… dst.
Jadi, insya Allah nenek moyang para haba-ib di Hadramaut, yang bernama Ahmad bin Isa Al Muhajir tsb masih berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah, meskipun belum layak dijuluki ‘Imam Ahlussunnah’, sebab julukan ini diberikan kepada orang yang benar-benar alim dan membela manhaj Ahlussunnah… dan saya sendiri belum mendapatkan informasi yg lengkap ttg jadi diri beliau, sehingga belum berani menjuluki beliau dengan gelar ‘imam’ tsb. Wallaahu a’lam.
Adapun Muhammad bin Alawi al Maliki yg nulis buku tsb, maka SAMA SEKALI BUKAN IMAM AHLUSSUNNAH, bahkan lebih tepat dijuluki IMAM AHLI BID’AH. Buku tsb sarat dengan penyimpangan dalam masalah akidah, dan berbagai kesalahan dalam ilmu hadits (banyak meriwayatkan hadits dha’if dan palsu), tafsir, fiqih dll. Alhamdulillah, buku tsb telah dibantah tuntas oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Aalusy Syaikh sejak lebih dari 20 tahun silam. Saya punya bukunya.
Kesimpulannya, justru pemahaman Muh Alawi Al Maliki-lah yg wajib diluruskan, karena segudang kesalahan yg terdapat di dalamnya.
Assalamu’alaikum
Dalam hadits yang artinya “Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah)
Bolehkah kita memperlama sujud terakhir ketika shalat,
Wa’alaikumussalaam. Boleh, karena konsekuensinya kalau ingin banyak doa maka sujudnya lebih lama. tapi kalau shalat berjama’ah sebagai ma’mum maka tetap harus mengikuti imam. jika imam sdh bangun dari sujud maka segeralah mengikutinya. Demikian pula jika Antum menjadi imam rawatib, maka jangan sujud terlalu lama, sebab Nabi memerintahkan kita bila menjadi Imam agar memperingan shalat, sebagaimana dlm hadits Muttafaq ‘alaih. jadi ketika shalat sendirian saja.
Assalaamu’alaykum
Ustadz, ada yang ga ana ngerti.
1. Ana ingin tanya: Jika negara A [negara mayoritas muslim] dan negara B [negara kafir] yang zhalim [suka menyerang negara2 mayoritas berpenduduk muslim yang lain selain negara A] dan tidak ada perjanjian damai [antara negara A dan negara B] maka apakah boleh bagi sekelompok orang di negara A diam2 -tanpa pengumuman perang- menyerang tempat2 tertentu di negara B dan dengan sengaja menewaskan warga SIPIL nya. Apakah hal ini dilarang? Jika dilarang, apa alasannya?
2. Bagaimana jika yang diserang hanya MILITERnya saja [misal: Pangkalan militer, dll] dan Pusat2 kekuatan ekonomi [misal: kilang minyak, dll] negara B saja -walaupun didalamnya terdapat warga sipil-? Apakah ini dibolehkan dalam islam jika kondisinya seperti yang ana sebutkan diatas -yakni tidak ada perjanjian damai-? Apakah ini dilarang? Jika ya, apa alasannya?
3. Dalam kondisi perang bolehkah kita membunh warga sipil? Warga sipil yang ana maksud adalah laki2 MUDA-baligh [bukan yang udah tua] yang diduga kuat tidak ikut berperang? Jika dilarang, apa alasannya?
4. Ana ingin baca buku [kalau bisa yang bahasa Arab saja] yang khusus ditulis oleh kalangan Ahlussunnah untuk membantah Organisasi Al-Qaedah beserta pemikiran2 di organisasi tersebut. Buku apa yang antum rekomendasikan dalam hal ini?
Sekian. Terima kasih…
Syukron Jazakallahu atas jawabannya
Wa’alaikumussalaam.
Perlu diketahui, bahwa jika penyerangan tsb dengan dalih ‘jihad’, maka kita harus tahu bahwa ‘jihad’ adalah ibadah, dan setiap ibadah tidak akan menjadi syar’i kecuali setelah terpenuhi syarat-syaratnya, termasuk jihad. Tapi kalau tidak dengan alasan ‘jihad’, maka itu adalah kezhaliman dan tindak aniaya terhadap pihak yang tidak bersalah.
Tentunya mereka melakukan dalam rangka ‘jihad’, karenanya, ana ingin mengoreksi pemahaman keliru tentang jihad yg banyak beredar akhir-akhir ini. Perlu kita ketahui bahwa jihad adalah wasilah, bukan ghaayah. Jihad disyariatkan bukan untuk menghapus kekafiran, membunuh orang kafir, merugikan mereka… bukan. Jihad tujuannya ialah mempertahankan eksistensi Islam dan kaum muslimin, menghapus kemusyrikan, memurnikan tauhid, dan meninggikan kalimat Allah. Buktinya, jika Ahlul Kitab bersedia membayar jizyah dan tunduk kpd kaum muslimin, maka mereka tidak boleh diperangi, berarti tujuan jihad bukanlah menghapus segala bentuk kekafiran, namun sekedar merendahkan kekafiran dan orang kafir, serta meninggikan agama Allah (lihat: At Taubah: 29). Dalam ayat ini, Allah mengatakan: (قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الآخر… حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون) “Perangilah orang-orang yg tidak beriman kepada Allah dan hari akhir….. sehingga mereka membayar jizyah dalam keadaan terhina”. Dalam bahasa Arab, kata ‘Hatta’ menunjukkan target (ghaayah), maka apa yg disebut setelah kata ‘hatta’ adalah target dari apa yg disebut sebelumnya. Jadi jelas sekali bahwa jihad adalah sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Dari sini, jika jihad tidak bisa mewujudkan tujuan syar’i yg dikehendaki, maka jihad tidak disyariatkan. Contohnya ketika syarat-syarat jihad belum terpenuhi. Karena itu, ketika berada di Mekkah, meskipun Rasulullah menyaksikan berbagai tindak aniaya yg menimpa sahabatnya (dibunuhnya Yasir, Sumayyah, disiksanya Bilal, Khabbab, dll), namun beliau tetap bersabar dan tidak menyerang kaum musyrikin. Ini bukanlah sikap pengecut, namun sikap yg sangat bijak. Mengapa? sebab bila beliau memerintahkan jihad thd mereka, pastilah kaum muslimin akan ditumpas karena jumlah dan kekuatan mereka jauh lebih kecil dibanding musuhnya. Jadi, demi menolak madharat yg lebih besar, beliau membiarkan madharat kecil berupa terbunuh dan tersiksanya sebagian sahabat beliau.
Kita juga tahu bahwa jihad harus didahului dengan i’dad (persiapan) kekuatan. Dan Allah menyifati kekuatan tsb dengan kata-kata: “Yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian”. Artinya, kekuatan tsb adalah yg setara dengan kekuatan musuh, atau mendekatinya… kalau jauh di bawah kekuatan musuh, maka musuh tidak akan gentar. Bukankah begitu logikanya? Nah, sekarang antum bisa lihat sejauh mana kekuatan kaum muslimin dibanding orang-orang kafir… senjata, amunisi, pesawat tempur, tank, kapal selam, kapal perang, helikopter, dan rudal yang mereka miliki jauh lebih canggih dan mematikan daripada yg dimiliki kaum muslimin. Dan kita lihat sendiri bahwa peperangan yg terjadi antara negara kafir dengan negara yg mayoritas muslim (Afghanistan, Irak, Chechnya, Palestina, Bosnia, dll) selalu berujung dengan jatuhnya korban jiwa yg sangat besar di pihak kaum muslimin. Negeri mereka porak poranda, perekonomian mereka hancur total, dst… sedangkan negara kafir yg menyerangnya masih kuat. Lantas apakah tujuan jihad yg berhasil diwujudkan?? Menurut ana, yg rugi dengan invasi AS ke Irak dan Afghanistan adalah kaum muslimin… sebab darah mereka yg tertumpahkan baik sipil maupun militer jauh lebih banyak daripada darah orang kafir yg tertumpahkan, belum lagi kerugian material lainnya dan kekacauan yg timbul setelahnya…
Jadi, bolehnya menyerang orang kafir tidak terbatas karena tidak adanya perjanjian damai antara penyerang dgn yg diserang, namun harus memperhatikan maslahat dan mafsadat yg timbul karenanya. Sebab inti dari ajaran Islam ialah mendatangkan dan memperbanyak maslahat, serta mengurangi dan menghapuskan mafsadat. Menewaskan warga sipil meskipun kafir bukanlah tindakan terpuji… itu justru memperjelek citra Islam dan mengundang bencana kepada negara asal para penyerang tsb… Cobalah kita renungkan tragedi WTC (yg sangat dibanggakan oleh Usamah bin Laden sbg perang yg penuh berkah, dan ini ana simak langsung dlm wawancara Al Jazirah dengannya). Kalau memang itu kerjaan mereka (Al Qaedah) maka alangkah bodoh dan tololnya mereka… dan sungguh sialnya ‘perang’ tsb. Coban bayangkan: Dua gedung dihancurkan… sebagai gantinya, dua negara diporak-porandakan (Irak & Afghanistan). Sekitar 3000 warga sipil kafir mati, dan sebagai gantinya ratusan ribu kaum muslimin harus mati sia-sia. Apa faedahnya?
Tapi kalau itu bukan kerjaan mereka (Al Qaedah) berarti mereka adalah pembual besar yg bualannya menjadi bencana bagi kaum muslimin… dan ini lebih parah lagi.
Jadi, mengingat kondisi umat yg masih sangat tidak siap untuk berjihad/memancing perang dgn orang kafir (lewat penyerangan2 tsb), maka jihad saat ini tidak disyariatkan. Kalau ada yg mengatakan: Bagaimana kalau kita diserang, masa kita tidak boleh melawan juga? Jawabannya, coba antum perhatikan hadits Nawwas bin Sam’an ra dlm shahih Muslim yg meriwayatkan dari Nabi ttg kondisi umat Islam dibawah pimpinan Nabi Isa dan Al Mahdi, menjelang munculnya Ya’juj dan Ma’juj. Ketika itu, Nabi Isa mengikuti syari’at Nabi Muhammad, dan ALlah mengatakan kepadanya:
صحيح مسلم (4/ 2250):
إني قد أخرجت عبادا لي لا يدان لأحد بقتالهم فحرز عبادي إلى الطور ويبعث الله يأجوج ومأجوج
Aku telah mengeluarkan sejumlah hamba-Ku (Ya’juj dan Ma’juj) yang tidak bisa dilawan oleh siapa pun, maka ungsikan hamba-hamba-Ku (kaum mukminin) ke Bukit Thur… alhadits (HR. Muslim no 2937). Dlm hadits ini, posisi Nabi Isa dan kaum muslimin adalah sebagai pihak yg diserang, namun karena mereka tidak punya kekuatan untuk menolak serangan tsb, maka Allah tidak memerintahkan mereka untuk melawan, namun memerintahkan mrk untuk lari mencari perlindungan semampunya.
Apalagi kalo posisinya spt yg antum tanyakan (sebagai penyerang), maka lebih tidak disyariatkan lagi… dan antum bisa lihat sendiri hasilnya? Apakah dengan penyerangan2 tsb mereka jadi lemah, atau justru semakin menancapkan kuku-kukunya kepada negara kaum muslimin lewat menekan para pemerintah agar ikut memerangi ‘terorisme’ yg notabene adalah umat islam yg ingin berpegang teguh dengan agamanya… Jadi, semua pertanyaan antum tadi (no 1-3) jawabannya adalah: Tidak Boleh. Alasan jawaban 1 dan 2 insya Allah sudah jelas, sdgkan alasan jawaban 3 adalah karena kekafiran bukanlah alasan bolehnya seseorang dibunuh. Sebab Nabi melarang para sahabat untuk membunuh wanita, anak-anak, orang tua, pendeta, dan mereka yg tidak terlibat dalam peperangan baik secara langsung (fisik) maupun tidak langsung (lewat pemikiran, dana, dsb). Itupun dalam kondisi jihad yg syar’i, lantas bagaimana kalau jihadnya saja belum syar’i??!
Adapun jawaban atas pertanyaan keempat antum bisa kunjungi situs ini: http://www.murajaat.com
antum bisa juga baca buku yg berjudul: Wajaadilhum billati hiya ahsan, bisa antum download di sini: http://www.saaid.net/ahdath/wj.htm
Dengarkan pula ceramah Syaikh Mamduh Al Harbi, judulnya: Waqafat ma’a tanzhimil Qa’idah wat Tafjierat. Antum bisa download di sini: http://www.al-sunna.net/audio/file.php?id=495
ada juga sejumlah artikel yg membantah syubhat-syubhat Takfiriyyin, tulisan Syaikhuna Abdul Aziz Ar Rayyis, bisa antum download di situs resmi beliau: http://islamancient.com/books,item,39.html
Baca juga buku beliau yg berjudul: Muhimmaatun fil jihaad di sini: http://islamancient.com/books,item,50.html
Dan yg ini adalah bantahan thd statemen Usamah bin Laden, lengkap dgn bukti2 otentiknya: http://islamancient.com/books,item,22.html
Itu dulu… kalau sudah dicerna semua, nanti ana kasih yg lain 🙂
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ustadz saya mencari di internet tentang cara jama’ah ber 2 (MAKMUM + IMAM), tapi di internet itu ada 2. Yg pertama disamping imam dan kedua aagak ke belakang. Kalau saya sih setuju di samping Imam, ini sudah saya tanyakan pada teman2 dan Ustadz Aris Munandar. Tapi setiap saya sholat jama’ah cuman ber-2, bapak-bapak yang mau jadi imam kadang ngeyel dan bilang bahwa shofnya agak ke belakang, padahl jika agak ke belakang shaf akan putus. Siapakah yg salah ustadz? jika saya salah sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika saya benar bagaimana saya bisa menyanggah perkataan bapak-bapak itu yang ngeyel jika dibilangi shafnya itu bersampingan?
Syukron, jazakallah khoir
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh. Memang ada dua, mayoritas ulama mengatakan cukup berdiri di samping kanan imam sebagaimana dalam hadits Anas, Jabir, dan Ibnu Abbas yg semuanya diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim. Sedangkan Imam Nawawi dalam Majmu’-nya mengatakan: Ulama kami (syafi’iyyah) menganjurkan agar si makmum agak mundur dikit (tidak persis sejajar dengan imam). Akan tetapi hal ini tidak ada dalilnya selain hanya pendapat ulama saja. Oleh karena itu, tetap yg lebih rajih ialah berada sejajar dengan imam di sebelah kanannya jika hanya berdua, sesuai dengan dhahir hadits. Pun demikian, masalah ini hendaknya jangan terlalu dianggap besar sehingga mengganggu kekhusyu’an shalat antum. kalau bapak tsb ngeyel ya sudah, barang kali dia mantapnya kalau mundur dikit dan kalau ga’ mundur malah shalatnya ga’ khusyu’ bagi dia, ya sudah biarkan saja… Antum tidak dosa dalam hal ini.
NB: Jangan mengatakan aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya, cukup kepada Allah saja karena Rasulullah telah wafat. Allah juga tidak menyuruh kita untuk bertaubat kepada Rasul-Nya, tapi mengatakan: (وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم تفلحون) “Wahai sekalian kaum mukminin, bertaubatlah kalian seluruhnya KEPADA ALLAH agar kalian beruntung (an Nur: 31).
Sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah. 🙂 maaf atas kebodohan saya ustadz. ‘Afwan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh..
Ustadz saya mohon bantuannya..
ini ada pendapat spt ini dengan rujukannya, ” “Ali berhak atas umat ini, seperti hak ayah atas anaknya.”
Muslim, 2 / 361, Al-Tirmidzi, 2 / 299, Al-Hakim, 3 / 130 ; Ahmad Musnad, 3 / 198, Al-Nisa’i, 7; Asadul-Ghaba, 3 / 40.
Banyak riwayat yg menyetarakan bahwa dengan mencintai Imam Ali as berarti mencintai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Benarkah ini ustadz mohon pencerahannya..
ada seorang yang bertanya nitip ini ditanyakan dr kitab2 sunni,..
“Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barangsiapa menolaknya maka ia KAFIR”
Ibn Al-Maghazali, 129; Yanabiul Mawadah, 233; …Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 5/37; Al-Khawarizmi, 235
“Ali adalah Shadiqul Akbar (orang yg paling benar)”
Al-Bayhaqi, 4/35; Kanzul Umal, 7/176; Al-Jami’ olh Al-Suyuti, 2/276; Ibn Al-Maghazali, 93.
“Ali adalah Pembeda (AL FARUQ) antara Haq dan Bathil”
Mustadrak Al-Sahihain of Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/132; Musnad Ahmad, 1/331; Yanabiul Mawadah, 92.
“Pembawa bendera ku di dunia dan akhirat adalah Ali.”
Kanzul Umal, 6/122; Al-Tabari, 2/201; Al-Khawarizmi, 250; Al-Fadha’il olh Ahmad, 253; Ibn Al-Maghazali, 42/200.
“Tuhan-ku telah memerintahkan aku ,menutup semua pinti kecuali pintu Ali.”
Al-Khasa’is of Al-Nisa’i, 13; Mustadrak Al-Sahihain of Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/125; Al-Tirmidzi, 13/173; Al-Bayhaqi, 7/65; Yanabiul Mawadah, 282; Musnad Ahmad, 4/369; Ibn Al-Maghazali, 245; Yanabiul Mawadah, 126
“Suara akan terdengar pada hari kiamat; “Wahai Muhammad, terpujilah atas ayahmu dan ibrahim dan saudaramu Ali’.”
Al-Fadha’il, Ahmad, 253; Ibn Al-Maghazali, 67; Al-Khawarizmi, 83; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/201.
“Setiap Nabi memiliki pelaksana dan pewaris, dan pelaksana dan pewarisku adalah Ali”
Kanzul Umal, 6/158; Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 11/173; Shawahidul Tanzil, 2/223; Yanabiul Al-Mawadah, 94
“Ya Allah, jangan kau matikan aku sampai Engkau tunjukkan wajah Ali kepadaku”
Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/201; Al-Fadha’il, Ahmad, 253; Ibn Al-Maghazali, 67; Akhtab Khawarizm, 83.
“Aku dan Ali diciptakan dari satu pohon yang sama”
Tirmidzi, 13/178; Ibn Al-Maghazali, 122; Asadul Ghaba, 4/26; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/216
“Paling berilmunya (‘a’lam) manusia setelahku, (yaitu) Ali.”
Manaqib Al-Imam Ali Ibn Abi TAlib (as), Ibn Al-Maghazali As-Syafi’i
“Hiasi (perindah) majlismu dengan menyebut nama Ali”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/109; Musnad Ahmad, 4/368, 5/419; Al-Khasa’is of Al-Nisa”I 9; Ibn Al-Maghazali, 16; Al-Manaqib, Akhtab Khawarizm, 94; Tarikh Baghdad of Al-Khatib Al-Baghdadi, 8/290.
“Orang paling bijaksana dalam umatku adalah Ali”
Ibn Al-Maghazali, 70; Arjah Al-Matalib, 544.
“Aku adalah pemebri peringatan, dan pembimbing (penunjuk jalan) setelahku adalah Ali.”
Musnad Ahmad, 1/151; Al-Tirmidzi, 2/135; Al-Khasa’is , Al-Nisa’i, 20; Kanzul Umal, 1/247; Ibn Al-Maghazali, 222.
“Pembebas dari api neraka melalui kecintaan kepada Ali”
Mustadrak Al-Sahihain of Al-Hakim Al-Naisaburi, 2/241; Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 6/851; Akhtab Khawarizm, 86; Ibn Al-Maghazali, 90.
“Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai Mawla (pemimpin), maka Ali adalah Mawla-nya”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/129; Kanzul Umal, 6/157; Al-Dilmi.
“Tidak ada orang yang sepadan dengan Fathimah jika Allah tidak menciptakan Ali”
Hilyatul Awliya’, 1/34; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/177; Ibn Al-Maghazali, 242; Al-Khawarizmi, 42; Yanabiul Mawadah, 112.
“Barangsiapa meyakini dan mempercayaiku, maka BERWILAYAH-lah kepada Ali”
Al-Jami’, Al-Suyuti, 1/230; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/168; Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 1/316; Ibn Al-Maghazali, 49; Yanabiul Mawadah, 266.
“Yang pertama mencapai Telaga Haud adalah yang pertama menerima islam; (yaitu) Ali”
Kanzul Umal, 6/154; Al-Tabarani, 5/32; Al-Riyadh Al-Nadhra, 1/165; Dhaka’ir Al-’Aqi, 65; Ibn Al-Maghazali, 230.
“Tidak ada yang dapat melewati Shirat kecuali dengan menerima Wilayah Ali”
Ibn Al-Maghazali, 15; Al-Isti’ab, 2/457.
“Orang yang paling sengsara dari awal sampai akhir adalah pembunuh Ali”
Mustadrak Al-Sahihain, Al-Hakim Al-Naisaburi, 3 / 141, Musnad Ahmad., 4 / 263, Al-Khasa’is dari 39 Al-Nisa’i; Al-Tabari, 2 / 408; Kanzul Umal, 5 / 58
“Ada sebuah pohon di surga yang disebut Thuba. “Pusat akarnya” terletak di rumah Ali, dan cabangnya adalah Ali”
Mustadrak Al-Sahihain Al-Hakim Al-Naisaburi, 3 / 109, Musnad Ahmad, 4 / 370, Al-Khasa’is dari. Al- Nisa’i, 25; Al-Tirmidzi, Al-Tabrani.
“Tanganku dan Tangan Ali adalah sama dalam Keadilan.”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/14; Al-Thabari, 2/272; Al-Tirmidzi, 2/299; Ibn Al-Maghazali.
“Ali adalah saudaraku di dunia dan akhirat”
Yanabiul Mawadah, 57 & 61; Ibn Al-Maghazali, 37
“Kedudukan Ali disisiku sebagaimana Harun disisi Musa”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/137; Ibn Al-Maghazali, 65, 104; Al-Tabarani; Hilyatul-Awliya’, 1/63; Akhtab Khawarizm, 229.
“Ali berhak atas umat ini, seperti hak ayah atas anaknya.”
Muslim, 2 / 361, Al-Tirmidzi, 2 / 299, Al-Hakim, 3 / 130 ; Ahmad Musnad, 3 / 198, Al-Nisa’i, 7; Asadul-Ghaba, 3 / 40.
“Tidak ada pedang kecuali Dzul Fiqar, dan tidak ada pemuda kecuali Ali”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 2/385; Sunan Al-Bayhaqi, 3/376; Ibn Al-Maghazali, 197; Al-Tabari, 2/514; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/190.
Rasulullah saw
bersabda : “Aku dan Ali berada
dalam satu cahaya empat belas
ribu tahun sebelum Adam
diciptakan. Pada saat Allah
…menciptakan Adam cahaya
tersebut ditempatkan pada tulang
sulbinya, dimana keduanya masih
bersatu dalam satu cahaya, hingga
terpisah pada Abdul muthalib
maka pada diriku tertanam cahaya
kenabian dan pada diri Ali
terdapat cahaya kekhalifahan”
Saya benar2 bingung ustdaz mohon pencerahan dari ustdaz..
Ghafarallaahu lanaa… (semoga Allah mengampuni kita semua).
90 % dari riwayat tersebut adalah batil, baik secara sanad maupun matan. Antum jgn bingung karena yg menukil menisbatkannya kepada kitab-kitab karya ulama Ahlussunnah tadi. Perlu antum ketahui bahwa semua kitab tadi (selain Shahih Muslim dan Mustadrak Al Hakim) adalah kitab yg ditulis untuk mengumpulkan ‘apa saja’ tanpa diseleksi (itupun kalau benar bhw semua hadits tadi ada dlm kitab-kitab tsb, karena ana ga’ punya waktu untuk mencari nash haditsnya dlm bahasa Arab, lalu menelitinya satu-persatu… kalau teksnya dlm bhs indo kan susah mengklarifikasinya?).
Jadi, adanya suatu hadits dlm salah satu kitab tsb tidak memiliki kelebihan apa pun, dan tidak berarti bahwa Ahlussunnah meyakini kebenarannya… SAMA SEKALI TIDAK. Adapun kitab Mustadrak Al Hakim, terkenal banyak memuat hadits-hadits yg lemah dan sangat lemah, bahkan banyak pula yg palsu (maudhu’). Menurut Imam Dzahabi, jumlahnya lebih dari seperempat total isi kitab. Lagi pula, Al Hakim terkenal sangat gampang menshahihkan hadits, dan kitab itu setelah beliau tulis belum sempat beliau koreksi lagi hingga selesai, karena beliau keburu wafat. karenanya, banyak pengesahan hadits beliau yg tidak diterima oleh para ulama setelahnya. Selain itu, beliau juga memiliki kecenderungan lebih kepada Ali bin Abi Thalib,yg oleh para ulama dikenal dgn istilah tasyayyu’. Meskipun tidak berat, kecenderungan ini tetap menjadi pertimbangan dalam menghukumi hadits-hadits yg diriwayatkannya. Kalau hadits tsb berkenaan dgn keutamaan Ali, maka para ulama tidak serta-merta menerimanya sampai ada ahli hadits lain (yg tidak berfaham tasyayyu’) yg meriwayatkan hadits serupa dari selain jalur Al Hakim….
kalau Antum ingin jawaban pasti akan hadits tsb satu-persatu, maka mohon sertakan nash Arabnya… ana tidak bisa menerima dlm bentuk terjemahan, karena sangat sulit diklarifikasi. Apa lagi ana tidak tahu siapa yg nerjemahkan… mungkin saja ia ngawur, atau salah faham, atau yg lainnya…
Tapi, berikut ini adalah derajat dari beberapa hadits ttg Ali dari yg antum tanyakan:
Pertama:
أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي
Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja, tidak ada nabi setelahku (HR. Muslim no 2404). Menurut Al Qadhi Iyadh, hadits ini hanya menunjukkan ttg keutamaan Ali, tidak ada sangkut pautnya dengan masalah khilafah, bahkan tidak menunjukkan bahwa Ali lebih afdhal dari sahabat lainnya atau seperti sahabat lainnya. Sebab Nabi mengatakan hal tsb kepadanya ketika mengangkatnya sebagai wakil beliau di Madinah saat beliau berangkat ke Tabuk. Hal ini menjadi lebih jelas dengan melihat titik persamaan antara Ali dan Nabi Harun AS, karena Harun tidak menjadi khalifah setelah wafatnya Musa AS, bahkan Nabi Harun AS telah wafat sekitar 40 tahun sebelum Nabi Musa wafat (lihat Syarh Nawawi atas Shahih Muslim).
Jadi, titik persamaannya ialah karena Ali yg paling dekat nasabnya kepada Nabi, sebagaimana kedekatan nasab Harun dgn Musa yg tak lain adalah saudaranya sendiri.
Kedua: hadits (من كنت مولاه فعلي مولاه) Barangsiapa yg menjadikanku sebagai maula-nya, maka Ali adalah maula-nya. Maknanya ialah siapa yg berwala’ (loyal, mencintai, membela, dst) kepada Nabi, maka dia harus juga bersikap seperti itu kepada Ali. Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah, dan Ini juga berlaku bagi setiap orang beriman, karena Allah berfirman (إنما وليكم الله ورسوله والذين آمنوا… الآية) Wali kalian (yakni pihak yg kalian harus berwala’ kepadanya) tak lain adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yg beriman… dst (Al Maidah: 55). Jadi, kita harus berwala’ kepada Allah, Rasul-Nya dan setiap orang beriman. Makin besar ketakwaan seseorang kepada Allah, maka wala’ yg kita berikan semakin besar pula. Demikian pula sebaliknya. Jadi, sama sekali tidak menunjukkan bhw ALi lebih afdhal dari Abu Bakr, Umar, dan Utsman.
ketiga: hadits ttg semua pintu ditutup kecuali pintu Ali, adalah hadits palsu rekayasa kaum rafidhah sebagaimana kata Ibnu Taimiyyah dlm Minhajus Sunnah. Padahal yg shahih ialah ketika Nabi sakit menjelang wafat, beliau menyuruh agar semua pintu menuju mesjid ditutup, kecuali pintunya Abu Bakar (ini dlm shahihain).
Adapun hadits-hadits berikut maka semuanya MAUDHU’ (palsu/bohong/dusta):
-“Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barangsiapa menolaknya maka ia KAFIR”
-“Ali adalah Shadiqul Akbar (orang yg paling benar)”
-“Ali adalah Pembeda (AL FARUQ) antara Haq dan Bathil”
-“Pembawa bendera ku di dunia dan akhirat adalah Ali.”
-“Pembebas dari api neraka melalui kecintaan kepada Ali”
-“Tidak ada yang dapat melewati Shirat kecuali dengan menerima Wilayah Ali”
-“Ada sebuah pohon di surga yang disebut Thuba. “Pusat akarnya” terletak di rumah Ali, dan cabangnya adalah Ali”
-“Tidak ada pedang kecuali Dzul Fiqar, dan tidak ada pemuda kecuali Ali”
-“Tanganku dan Tangan Ali adalah sama dalam Keadilan.”
-“Aku dan Ali berada dalam satu cahaya empat belas ribu tahun sebelum Adam diciptakan. Pada saat Allah menciptakan Adam cahaya tersebut ditempatkan pada tulang sulbinya, dimana keduanya masih bersatu dalam satu cahaya, hingga terpisah pada Abdul muthalib
maka pada diriku tertanam cahaya kenabian dan pada diri Ali terdapat cahaya kekhalifahan”
Mohon sertakan teks arabnya, karena saya tidak bisa mencari hadits dlm bahasa indonesia dari rujukan yg berbahasa Arab. Sekedar mencantumkan nomor jilid dan halaman sama sekali tidak cukup, karena cetakan kitab hadits beda-beda, dan saya tidak tahu cetakan yg mana itu?… saya juga tidak menemukannya dlm shahih muslim.
Ala kulli haal, ahlussunnah tidak pernah memusuhi Ali bin Abi Thalib maupun Ahlul Bait Rasulullah, bahkan merekalah sesungguhnya yang paling mencintai Ali dan Ahlul Bait Rasulullah, namun tidak bersikap ghuluw (ekstrim), dan tidak menempatkan mereka bukan pada tempatnya. Kalau kita mencintai Rasulullah, maka konsekuensinya ialah harus mencintai semua yg dicintai Rasulullah, yaitu para sahabat beliau, istri-istri beliau dan setiap ajaran (sunnah) beliau. Terkait dengan para sahabat, Ahlussunnah meyakini bhw keutamaan para sahabat tidaklah sama setiap orangnya, namun urutannya adalah:
1-Abu Bakar Ash Shiddiq,
2-Umar bin Khatthab,
3-Utsman bin ‘Affan, dan
4-Ali bin Abi Thalib,
lalu 6 orang yg tersisa dari sepuluh orang yg dijamin masuk Surga (Thalhah, Zubeir, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Sa’id bin Zaid).
lalu selain mereka dari kalangan Ahli Badar (yg ikut serta dlm perang badar) jumlah total mereka sekitar 314 orang.
lalu selain mereka dari kalangan Ahli Bai’atur Ridhwan (yg berbai’at di bawah pohon) yg jumlahnya sekitar 1400 orang.
lalu selain mereka dari kalangan Muhajirin, kemudian yg selain mereka dari kalangan Anshar, dan yang terakhir ialah yg selain dari mereka semua dari kalangan para sahabat yg belum disebutkan.
Ini urutan wala’ kita kepada para sahabat secara umum menurut Ahlussunnah wal Jama’ah.
ustadz mau menambahkan rasa keingintahuan saya, mengapa beberapa ulama sampai ada yang bersikap tasyayyu’, kepada ali bin abi thalib? padahal sahabat2 yang lain juga memiliki keutamaan?
Tasyayyu’ baru muncul setelah Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib menjabat khalifah dan terjadi konflik antara beliau dengan Mu’awiyah dkk yang tidak mau berbaiat sebelum para pembunuh Utsman diadili. Sehingga dengan demikian, terjadilah perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sebagian berpihak kepada Mu’awiyah, dan sebagian berpihak kepada Ali; dan Ahlusunnah meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan para pendukungnya lebih dekat kepada kebenaran daripada Mu’awiyah dan para pendukungnya. Sebab Nabi mengatakan bahwa kaum khawarij akan muncul ketika terjadi perpecahan di antara umat, dan mereka akan diperangi oleh pihak yg paling berhak (dlm riwayat lain: paling dekat) terhadap kebenaran (Muttafaq ‘alaih). Dan ternyata Ali lah yg memerangi mereka di Nahrawan.
Ala kulli haal, Jelas bahwa keutamaan Ali bin Abi Thalib di mata mayoritas kaum muslimin secara umum, dan Ahlussunnah secara khusus, adalah jauh di atas Mu’awiyah (radhiyallaahu ‘anhuma ajma’in), dan itu dari banyak sisi. Karenanya, wajar jika banyak para ulama yg bersikap tasyayyu’ (membela Ali). Apalagi jika mereka berasal dari Irak yg tak lain adalah pusat kekhalifahan Ali. Pun demikian, tasyayyu’ masih terbagi menjadi dua: ringan dan berat. Tasyayyu’ ringan artinya sekedar mengunggulkan Ali di atas Utsman, namun tetap menganggap Abu Bakar dan Umar lebih mulia darinya. Atau sikap mencintai Ali yg agak berlebihan dan membenci orang-orang yg memeranginya. Adapun tasyayyu’ yg berat ialah bila pengunggulan tsb disertai kritikan thd lawan-lawannya, seperti mengritik Utsman, Thalhah, Zubeir, Aisyah, Mu’awiyah, dan Amru bin Ash; karena mereka terlibat konflik dengan Ali. Sedangkan bila mengunggulkan Ali di atas Abu Bakar dan Umar, maka namanya bukan tasyayyu’ lagi, tapi Rafdh (orangnya disebut rafidhi). Dan bila disertai kritikan thd Abu Bakar dan Umar, maka inilah yg disebut ghuluw fir rafdh (rafidhi kelas berat). Para Ahli hadits pun mengklasifikasikan perawi2 yg diindikasikan syi’ah dlm keempat tingkatan tadi… jadi ada yg tasyayyu’ ringan, ada yg berat, ada yg rafidhi, dan ada yg rafidhi berat.
Jadi, yg kadang dianut oleh sebagian ulama salaf ialah tasyayyu’ yg ringan… seperti yg dialami oleh Al Hakim, dan alasannya karena beliau banyak meriwayatkan hadits-hadits yg sangat lemah/palsu ttg kemuliaan Ali, namun tidak meriwayatkan apa-apa ttg Mu’awiyah dan Amru bin Ash. ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab: Aku tidak sampai hati untuk melakukannya. Dan dalam kitab Al Mustadrak, beliau menyebutkan hadits-hadits ttg keutamaan Abu Bakar, Umar, dan Utsman terlebih dahulu, baru ttg keutamaan Ali. beliau juga menyebutkan hadits-hadits lainnya ttg keutamaan Thalhah, Zubeir, dan Aisyah. Jadi, tasyayyu’ beliau masih dianggap ringan dan tidak menodai akidah beliau. Demikian pula tasyayyu’ yg -konon- dinisbatkan kepada Imam Nasa’i, sebab beliau menyusun kitab yg berjudul: Khasa-isu Ali (keutamaan khusus Ali).
Jadi, tasyayyu’ mereka jauh berbeda dgn tasyayyu’ orang zaman ini, yang identik dengan rafdh. Wallahu a’lam.
Assalamua’laikum warohmatulloh wabarokatuh….
Barakallohu Fik..
Ustadz mau tanya, ana tinggal didekat mesjid…kira2 jaraknya 100 meter lebih dr rumah ana, mesjid itu menggunakan AC kalo gak salah 4 buah dan ruangannya ga terlalu besar, nah kalo sholat fajar itu..dingin sekali, pernah ana sampai menggigil…jadi waktu sholat tdk begitu fokus….apakh ana boleh sholat dirumah…(ana baru pindah dilingkungan tersebut sekitar 3 bulan)..Jazakallohu Khoir..
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh… Wa fiika baarakallaah.
Biarlah ibnu Mas’ud yang menjawab pertanyaan antum:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ تَعَالَى غَدًا مُسْلِمًا، فَلْيُحَافِظْ عَلَى هٰؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ، فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ سُنَنَ الْهُدَى، وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّيْ هٰذَا الْمُتَخَلِّفُ فِيْ بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ، وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بهِ، يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ. رواه مسلم
وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى؛ وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِيْ يُؤَذَّنُ فِيْهِ
“Barang siapa ingin berjumpa Allah kelak sebagai seorang muslim, hendaklah dia rutin melakukan shalat berjamaah setiap mendengar panggilan shalat. Allah mensyari’atkan hukum-hukum agama kepada Nabi kalian yang di antaranya adalah shalat berjamaah. Andaikata kalian mengerjakan shalat sendirian di rumah seperti yang dilakukan orang ini, maka sesungguhnya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Kalau kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, sesungguhnya kalian telah tersesat. Sungguh aku masih ingat ketika itu, tak ada yang meninggalkan shalat berjamaah kecuali orang munafik yang jelas kemunafikannya. Sungguh ketika itu seseorang (yang sakit) dibawa ke masjid, dipapah di antara dua orang laki-laki sampai diberdirikan dalam shaf.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, beliau berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan ajaran-ajaran agama kepada kita. Dan, di antara ajaran-ajaran agama itu adalah mengerjakan shalat di masjid yang dikumandangkan adzan di situ.”
Dalam hadits lainnya, Seorang buta mengeluh kepada Nabi bahwa ia tidak punya seseorang yang menuntunnya ke mesjid. Mak ia minta keringanan kepada Nabi agar dibolehkan shalat di rumah, akan tetapi Nabi tetap menyuruhnya shalat di mesjid (HR. Muslim).
Solusinya, antum pakai jaket ketika shalat fajar… atau minta kpd pengurus mesjid agar mengecilkan AC-nya.
assalamu’alaikum,
ustadz… apakah orang yang nama belakangnya syechbubakar itu selalu dari kalangan Syiah?
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Ustadz mau nanya..
benarkah ayat2 dlm alquran hanya boleh diartikan scra harfiah? apkah boleh diartikan scara majas/perumpamaan?
Contoh: Allah mggulung bumi dg Tangan Kanannya.
mohon penjelasannya ustadz
Assalamu’alaikum ustadz Hudzaifah,
Terkait dengan tasyayyu’, saya ingin berdiskusi dengan ustadz. Didalam ilmu hadits, apakah benar hadits yg ada perawi seorg yg tertuduh tasyayyu’ dapat kita terima secara mutlak bila haditsnya tidak mendukung bid’ahnya?
Dan apakah benar Abdurrazzaq bin Hammam adalah tasyayyu’? Sebab saya melihat riwayat2 dari beliau banyak dipakai oleh Bukhari-Muslim bahkan Ahmad bin Hanbal menta’dil beliau.
Jazakallahu khair atas jawabannya ustadz..
Ustadz ana mau tanya lagi….bagaimana kita melawan rasa malas dalam belajar bahasa arab..? ana udah mustawa tsani….tp akhir2 ini jd malas…(pelajaran jg semakin sulit), minta nasehatnya ustadz…disamping itu kurang murojaah karna tiap hari kantor..
Assalaamu’alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh,
Barakalloohufiika. Ustadz kebetulan saya diajak oleh seseorang produsen sari kurma untuk membiayai usahanya yang sedang berkembang.
Yang saya ingin tanyakan:
1. Jual beli bahan kurma yang selama ini berlangsung pada usaha mereka adalah dia membeli kurma dari distributor kurma dengan ‘nunggak’ (pembayaran tempo) 2 minggu. Apakah ini dibenarkan oleh syari’at? Karena saya pernah membaca hadits bahwa apabila dua barang yang masuk komoditi riba dijual belikan maka harus kontan.
2. Apakah sari kurma ini sama statusnya dengan kurma itu sendiri? Ketika memang statusnya adalah sama, maka cara penjualan kepada pembeli akan sama dengan jawaban no. 1. Sementara itu selama ini cara penjualan sari kurma kebanyakan dengan tempo.
Untuk ustadz ketahui bahwa kebanyakan sari kurma yang beredar di Indonesia tidak murni sarinya kurma tetapi ada campuran zat lain yakni glukosa & fluktosa yang fungsinya sebagai pemanis sekaligus juga sebagai pengawet agar tidak mudah terjadi vermentasi. Tetapi jumlah campurannya saya tidak tahu prosentasenya.
Mohon penjelasan masalah ini. Jazaakallooh khairan katsiira.
assalamualaikum ustad…
langsung saja ustad… apakah salah jika kita lebih mengutamakan lebih banyak bersyukur dari pada berdoa meminta ketika selesai sholat fardhu…..
karena saya kadang merasa takut jika meminta (meminta harta, ato kesehatan dll) tapi takutnya hartanya malah bikin sombong dll…
mohon pencerahanya…
Assalamu’alaikukm warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, bagaimana hukum menerima warisan dalam bentuk rumah, tapi rumah tersebut masih kredit, kemudian setelah orang tuanya meninggal kreditan rumah tersebut menjadi tanggung jawab ahli waris (si anak yang menerima warisan), yang menjadi permasalahannya apakah si anak tetap melanjutkan kreditan rumah yang notabene ta’awun dalam riba, ataukah rumah tersebut harus di jual? jazaakallohu khoiron
Assalamu’alaikum
ustadz…
Apa benar mengucapkan “Selamat Tahun Baru…. Hijriyyah” termasuk perkara yang mubah?
atau termasuk Tasyabbuh dengan orang2 kafir….
Wa’alaikumussalaam warahmatullah… ahlan bik.
Memang benar, itulah salah satu sikap adil dan obyektif ahlussunnah dalam menerima hadits. Selama perawi yg bersangkutan ‘hanya’ tersangka bertasyayyu’ (yg definisinya adalah mengutamakan Ali di atas Utsman namun tetap mendahulukan Abu Bakar dan Umar diatas Ali), maka selama hadits yg diriwayatkannya tidak mendukung bid’ahnya, dan orang tersebut bukan da’i kepada tasyayyu’ serta hafalannya tidak lemah; maka haditsnya bisa diterima. Namun bila perawi itu hafalannya lemah, maka harus dicari mutaba’ah (riwayat dari jalur lain yg menguatkan riwayat perawi ybs) sampai kita yakin bahwa si perawi tidak keliru dalam meriwayatkan hadits.
Adapun Abdurrazzaq bin Hammam memang terduga bersikap tasyayyu’ akan tetapi dalam taraf ringan… yakni sekedar tidak menyukai pihak-pihak yg memerangi Ali bin Abi Thalib. Pun demikian, ulama di mata ahlussunnah tidaklah ma’shum… walaupun sekelas Abdurrazzaq bin Hammam !! karenanya, ketika Abdurrazzaq mengucapkan kata-kata yg tidak layak kepada Umar bin Khatthab, beliau dikritik habis oleh Imam Dzahabi (jika antum bisa bahasa arab, silakan membaca penjelasan singkat yg cukup ilmiah ttg Abdurrazzaq bin Hammam di sini).
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Untuk mengartikan ayat-ayat dlm Al Qur’an, kita harus merujuk kepada tafsir-tafsir yg mu’tabar, yg ditulis oleh ulama-ulama ahlussunnah. Dan bila ayat itu berkaitan dengan sifat-sifat Allah, maka harus lebih teliti lagi, sebab banyak dari kalangan ahli tafsir yg akidahnya tercemari faham Asy’ariyah yg menakwilkan sifat-sifat Allah.
Jadi, yg diterjemahkan bukanlah ayat itu secara harfiyah, tapi makna keseluruhan/ tafsir dari ayat tersebut. Mengapa demikian? Sebab uslub bahasa Arab jauh berbeda dengan bahasa Indonesia, sehingga tidak mungkin bisa diterjemahkan kata-per kata… apa lagi mengingat banyaknya makna yg dikandung oleh satu kata dlm bahasa Arab, dan itu berbeda-beda sesuai dengan i’rab dan konteks-nya (siyaq-nya) dlm ayat… contohnya kata “Maa” yg memiliki sepuluh makna… dll.
Adapun majaz (majas), tidak ada dalam alqur’an maupun hadits… sebab salah satu sifat majas adalah boleh didustakan/diingkari. Misal: “Bung Karno terbang ke Singapura kemarin”, ini adalah majas (dlm bahasa indonesia). Saya boleh saja mengatakan: Ah tidak, dia tidak terbang (karena manusia memang tidak bisa terbang), tapi dia naik pesawat kok !
Adapun ayat-ayat yg ada dalam Al Qur’an adalah hakiki bukan majas, tapi maknanya sesuai dengan konteks. Dan ayat yg anda tanyakan inipun maknanya hakiki.. karena sikap ahlussunnah ttg sifat-sifat Allah ialah menetapkan sifat tsb apa adanya tanpa menakwilkan, menolak, menyerupakan, maupun menanyakan ‘bagaimana hakikatnya’. Kan Allah maha kuasa atas segala sesuatu… jadi Allah benar-benar akan melipat langit-langit dengan tangan kanan-Nya dan menggenggam bumi di hari Kiamat (ini yg saya tahu, adapun menggulung bumi dgn tangan Kanan-Nya saya tidak tahu apa dalilnya… mungkin maksud anda adalah apa yg saya katakan namun salah tulis ya?). Demikian, wallaahu a’lam. (silakan baca artikel saya yg berjudul: Cara mudah memahami asma’ was sifat).
Wa’alaikumussalaam… Nggak mesti syi’ah sih, itu kan salah satu marga di kalangan ‘alawiyyin atau haba-ib. Biasanya mereka sufi sebagaimana mayoritas alawiyyin lainnya (assegaf, aljufri, syihab, alhabsyi, alhaddar, dll).
Wa iyyaak..
Rasa malas biasanya muncul karena kurangnya motivasi dan harapan untuk bisa berhasil. Cobalah antum benahi motivasi antum dan munculkan sikap percaya diri (tetap berusaha tapi jangan lupa berdoa dan tawakkal). Coba bayangkan jika antum bisa menguasai bahasa Arab… antum akan lebih mudah memahami kalamullah dan hadits Rasulullah… mudah mentadabburi ayat-ayat al Qur’an ketika shalat maupun mengaji biasa… bisa merujuk langsung ke kitab-kitab para ulama tanpa harus baca terjemahan (yg sering kali tidak akurat)… dan segudang kebaikan dunia dan akhirat lainnya. Ingat, bahwa bahasa Arab adalah bahasa terbaik di dunia, karenanya Allah memilihnya menjadi bahasa wahyu terakhir dan terbaik-Nya, yg diturunkan kepada Rasul terakhir dan terbaik-Nya… bahasa Arab adalah bahasa yg sangat bisa dipelajari dan lebih mudah dari banyak bahasa lainnya di dunia. Bandingkan dengan bahasa mandarin atau bahasa jepang yg tersusun dari ratusan aksara… kalaulah banyak dari kaum muslimin yg berusaha untuk menguasai kedua bahasa tadi demi kesejahteraan dunia yg hanya sejenak ini… maka apakah tidak sepantasnya dan seharusnya ia menguasai bahasa pemersatu Islam… bahasa Al Qur’an… bahasa Rasulullah tercinta… dan bahasa para sahabat, tabi’in, dan para ulama yg mulia??? Padahal ia hanya terdiri dari 29 huruf yg sangat simpel bentuknya… sangat mudah dihafal dan ditulis… dan sangat besar manfaatnya bagi dunia dan akhirat kita! cobalah kita renungkan ini dan kita jadikan sebagai motivasi dalam mempelajarinya… semoga bermanfaat, dan jangan lupa untuk terus berdoa.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Wa fiika baarakallaah.
Jika bertolak dari pendapat yg mengatakan bahwa mata uang adalah bentuk lain dari Dinar dan Dirham (emas dan perak) yg di zaman Nabi sebagai alat tukar menukar; maka jelas kita tidak boleh membeli kurma dengan cara tempo, karena nash haditsnya mengatakan:
وإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يدا بيد
jika jenis barang2 ribawi tsb berbeda, maka juallah dengan harga semau kalian asalkan kontan (HR. Muslim no 1587).
Dan hadits tersebut menyebutkan kurma, emas, dan perak secara nash. Jadi, harus kontan.
Adapun sari korma tidak termasuk barang ribawi, jadi boleh saja dijual belikan secara tempo. Akan tetapi harus diberitahukan komposisi sebenarnya, jika tidak maka termasuk dalam penipuan (ghisy) yg diharamkan karena seakan-akan menjual sari kurma murni padahal memakai campuran.
Bersyukur dan berdoa adalah wajib secara umum. Allah berfirman:
فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
“Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan jgnlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku”.
Allah juga berfirman:
وقال ربكم ادعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين
Rabb kalian mengatakan: Berdoalah (mintalah) kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian. Sesungguhnya orang-orang yg sombong untuk beribadah (berdoa) kepada-Ku kelak akan masuk ke Jahannam dalam keadaan terhina.
Jadi, seimbangkan antara berdoa dan bersyukur… dan mintalah kepada Allah agar harta dan kesehatan tersebut dapat menolong kita dalam beribadah kepada-Nya, dan tidak melalaikan kita dari Allah.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Wallaahu a’lam, ana tidak tahu… tanyakan kepada ustadz yg lain (Ust. DR. Muhammad Arifin Badri, MA).
Wa’alaikumussalaam. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang hal tersebut dan beliau mengatakan: Kalau aku diucapi selamat tahun baru hijriyah, maka aku akan membalasnya, akan tetapi aku tidak akan memulainya kepada orang lain, sebab hal itu tidak dilakukan oleh para sahabat.
Akan tetapi perlu diingat bahwa kalau pun kita mengikuti pendapat yg membolehkannya, harus tanpa disertai keyakinan bahwa hal tsb merupakan amal shaleh. Kalau disertai keyakinan bahwa itu merupakan amal shaleh, maka bisa-bisa menjadi bid’ah… namun kalau sekedar ucapan selamat tahun baru Hijriyah yg berisi doa, maka tidak mengapa. Hal ini tidak termasuk tasyabbuh dengan orang kafir, karena tidak menjadi ciri khas mereka. Tasyabbuh yg dilarang adalah menyerupai orang kafir dengan mengenakan atribut, atau bertingkah laku yg menjadi ciri khas mereka. Wallahu a’lam.
Assalamualaikum,
pak Ustad, teman saya bertanya tentang turbah, setelah saya googling, disebutkan itu adalah potongan tanah dari Karbala, yang biasa digunakan sujud dalam sholat oleh orang Syiah. Apakah itu salah satu perilaku batil mereka? Adakah hadist2 yang menceritakan tentang turbah ini?
Sama satu lagi pak Ustad, saya ketemu juga istilah ‘hadist turbah’. Apakah hadist turbah itu? Apakah ada sangkut pautnya dengan potongan tanah Karbala tersebut?
Terimakasih atas perhatiaannya,
Jazakallahu khairan… 🙂
Wa’alaikumussalaam warahmatullah…
Betul sekali penilaian anda… itu merupakan salah satu perilaku batil kaum syi’ah dalam ‘shalat’ mereka. Yang tentu saja tidak berdasar kepada hadits shahih yg bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.. paling-paling dasarnya (kalaupun ada) adalah riwayat bohong yg dinisbatkan kepada Abu Abdillah alias Ja’far As Shadiq, yg sama sekali tidak pernah mengatakan hal tersebut.
Adapun Hadits Turbah tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini… hadits itu adalah sebuah hadits yg diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi mengatakan (yg Artinya): “Allah menciptakan turbah (bumi) pada hari sabtu… dst”. Hadits ini masih diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama. Ada yg menganggapnya shahih namun ada pula yang mengatakan bahwa itu bukan perkataan Nabi alias penisbatannya kepada Nabi dianggap tidak benar. Salah satu yg berpendapat demikian adalah Imam Bukhari, yg notabene adalah guru imam Muslim sendiri. Wallaahu a’lam bis shawab.
Assalaamu’alaikum,
Mohon dijelaskan tentang surat al maidah ayat 33, terkait hukuman bunuh, salib, dipotong tangan & kaki. Apakah hukum ini tergolong hukum had yang tetap berlaku atau sudah di nasakh?
Jazaakalloohu khoiron
assalamu’alaikum ustadz….
Saya ingin meminta penjelasan tentang hadits
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقِ
Barang halal yang peling dibenci Allah adalah talaq (perceraian)
terimakassih
Assalamua’laikum warohmatulloh wabarokatuh..
Barokallahu Fik..
Kaifa haluk Ustadz..? Laa’llaka bi khair…
Ana fi suual…..mengenai Al Ilmu qablal Qaul wal amal…..
Pertanyaan ana ..apakah ada tolak ukur sampai mana batasan ilmu itu kita pelajari, sehingga kita bisa meerapkannya, apakah kita hanya baca dan pahami misalnya dr Kitab Riyadush Shalihin lalu kita applikasikan..ato ada hal-hal lain yg mesti diperhatikan..? Mohon Penjelasannya
Jazakallohu Khair
NB: Afwan bahasa arabnya campur2, masih belajar, sekalian latihan
Wa’alaikumussalaam. Ala kulli haal, hadits itu didha’ifkan oleh syaikh Al Albani, dan maknanya ialah bahwa thalaq itu hukumnya makruh.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Ana bikhair walhamdulillaah…
Itu adalah judul bab dalam shahih bukhari, yang artinya ialah bahwa ilmu itu harus mendahului setiap perkataan dan perbuatan. Bila tidak, maka perkataan dan perbuatan tsb tidak ada artinya, karena ilmu tadilah yang menentukan niat, dan niat itu merupakan syarat sahnya ucapan dan perbuatan. Secara logika, jika ilmu yang kita dapatkan bisa langsung diamalkan, maka segeralah mengamalkannya. Namun bila masih belum bisa diamalkan, karena syarat2nya belum terpenuhi, atau masih adanya penghalang, atau masih ada hal-hal lain yg terkait dengannya yg harus dipelajari lebih lanjut; maka ya jangan diamalkan dulu sampai benar-benar bisa diamalkan. Misal: Kalau antum membaca hadits di Riyadhus Shalihin tentang fadhilah shalat dhuha, atau shalat qabliyah fajar, atau sedekah dll dan antum sudah tahu bagaimana syarat2 shalat, maka amalkanlah. Tapi kalau belum, ya pelajari dulu bagaimana syarat2nya, rukun2nya, dst. Jadi kita mempelajari sesuatu secara utuh, tidak sepotong-sepotong.
Misal lainnya: kalau antum mendapati hadits yg menganjurkan untuk jihad, maka ini tidak bisa langsung diamalkan, karena tidak semua ibadah bisa diamalkan dengan cara yg sama. Ada yg terkait dengan pribadi, ada yg secara kolektif, ada yg harus dengan izin pihak lain (spt jihad yg harus dgn izin Imam dan orang tua), dll… Karenanya, ana sarankan agar antum jangan mencukupkan diri dengan membaca kitab-kitab hadits, tapi pelajari pula fiqih ibadah dan mu’amalah. Karena ilmu fiqih membahas suatu masalah secara menyeluruh, mulai dari definisinya, syarat2nya, rukun2nya, sunnah2nya, dan hal-hal yg membatalkannya. tapi kalau antum tetap ingin belajar dr kitab2 hadits, maka baca juga syarah para ulama ttgnya.
Wa’alaikumussalaam
Itu masih berlaku dan tidak ada yg menasakhnya sejauh yg ana ketahui. wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum ustadz Hudzaifah,
Semoga antum selalu dalam lindungan Allah Ta’ala. Amin.
Begini pak ustadz, saya ada pertanyaan mengenai ilmu hadits, jika ada beberapa hadits dho’if yg beberapa perawinya ternyata adalah perawi majhul, bisakah derajat beberapa perawi majhul mengangkat derajat hadits dho’if menjadi hadits hasan lighairihi bila diriwayatkan dari banyak jalan?
Terakhir, mengenai tadlis, apakah tadlis Al A’masy secara umum bisa diterima? Lebih baik mana, tadlis beliau atau tadlis Hasan Al Bahsri?
Jazakalloh khoir.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah.. Ahlan bik ya Akhi. Aamin walil qa-il wal qurra’ kadzaalik.
Tentang pertanyaan antum, kalau memang ‘illah hadits-hadits tsb ‘hanya’ jahalatur ruwaah, tidak ada ‘illah yg lain baik di sanad maupun matannya; maka secara qaidah bisa saja menjadi hasan lighairihi. Tapi yg penting perhatikan dulu siapa yg menjadi madaarul isnadnya (titik temu dari masing-masing sanad hadits tsb), karena itulah yg menentukan kualitas sanad hadits tsb. Ini bila haditsnya berasal dari sahabat yg sama. Namun bila yg antum maksud adalah sejumlah hadits dari sejumlah sahabat yg bunyi matannya kurang lebih sama, maka ini namanya syawahidul hadits, dan bila memang tidak terlalu dha’if maka bisa saling menguatkan.
Setiap perawi yg tergolong mudallis secara umum haditsnya harus disikapi secara hati-hati, dalam hal ini tadlisnya a’masy dan hasan al bashri hampir sama, karena keduanya sama-sama suka mentadlis. Akan tetapi bila A’masy mengatakan ‘An fulan, dan si fulan tsb adalah guru yg ia banyak meriwayatkan hadits darinya, maka tadlisnya bisa diterima. Atau jika yg meriwayatkan hadits dari A’masy adalah Syu’bah, maka ini merupakan jaminan bahwa ‘an’anah-nya A’masy di sini adalah muttashil, karena Syu’bah sendiri yg mengatakan: Kafaitukum tadlisa tsalatsatin: Al A’masy, Abu Ishaq As Sabi’iy, wa Qatadah. Artinya: Aku menangani tadlisnya tiga orang untuk kalian, yaitu Al A’masy, Abu Ishaq As Sabi’i dan Qatadah. Artinya, syu’bah hanya meriwayatkan ‘an’anah mereka bertiga setelah memastikan bahwa mereka benar-benar mendengar hadits dari guru-gurunya.
Adapun Hasan Al Bashri, maka selain suka tadlis beliau juga suka irsal… artinya meriwayatkan secara terputus. Lebih lengkapnya bisa antum baca di kitab Jaami’ut Tahshil karya Al Ala-i.
assalamu’alaikum ustadz…
Tentang mentahnik bayi….
Apa benar itu hanya pengkhususan kepada Rasulullah saja?
Apa benar yang dikatakan teman saya bahwa, dalam masalah tahnik ini Imam Nawawi rahimahullah telah salah dalam berpijak.
Dia berkata Kalau seandainya tahnik ini bukan khusus untuk diri beliau shollallahu ‘alaihi wasallam, tentulah para sahabat rodliyallahu anhum ajma’in sudah mempraktekannya.
Tentu apa yang dilakukan oleh Rasulullah, belum tentu semuanya bisa dilakukan.
dia mengambil contoh poligami Di hadist ditemukan tentang Rasulullah mempunyai istri lebih dari 4, tentu kita tidak bisa dan tidak akan bisa spt beliau. Begitu juga ketika beliau melewati suatu kuburan kemudian beliau menancapkan batang pohon dikuburan itu agar penghuninya diringankan dosanya karena penghuni kubur itu tengah disiksa oleh malaikat. Tentu kita tidak bisa melakukan itu walaupun disebutkan ada dihadist.
mohon penjelasannya… apakah menTAHNIK BAYI itu memang sunnah yang dianjurkan atau hanya pengkhususan kepada Rasulullah Shallahu’alaihi wa’alahi wasallam saja…
mengingat saya baca artikel di alsofwah, bahwa mentahnik bayi itu berguna bagi kesehatan bayi…
terimakasih
ini ustadz, artikelnya
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatmujizat&id=23
Wallaahu a’lam, ana rasa itu tergantung niat yg mentahnik. Kalau dahulu para sahabat melakukannya karena tabarruk dengan air liur Nabi, maka kita katakan bahwa itu khusus bagi Nabi. Tapi kalau sekarang kita ingin melakukan hal tsb karena adanya hikmah lain selain tabarruk (yg memang tdk mungkin kita lakukan karena Nabi sudah wafat), maka boleh-boleh saja. Atau tabarruk dengan mengikuti sunnah Nabi tsb, toh tidak ada dalil yg tegas-tegas menyatakan bahwa itu kekhususan Nabi, sebab hukum asalnya ialah bahwa apa yg beliau lakukan adalah untuk dicontoh. Adapun tidak adanya sahabat yg melakukan hal tersebut setelah Nabi -menurut teman antum tadi- mungkin karena mereka melakukannya dalam rangka tabarruk dengan air liur beliau.
Saya Ingin bertanya lebih lanjut ustadz…
bagaimana dengan… peristiwa Rasulullah melewati suatu kuburan kemudian beliau menancapkan batang pohon dikuburan itu agar penghuninya diringankan dosanya karena penghuni kubur itu tengah disiksa oleh malaikat. Apakah itu ada keterangan bahwa itu adalah kekhususan Nabi Shalallahu’alaihi wasallam?
mohon penjelasannya
afwan ustadz menambah pertanyaan lagi….
bagaimana dengan kaidah “lau kaana khairan la sabaquuna ilaih”,
apakah dengan kita mempraktekan tahnik akan bertentangan dengan kaidah di atas, mengingat para shahabat tidak melakukannya?
Sejauh yg ana fahami, kaidah itu berlaku untuk hal-hal yg murni bid’ah. Artinya, kalau lah suatu bid’ah itu memang baik dalam agama, maka para sahabat pasti lebih dahulu mengamalkannya dari pada kita. Sedangkan masalah yg kita bahas di sini -yaitu tahnik- bukanlah bid’ah. Bagaimana akan dibilang bid’ah lha wong itu jelas-jelas dilakukan oleh Nabi?? Masalahnya hanyalah: Apakah hal itu khusus bagi Nabi, ataukah tidak? Ana pribadi menganggap bahwa ada perbedaan sudut pandang di sini antara yg menganggapnya khusus bagi Nabi dan yg menganggapnya tidak khusus bagi beliau. Yang membedakan di sini adalah NIAT. Bagi yg melakukannya dengan niat tabarruk, maka kita katakan bahwa hal itu khusus bagi Nabi, karena beliau lah yg jasadnya mengandung berkah, sehingga ludah, keringat, rambut, dan apa pun yg terkena tubuh beliau juga mengandung berkah. Hal ini merupakan bagian dari keyakinan Ahlussunnah.
Akan tetapi bagi yg mentahnik dengan niat tabarruk dengan air liur seseorang hari ini, maka kita katakan: Itu bid’ah, tidak boleh. Sebab yg air liurnya mengandung berkah hanyalah Rasulullah. Buktinya, para sahabat tidak mendatangi Abu Bakar dan Umar sepeninggal Rasulullah, padahal mereka tahu bahwa keduanya adalah orang paling alim dan shalih setelah Rasulullah.
Tapi kalau niatnya sekedar menyuapkan kurma kepada si bayi, agar bayi tersebut mendapatkan asupan glukosa yg baik baginya, bagaimana mungkin kita bisa menerapkan kaidah ini di sini? Apakah kita juga hendak melarang -umpamanya- orang yg menyuapkan pisang ke mulut bayi, dengan dalih bahwa kalaulah hal itu baik maka para sahabat pasti lebih dahulu melakukannya dari pada kita?? Tentu tidak bukan. Demikian pula bagi orang yg mentahnik berangkat dari banyaknya faidah yg terkandung dalam buah kurma yg telah dikunyah terlebih dahulu, lalu diberikan kepada bayi. Mudah2an antum faham maksud ana.
Tapi sekali lagi, ini sekedar pemahaman ana pribadi, boleh antum terima, boleh juga tidak. Toh masalahnya adalah masalah ijtihadiyyah yg seseorang diberi kelonggaran untuk berbeda pendapat. Wal ‘ilmu ‘indallaah.
Dalam shahihnya, Imam Bukhari mencantumkan sebuah bab yg berjudul: (باب الجريدة على القبر) Bab: “Pelepah korma di atas kuburan”. lalu menyebutkan riwayat2 secara mu’allaq dari Buraidah (sahabat Nabi) yg menyuruh agar kuburnya ditancapi pelepah korma. Kemudian menyebutkan pula hadits Ibnu Abbas yg mengisahkan bhw Nabi menancapkan pelepah kurma yg masih hijau di kuburan salah seorang sahabat… dst (al hadits). Dalam syarahnya, ibnu Hajar mengatakan bhw riwayat yg mu’allaq tadi diriwayatkan secara bersambung (maushul) oleh Ibnu Sa’ad dlm Thabaqatnya, bahwa Buraidah memang berwasiat agar kelak kuburnya ditancapi pelepah kurma yg masih basah, dan akhirnya beliau wafat di Khurasan. Ibnu Hajar lantas berkata yg intinya bahwa perbuatan Buraidah ini bisa jadi (1) karena beliau ingin meneladani perbuatan Rasulullah (sbgmn dlm hadits ibnu Abbas), atau (2) karena meyakini bahwa pohon kurma adalah pohon yg mengandung berkah, sebagaimana yg tersirat dlm firman Allah: (كشجرة طيبة) yg ditafsirkan sebagai pohon kurma (Ibrahim: 24). Kemudian Ibnu Hajar mengatakan bahwa yg lebih dhahir adalah pendapat pertama. Pun demikian, Imam Bukhari juga menyebutkan riwayat dari Ibnu Umar yg ketika melihat ada kemah di atas kuburan, beliau menyuruh agar memugarnya, seraya berkata: “yang bisa menaunginya hanyalah amalannya”. lalu Ibnu Hajar mengomentari bahwa ini merupakan pendapat lain yg menganggap bahwa kisah pelepah kurma dan manfaatnya bagi dua orang yg dikubur tadi, adalah khusus bagi kedua orang tsb.
Ala kulli haal, bila antum menganggap itu khusus maka inilah pendapat Ibnu Umar, dan bila ada pihak lain yg menganggapnya boleh diteladani maka inilah pendapat Buraidah. Wallaahu a’lam bisshawab.
ust..kakak ana seorang wanita yg tdk bekerja..
tp alhamdulillah dia bisa menyisihkan uang hasil kerja suaminya utk menabung..
dia kadang sembunyi2..
mengirim uang utk orangtua sy kadang 100Rb..
karna kalo bicara lngsung sama suaminya..
kadang wajahnya menunjukan kurang suka..
gmn hukumnya ustad kakak ana ngirim ke ortu tanpa sepengetahuan suaminya?
Uang hasil kerja suami adalah milik suami. Istri hanya berhak mendapatkan nafkah untuk dirinya, yaitu berupa makan, pakaian dan tempat tinggal. Ini yg menjadi kewajiban suami. Selain ketiga hal tsb adalah kebutuhan sekunder yg tidak wajib. Kalau suami memberikan tambahan berupa uang kepada istrinya setelah memenuhi ketiga unsur tadi, maka si istri boleh menggunakan uang pemberian tsb untuk kepentingannya. Tapi kalau tidak, ya ia tidak boleh mengambil uang suami kecuali dengan izinnya. untuk masalah makan dan tempat tinggal biasanya selalu dipenuhi, tapi kadang suami jarang membelikan pakaian bagi istrinya, padahal ini termasuk kewajiban suami, dan minimal harus dilakukan setahun sekali. Nah, solusinya -kalau memang kakak antum jarang dibelikan pakaian oleh suami- maka ia berhak minta dibelikan pakaian, atau uang senilai dgn harga pakaian yg wajar dipakai (sah untuk shalat) oleh wanita dengan taraf ekonomi seperti dia. Kemudian silakan jika kakak antum ingin menyedekahkan uang tsb untuk ortu-nya.
jazakallohu khoir atas jawabannya..
semoga Alloh menjaga antum ustadz dan keluarga…
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Ustadz, ana mau nanya: Berhubung dengan semakin majunya dunia IT sekarang Al Qur’an pun bisa di muat digital dalam sebuah HP , mulai dari untuk membacanya atau mencari indek ayat ,lalu bagaimana hukumnya bila HP tersebut di bawa ke kamar mandi atau toilet ,walaupun dalam keadaan off apalagi on, dan apa bisa itu dikatakan sebagai mushaf. Syukron.
Assalaamu’alaikum warohmatullooh wabarokatuh
Dari Tsauban dari Rosululloh SAW bersabda: Sungguh aku beritahukan tentang beberapa kaum dari umatku yang datang di hari kiamat membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih, lalu Alloh menjadikannya seperti debu yang beterbangan. Tsauban bertanya kepada Nabi, wahai Rosululloh, gambarkanlah mereka kepada kami siapa mereka, agar kami tidak termasuk mereka dalam keadaan kami tidak mengetahuinya. Nabi menjawab:”Adapun mereka itu adalah saudara-saudara kalian dan dari bangsa kalianserta menghidupkan malam seperti kalian menghidupkannya. Namun mereka adalah kaum-kaum yang menyendiri, mereka melanggar larangan- larangan Alloh(HR Ibnu Majah).
Pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan manusia yang menyendiri itu?
Mohon sekalian dituliskan matan haditsnya, Ustadz!
Jazaakalloohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. membawa HP yg ada software al qur’annya tidak sama hukumnya dengan membawa mushaf Al Qur’an, karena software adalah benda abstrak. Ini seperti orang hafal qur’an yang masuk ke kakus. Bahkan dalam shahihain diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi konon bersandar di pangkuan Aisyah lalu membaca Al Qur’an, sedangkan Aku dalam keadaan haidh. Sebagian ulama beristimbath dari hadits ini bahwa membaca Al Qur’an di dekat tempat najis hukumnya boleh, sebab bila kepala Nabi bersandar di pangkuan Aisyah, berarti mulut beliau sangat dekat dengan -maaf- bagian yg mengeluarkan darah haidh (tahu khan maksud ana). Dan para ulama juga berdalil dgn riwayat muttafaq ‘alaih di atas bhw wanita haidh atau orang yg berhadats besar boleh membawa Mushaf selama tidak menyentuhnya secara langsung, sebab dlm riwayat di atas, Al Qur’an berada dlm dada Rasulullah, dan Rasulullah berada di pangkuan Aisyah yg sedang berhadats, jadi, tubuh Rasulullah seakan sebagai ‘wadah’ yang berada di dalamnya Al Qur’an, lalu wadah tersebut disentuh oleh Aisyah.
Tapi jika Software al Qur’annya dlm keadaan terbuka dan memperlihatkan bagian mushaf, maka jelas tidak boleh dibawa ke kamar mandi, karena hukumnya ketika itu seperti membawa lembaran dari Al Qur’an. Wallaahu a’lam bisshawaab.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaah wabarakaatuh. Lafazh hadits yg antum maksud adalah sbb:
سنن ابن ماجه (2/ 1418):
لأعلمن أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة بيضا . فيجعلها الله عز و جل هباء منثورا . قال ثوبان: يا رسول الله صفهم لنا جلهم لنا أن لا نكون منهم ونحن لانعلم . قال أما إنهم إخوانكم ومن جلدتكم . ويأخذون من الليل كما تأخذون ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dlm Sunan-nya no 4245 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Namun terjemahan bagian akhirnya keliru, makanya maknanya jadi rancu. Yg benar ialah: “…Mereka adalah saudara kalian sebangsa, yang juga memanfaatkan sebagian waktu malam untuk ibadah seperti kalian, akan tetapi begitu mereka berada sendirian menghadapi yang Allah haramkan, mereka menerjangnya”.
Jadi, mereka adalah orang yg tidak gentar melanggar larangan Allah tatkala berada sendirian dan tidak diawasi orang lain.
Assalamualaikum..Ustadz…
Afwan ana mo tanya..belakangan ini marak disuatu daerah melakukan ritual ‘SUMPAH POCONG’..yg mo ana tanyakan apakah ini disyariatkan oleh agama atau cuma budaya setempat aja yg mencampuradukkan Agama Islam ini dgn hal2 seperti itu?
MOhon pencerahannya…
Syukran yaa Ustadz..
assalamu’alaikum ustadz…
menarik sekali artikel yang ustadz tulis berkaitan tentang sepak terjang syiah rafidhah…
salah satu yang menarik saya adalah apa yang diutarakan berkaitan dengan banyaknya kaum muslimin Indonesia pada tahun 79-80 yang “latah” memberi nama kepada anaknya dengan nama Khomeini…
pertanyaan saya, apabila sudah terlanjur, apakah anak tersebut harus berganti nama…
dengan alasan supaya tidak tasyabbuh dengan orang kuffar?
sebab ada juga teman saya insya Allah telah mengenal dan ikut manhaj salaf diberi nama oleh orang tuanya khomaini..
mohon penjelasannya
terimakasih
Wa’alaikumussalaam…
Hehe… Temen ana di madinah ada yg namanya: Ayatullah (tp ga pake khomeini), dan saudara kandungnya bernama: Nasrullah (tapi ga pake Hasan). Ana rasa ga perlu dirubah, karena akan menyulitkan mengingat ybs sudah dewasa. Bahkan Syaikhul Islam dalam kitab Minhajus Sunnah An Nabawiyyah bahwa di antara ketololan kaum Rafidhah ialah bahwa mereka menghindari nama-nama seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman, bahkan memusuhi orang-orang yang memiliki nama tersebut. Padahal sebagaimana dimaklumi, andai saja mereka (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah manusia paling kafir, tetap saja tidak dianjurkan bagi seseorang untuk menghindari nama tersebut, karena di antara kaum muslimin ada yang namanya Amru (bin Ash) dan di antara kaum musyrikin juga ada yg bernama Amru (nama abu jahal: Amru bin Hisyam). Di antara sahabat juga ada yang bernama Ali (bin Abi Thalib), tapi ada juga dedengkot kemusyrikan yang bernama Ali, yaitu Ali bin Umayyah bin Khalaf yg terbunuh di perang badar dlm keadaan musyrik. Pun demikian, Nabi tidak mengingkari nama-nama tsb dan tetap memanggil mereka dengan nama-nama tsb (lihat: Mukhtasor Minhajus Sunnah hal 16-17).
Jadi, tidak ada keharusan untuk ganti nama menurut ana, wallaahu a’lam.
Tanya lagi ustadz….
Apakah Ibnu Atho’illah itu seorang sufi yang kemudian bertaubat dan kemudian rujuk ke manhaj salaf sebelum bertaubat?
jika ada referensinya mohon disampaikan.
terimakasih..
soalnya orang ini terkenal sekali gara2 kitabnya al-hikam itu…
lha saya sendiri gak tau itu kitab apa..
Wallaahu a’lam… saya tidak tahu siapa itu Ibnu Atho’illah.
Assalamu’alaikum Ustadz.Mohon penjelasan tentang perbedaan aqidah Asy-‘Ariyyah dengan Ahlussunnah.Kalau bisa sebelum hari Senin besok (24 Januari 2010) sudah jadi ya,Tadz.’Afwan klo ngrepotin.Jazakallahu khiran katsira.
Saya pernah mendengar bahwa 3 kali gerakan di luar shalat saat kita shalat membatalkan shalat, benarkah ustadz?
Assalaamu’alaikum warohmatullooh wabarokaatuh
Ada kasus seseorang dulunya kafir lalu masuk islam. Tentu saja dia belum banyak memahami diin, kemudian belum lama dia muslim dia terbunuh oleh perampok. Yang ana tanyakan apakah bisa dikatakan dia termasuk orang yang bertaubat dan ada jaminan syurga baginya (meskipun belum banyak beramal dan mencari ilmu)
Jazaakalloohu Khoiron
Jaminan Surga tentu tidak ada, karena Ahlussunnah tidak menjamin seorang pun dari kaum muslimin dengan surga, kecuali yg dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti sepuluh sahabat yg terkenal itu, bilal, Khadijah, Aisyah, dll yg memang ada nasnya. Adapun selain mereka, maka kita hanya bisa ‘berharap’ sesuai kadar keimanan dan ketakwaan masing2. Namun secara umum, setiap muslim yg mati dalam keadaan islam, maka ia tetap akan masuk surga walaupun harus mampir dulu di neraka untuk dicuci dosa-dosanya. Semoga teman antum termasuk orang yg diselamatkan dari Siksa neraka, bahkan kalau dia terbunuh karena membela hartanya, maka menurut hadits Nabi dia tergolong syahid, dan ini juga merupakan khusnul khatimah insya Allah. Terakhir, bila seseorang benar-benar masuk Islam, maka keislaman dia akan menggugurkan semua dosanya yg telah lalu, sebagaimana sabda Nabi.
Yang masyhur dalam madzhab Syafi’i memang begitu, alasan mereka ialah karena 3 gerakan berturut-turut berarti ‘banyak gerak’ (batasan banyak adalah tiga kali/lebih). Dan ini menafikan perintah Allah untuk shalat dgn khusyu’. Adapun ulama lain tidak menganggapnya batal karena gerakan yg dianggap banyak ialah gerakan yg bila dilihat oleh orang lain, maka yg melakukannya dikira tidak dalam shalat, dan ini sifatnya relatif. wallahu a’lam.
Di antaranya: Asy’ariyah mendefinisikan Iman sebagai Tasdiq, alias pembenaran saja. sedangkan Ahlussunnah mendefinisikannya sebagai keyakinan, ucapan, dan perbuatan, dan ia bisa bertambah maupun berkurang.
Asy’ariyah meyakini Al Qur’an sebagai ‘ungkapan dari kalamullah’, bukan ‘kalamullah’ itu sendiri. Artinya, kalau Allah berbicara dgn bahasa Arab, jadilah ia Alqur’an, namun ktk bicara dengan bahasa Ibrani, jadilah ia Taurat, dst.
Asy’ariyah HANYA menerima sejumlah kecil sifat Allah spt wujud, qidam, baqo’, mukhalafatu lil hawadits, qiyamuhu binafsihi, iradah, ilmu, qudrah, dll yg kalo ga’ salah jumlahnya 20 puluh. Mereka menamakannya dgn sifat wajib… padahal banyak di antaranya yg tidak berdalil dari qur’an maupun sunnah, kecuali hanya rumusan akal mereka yg telah terpengaruh filsafat. Akhirnya, sifat-sifat yg justru disebutkan oleh Al Qur’an dan Sunnah malah mereka tolak (takwilkan). Contohnya sifat wajah yg mereka takwilkan dgn keridhaan, padahal wajah tidaklah sama dengan keridhaan. lalu sifat tangan yg mereka takwilkan dgn kekuasaan, padahal keduanya adalah berbeda, demikian pula sifat mata, kaki, betis, jari, sifat turunnya Allah ke langit dunia, datangnya Allah pada hari kiamat, sifat marah, tertawa, ridha, dst. Anti bisa pelajari lebih lanjut ttg ini dlm artikel: Cara mudah memahami asma’ was sifat, di blog ini.
Ini sebagian dari perbedaan antara Ahlussunnah dengan Asy’ariyah.
Assalamu’alaikum ustadz,
Semoga Allah Ta’ala memberikan antum kemudahan agar cepat menyelesaikan S2 antum dan kembali ke Indonesia untuk menyebarkan ilmu antum. Amin.
Afwan ustadz, saya ingin bertanya, apakah Ahbash itu? Saya pernah baca ketika sedang web browsing, ahbash ini dinisbatkan pada Abdullah Al-Harawi Al-Habashi dan mereka sangat kental sekali kebenciannya pada salafi/wahabi. Apakah ahbash ini tergolong asy’ariyah?
Terima kasih atas kesediaan waktu ustadz untuk menjawab pertanyaan saya.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Ustadz, ana mau tanya….. Apakah orang yang kerja kantoran kemudian dia sudah menyelesaikan tugasnya meskipun tidak sampai batas waktu yang telah ditentukan lalu orang tersebut meninggalkan kantornya termasuk kategori orang yang korupsi waktu? sedangkan dalam hal ini pimpinannya tidak melarangnya, bahkan ada pimpinan yang menyatakan boleh keluar dari ruangan kantor asalkan pekerjaan telah diselesaikan…. mohon penjelasannya. Jazaakallohu khoiron.
Syukron. Jazakallaah Khoiron Katsiro.
Assalamualaikum pak Ustadz…
Mau tanya pak, telah dipahami bahwa dzikir bersama adalah perilaku bid’ah, namun bagaimana dengan firman Allah yang membolehkan untuk berdzikir bersama dengan meninggikan suara:
“Dirumah rumah Allah (masjid) telah Allah izinkan untuk mengangkat suara sebutan dzikir Nama Nya, dan ber…tasbih pada Nya di pagi hari dan sore” (QS Annur 36).
Juga dalam firman Allah:
Mereka yg ringan timbangan pahalanya maka mereka adalah orang yg merugikan dirinya sendiri dan mereka selamanya di neraka, wajah mereka hangus terbakar dan kedua bibirnya menjulur (kesakitan dan kepanasan), bukanlah sudah dibacakan pada kalian ayat ayat Ku dan kalian mendustakannya?, maka mereka berkata : Wahai Tuhan kami, kami telah tertundukkan oleh kejahatan kami dan kami telah tergolong kaum yg sesat, Wahai Tuhan Kami keluarkan kami dari neraka dan jika kami kembali berbuat jahat maka kami mengakui kami orang yg dhalim, (maka Allah menjawab) : Diamlah kalian didalam neraka dan jangan kalian berbicara lagi, dahulu ada sekelompok hamba hamba Ku yg berdoa : Wahai Tuhan Kami kami beriman, maka ampuni dosa dosa kami, dan kasihanilah kami dan Sunguh Engkau Maha Berkasih sayang dari semua yg berkasih sayang, namun kalian mengejek mereka sampai kalian melupakan dzikir pada Ku dan kalian menertawakan mereka, Sungguh Aku membalas kebaikan mereka saat ini dan merekalah orang yg beruntung (QS Al Mukminun 103 – 111)
Mohon penjelasannya segera pak Ustad.
Jazakallaho khair
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Kalau memang pekerjaan kantor tadi berupa paket tugas tertentu yg bisa diselesaikan dalam waktu tertentu, tanpa harus terikat dengan jam kerja. Maka dalam hal ini insya Allah tidak mengapa bagi si pegawai meninggalkan kantornya krn keperluan setelah menyelesaikan paket tugasnya hari itu, apalagi jika memang diizinkan oleh pimpinan. Artinya, dalam hal ini, ia bekerja untuk kepentingan pemilik kantor/perusahaan, jadi ia seperti orang upahan yg terikat dengan majikannya. Kalau majikan mengizinkan maka di boleh pergi, tapi kalau tidak, ya tidak. Tapi kalau ia sebagai pegawai yg tugasnya melayani masyarakat, atau kepentingan umum lainnya, maka ia harus terikat dengan jam kerja, tidak boleh menguranginya walaupun semenit. Kecuali karena udzur yg syar’i, atau keperluan darurat, sesuai peraturan perusahaan. Wallaahu a’lam.
Dari tulisan Syaikh Abdurrahman Dimasyqiyyah yg sejak tahun 1983 telah membantah golongan Al Ahbash, ana bisa simpulkan bahwa mereka ini adalah hasil kawin silang antara mu’tazilah, asy’ariyah, dan tasawuf. Terlalu banyak mukhaalafaat aqadiyyah dan manhajiyyah yg ada pada mereka untuk kita sebutkan. Antum bisa baca di kitab Mausu’ah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Abdurrahman Dimasyqiyyah, terutama yg jilid satu, dia membahas secara khusus ttg Ahbash di sana.
Assalamualaikum Ustadz…
mohon penjelasannya,
1. apakah mencantumkan nama keluarga seperti yang dicontohkan oleh beberapa suku di Indonesia merupakan hal yang disyariatkan?
2. bagaimana dgn suku minangkabau yg menganut sistem matrilineal(menasabkan dari garis keturunan ibu)…dan satu2nya suku diindonesia yg memakai sistem matrilineal…
tp jarang nama2 org minangkabau nama suku/marga(-sprti chaniago,piliang,jambak dll)… nya dibelakang namanya ..??
bagaimana hukumnya,??
mohon penjelasannya
terimakasih
oh iya satu lagi ustadz… afwan
saya membaca artikel ustadz yang berjudul “Tips Sholat Khusyu”
alhamdulillah saya mamperoleh banyak manfaatnya….
tapi jika mungkin sholat kita “tidak khusyu'” Apakah sholat kita sah?
mohon penjelasannya
Assalamu’alaykum,
Apakah Tawasul dengan amal sholeh tidak menghilangkan keutamaan di akherat? dan apakah tidak mengapa kita ikhlas bersedekah karena Allah untuk mengharapkan kelancaran rezeki atau yang lain…minta tolong respon jawabannya ustadz (kalau tidak berkenan bisa kirim via email)
Jaazakallahu Khair
Assalamu’alaykum Ustadz,
Apakah disyari’atkan membaca “Amin” setelah membaca Al-Fatihah utk orang yg shalat sendirian atau membaca Al-Fatihah di luar shalat?
Jazakallohu khoyron.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, ana mau tanya… Apakah riwayat tentang Nabi Idris yang memiliki kelebihan yaitu pernah meminta mati lalu akhirnya dihidupkan kembali oleh Alloh itu benar adanya? Apa pelajaran yang bisa diambil dari riwayat tersebut? terus termuat dalam buku/kitab apa riwayat tersebut? Jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh….
jawabannya, Laa adri, wallaahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam.
Ada sebuah riwayat dari Abu Hurairah yg lafazhnya: (إذَا قَالَ أَحَدُكُمْ آمِينَ وَالْمَلَائِكَةُ فِي السَّمَاءِ فَتُوَافِقُ إحْدَاهُمَا الْأُخْرَى غَفَرَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) Jika seseorang mengatakan ‘aamin’ dan bertepatan dengan ‘aamin’ yg diucapkan oleh para malaikat di langit, maka dosa-dosanya akan diampuni. Menurut Al Hafizh Al Iraqi dlm Tarhut Tatsrib, hadits ini mengandung faidah dianjurkannya mengucapkan aamin bagi orang yg shalat sendirian (secara mutlak), demikian pula bagi imam dan makmum dalam shalat sirriyah.
Assalamualaikum pak Ustadz,
Ana punya beberapa pertanyaan;
1. Bila berdoa sendiri, apakah mengucapkan Amin diakhir doa?
2. Bila buang air apakah tidak boleh menghadap kiblat?
3. Bila kita tidur disunnahkan menghadap kanan, selain itu apakah tidak boleh kaki kita menghadap kiblat?
Afwan bila pertanyaannya aneh.
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
Wa’alaikumussalaam…
Bila anda berdoa sendiri maka setahu ana tidak ada anjuran untuk mengaminkan. Larangan menghadap kiblat ketika buang air adalah bila buang airnya di tempat terbuka yg tidak dikelilingi dinding. Adapun bila di dalam ruangan maka menurut hadits Ibnu Umar, beliau pernah menyaksikan Rasulullah buang air dengan menghadap kiblat dalam rumah Hafshah. Masalah kaki setahu ana tidak ada larangan untuk menghadap kiblat. Wallaahu a’lam.
Assalamualaikum pak Ustadz,
di tempat saya bekerja banyak orang nasrani,dan mereka sering bertanya tentang islam dan karena keterbatasan ilmu saya maka saya perlu bimbingan ustadz agar apa yang mereka dapatkan tidak salah.
ada beberapa hal yang mereka tanyakan
1.cerita nabi isa alaihissalam menurut islam
2.makna dan pengertianhajji,kenapa kita umat islah harus berhajji?
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
Wa’alaikumussalaam. Masalah penulisan nama adalah masalah adat, bukan ibadah. Oleh karenanya tidak ada aturan tertentu yang harus diikuti dalam hal ini. Akan tetapi jika mengandung unsur tasyabbuh bil kuffar, maka jadi tidak boleh. Contohnya menamakan istri dengan nama suami, spt Hillary Clinton, Tien Suharto, Ainun Habibie… dst. Ini merupakan budaya orang kafir yang dilestarikan oleh sebagian rakyat Indonesia, padahal yang dilakukan para salaf ialah menamakan seseorang dengan nama aslinya, atau kun-yah-nya (Abu fulan, Ummu Fulan), atau julukannya (kalau memang punya julukan, spt Ash Shiddieq, Al Faruq, Amirul Mukminin, Al Imam, dst… tapi ini tidak ada dalam masyarakat Indonesia). Atau menyebutkan suku-nya (marganya).
Adapun menasabkan diri kepada Ibu adalah budaya yg bertentangan dengan syari’at, karena nasab dalam Islam adalah mengikuti ayah, bukan ibu. Hanya saja, memang ada beberapa ulama salaf yg dinasabkan kepada ibunya karena ia memang terkenal dengan nama tsb, spt Abdullah ibnu Buhainah (sahabat), Buhainah adalah nama ibunya, sedangkan bapaknya adalah Malik. Demikian pula Isma’il Ibnu Ulayyah (ulama hadits), Ulayyah adalah nama ibunya, sedangkan bapaknya adalah Ibrahim.
Khusyu’ dalam pengertian meresapi bacaan dalam shalat, memang bukan syarat sahnya shalat. Namun khusyu’ menjadi standar nilai shalat kita. Jika kita khusyu’ 100%, maka pahala shalat kita juga 100%, jika 50% maka 50% yg dicatat, sampai hingga 10%. Pun demikian, selama semua syarat dan rukun dalam shalat telah dipenuhi, maka shalat kita dihukumi ‘sah’. Artinya, kita tidak diperintahkan untuk mengulanginya lagi, walaupun tidak khusyu’. Jadi, khusyu’ itu tingkatan yg di atasnya sah. tidak semua yg sah berarti khusyu’.
Wa’alaikumussalaam. Tawassul dengan amal shaleh adalah sesuatu yg dianjurkan. Allah berfirman: ({ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [المائدة: 35])
Hai orang-orang yg beriman, bertakwalah kepada Allah dan tempuhlah wasilah-wasilah dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Dan berjihadlah di Jalan-Nya agar kalian beruntung (Al Maidah: 35). Arti dari ‘tempuhlah wasilah’ ialah agar kita mempersembahkan berbagai amal shaleh untuk mendapatkan keridhaan Allah. Sebab setiap amal shaleh yg kita lakukan pada hakekatnya adalah dalam rangka mendapatkan keridhaan ALlah, ampunan-Nya, dan Surga-Nya. Jadi, semua ibadah yg kita lakukan adalah termasuk tawassul.
Bila seseorang melakukan ibadah karena semata-mata mengharapkan nilai dunia, seperti ingin mendapat kelancaran rezeki saja tanpa mengharap pahala di akhirat, ya dia akan mendapatkan sesuai yg diniatkannya. Namun jika ia mengharapkan pahala di akhirat sebagai motivasi utama, sekaligus ingin juga mendapat kelancaran rezeki di dunia, maka insya Allah hal ini tidak mengurangi pahalanya di akhirat. Wallaahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam.
Cerita Nabi Isa dalam Islam banyak disinggung oleh Al Qur’an, bahkan lebih banyak dari pada cerita ttg Nabi Muhammad sendiri. Allah menceritakan ttg Nabi Isa alaihissalaam dalam beberapa surat, di antaranya (saya sebutkan no urut surat dan ayatnya): (2:87, 253) (3:42-62) (4:157-159, 171-172) (5: 110-117) (19: 16-36) dan (61:6). Inti dari ayat-ayat ini adalah bahwa Isa (yg dlm istilah mereka dikenal dgn nama Yesus/Jesus) adalah Nabi, Rasul dan sekaligus hamba Allah (manusia biasa). Ia juga makan, minum, dan beraktivitas seperti layaknya manusia. Ibunya yg bernama Maryam (atau Maria) adalah wanita shalihah yg tidak pernah berbuat nista, dan ia dapat mengandung tanpa suami sebagai mukjizat dari Allah. Kemudian begitu lahir, bayinya juga langsung dapat berbicara dan mengatakan bahwa: “Aku adalah Isa, hamba Allah, dan Allah memberiku Al Kitab (Injil) dan menjadikanku seorang Nabi. Allah juga menjadikanku diberkati di manapun aku berada, dan menyuruhku agar melaksanakan shalat dan membayar zakat selama aku hidup”. Allah juga menjelaskan bahwa Diri-Nya tidak pernah memiliki anak, dan bahwasanya Isa BUKANLAH anak-Nya. Allah juga mengatakan bahwa Isa tidak lah mati disalib, akan tetapi ia diangkat oleh Allah ke langit, dan yg disalib adalah orang lain yg diserupakan wajahnya dengan wajah Isa. Allah juga mengatakan bahwa Isa datang membawa ajaran yang benar dari Sisi-Nya, yaitu ajaran yg mengajak kepada Tauhid, alias mengesakan Allah semata tanpa menganggap ada sekutu bagi-Nya. Dan menyuruh Isa agar menyampaikan kabar gembira akan diutusnya seorang Rasul setelah dirinya, yang namanya adalah Ahmad (ini merupakan nama lain Rasulullah, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam). Dan kita sebagai umat Islam juga mengakui kenabian Isa Al Masih ‘alaihissalaam, dan bahwasanya di akhir zaman nanti, ia akan turun kembali ke dunia dan membunuh Dajjal, lalu menghancurkan salib, dan menghapuskan Jizyah (pajak yg dibebankan kepada setiap yahudi dan nasrani yg tidak mau masuk Islam namun berada di bawah kekuasaan Islam). Isa akan turun sebagai pengikutnya Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dan sekaligus menjadi sahabat Nabi. Ia tidak lagi turun sebagai Nabi, namun sebagai pengikut Rasulullah dan menjalankan syari’at Rasulullah Muhammad bin Abdillah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian ia akan diwafatkan oleh Allah dan dishalatkan oleh Imamnya kaum muslimin saat itu, yaitu Al Mahdi. Jadi, saat itulah ia benar-benar wafat, adapun sekarang ia masih hidup di langit sana. Demikian secara ringkas cerita Nabi Isa berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah yg shahih.
2. Haji merupakan rukun Islam yg kelima, yang wajib dilakukan bagi orang yg mampu dan memenuhi syarat untuk itu. Kenapa kok harus hajji? Ya itulah aturan Allah… Allah bebas menentukan aturan semau-Nya, dan inilah yg namanya beribadah. Ibadah itu dari kata-kata ‘abada, yg artinya ‘mengabdi’ alias memperbudak diri kita untuk menyenangkan Allah. Kalaulah seorang budak itu selalu tunduk kepada majikannya, tidak pernah ‘menyoal’ dan ‘memprotes’ ketika diperintah… maka kita harus lebih tunduk lagi kepada Allah. sebab Allah-lah yg menciptakan kita, memberi rezeki kita, menghidupkan kita, mematikan kita, dan menentukan nasib kita baik di dunia maupun di akhirat… semuanya ada di tangan Allah. Allah berfirman ttg Diri-Nya: (لا يسأل عما يفعل وهم يسألون) Dia (Allah) tidak pernah ditanya tentang apa yg diperbuat-Nya; namun mereka (para hamba) lah yang akan ditanya (Al Anbiya’: 23). Nah, kalau kita sudah bisa menerima ‘kenyataan’ ini, maka kita boleh saja bertanya: Apa hikmah di balik manasik hajji? Secara umum, hikmahnya ialah meneladani Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah. Sementara sampai di sini dulu penjelasannya, kalau ada pertanyaan lain silakan ditanyakan lagi. Semoga bermanfaat.
Assalaamu’alaykum.
Hukum asal ibadah adalah terlarang sebagaimana yang telah ma’ruf. Oleh karena itu kita membid’ahkan Yasinan, Tahlilan, dll karena salah satu sebabnya adalah ini termasuk bid’ah idhafiyyah. Begitu juga dengan maulid Nabi yang kita katakan sebagai bid’ah Haqiqiyyah walaupun para penggemar maulid berdalil dengan dalil2 umum semisal kecintaan kepada Rasulullah, dll maka diadakanlah maulid.
Nah, Lalu bagaimana dengan kita yang dicap Wahabi yang terus2an menulis lafazh shalawat seperti “shallallahu’alaihiwasallam” setelah penulisan nama Rasulullah dalam karya tulis kita misalnya. Apakah ini bid’ah? Apakah pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat mengenai hal ini? Apakah ada dalil khusus dalam hal ini? Bukankah yang diperintahkan adalah mengucapkan shalawat -bukan menulis- ketika nama Rasulullah disebut -misalnya-? Bukankah Rasulullah ketika mengirim surat ke Heraklius beliau tidak mencantumkan lafazh shalawat di belakang nama beliau?
Mohon dijawab. Ana sangat membutuhkan jawaban atas hal ini. Perlu anda ketahui -kalo anda kebetulan belum tahu- bahwa kalangan Mukhalif ‘berargumentasi’ dengan hal ini untuk melegalkan bid’ah mereka. Mereka berkata -yg intinya- bahwa Wahabi pun melakukan bid’ah semisal penulisan lafazh shalawat setelah nama Rasulullah dalam karya tulis mereka.
Jika anda mampu tolong hilangkan syubhat ini dari ana sebab sebagaimana yang dikatakan oleh Ustadz -yang kucintai/hormati- Abu ‘Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi bahwa menghilangkan syubhat dari seorang muslim sama dengan menghilangkan beban dari dirinya maka semoga Allah mengurangi beban anda di Hari Kiamat kelak.
assalamu’alaikum ustadz…
apakah kejadian di tunisia dan mesir ini bisa berimbas hal serupa di Saudi Arabia… saya mengkhawatirkan dakwah salaf akan hancur…
semoga itu tidak terjadi..
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Masalah Makmum masbuq. Ketika terlambat maka bagi masbuq ketika mau menyempurnakan sholatnya, duduk terkahirnya iftirosy atau tawaruk, mana yang lebih rojih?
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron.
Assalamu’alaikum Ustadz,
mau tanya mengenai kitab sururiyah oleh muhammad surur bin zainal abidin
mohon penjelasannya dan apa tanggapan ulama salaf mengenai kitab ini…kemudian golongan apasaja yg memakai kitab tersebut…
ustadz minta alamat emailnya…boleh? agar bisa lebih mudah dalam bertanya dan jawabannya juga bisa langsung kami terima
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh…
Afwan Ustadz, salam kenal. smoga Allah menjaga Ustadz dan meneguhkan Keimanan Ustadz.
begini ustadz. ana pengen tanya. insya Allah, ana ingin mencoba buka usaha Distro tapi dengan konsep ana tentang dakwah. di kaos ana nantinya, ana hanya mengambil dalil dari terjemahan ayat qur’an dan hadits. dan untuk design gambarnya ana pakai simbol2. mengingat gambar makhluk bernyawa dilarang. bgaimana hukumnya ustadz? apakah itu boleh? ana takut usaha ana Bid’ah ustadz. tolong sampaikan dalilnya ustadz.
Jazakullahu Khairan…
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Menganggap penulisan shalawat setelah menulis nama Rasulullah sebagai bid’ah adalah sesuatu yg aneh bin ajaib. Hukum tulisan adalah seperti ucapan, bukankah kita juga memperlakukan tulisan para ulama kita sebagai perkataan mereka? Bukankah para mukhalif juga mengatakan: “Imam Nawawi mengatakan bla.. bla.. bla…” atau “Imam Syafi’i… atau Imam yg lainnya…” Padahal saya berani jamin 1000 % bahwa mereka ga pernah mendengar ucapan tersebut dari mulut Imam-imam tadi… atau bahkan para Imam tadi mungkin tidak pernah mengatakannya… namun itu semua dari tulisan mereka. Jadi, apa yg ditulis oleh seseorang merupakan perkataannya. Bukankah seseorang dikatakan berakidah sunni, salafi, mu’tazili, syi’i, dst juga dari apa yg dia tulis? Mengapa para ulama menghukumi akidah seseorang berdasarkan tulisannya, kalaulah tulisan tidak memiliki arti sebagai perkataan dan ungkapan dari isi hatinya? Jadi, orang yang menulis nama Rasulullah sama dengan mengucapkannya. Ini yang pertama.
Kedua, Mengapa Rasulullah tidak menuliskan shalawat ketika menulis namanya dalam surat yg dikirimkan kepada Heraklius? Maka jawabannya saya kembalikan kepada mereka: “Apakah Rasulullah juga bershalawat atas dirinya tiap kali menyebut dirinya?” Kalau jawabannya: TIDAK, maka apakah berarti kita harus menyikapi beliau sebagaimana beliau menyikapi dirinya? Padahal beliau mengatakan: Orang yg bakhil ialah yang mendengar namaku disebut namun tidak bershalawat kepadaku. Dan tulisan dalam hal ini hukumnya seperti perkataan.
Ketiga, ini tidak bisa disebut bid’ah karena yang namanya bid’ah harus memiliki dua kriteria:
pertama, adanya alasan untuk melakukannya di zaman Nabi. Dan kedua, tidak adanya penghalang untuk melakukan hal tsb.
Artinya, jika alasan untuk melakukannya memang belum dijumpai di zaman beliau, maka kita tidak bisa membid’ahkannya bila kemudian terjadi setelah munculnya alasan untuk itu. Contohnya: Pembukuan Al Qur’an, Hadits, perumusan Ilmu Nahwu, Sharaf, tajwid, dll. Semua ini memang tidak terjadi di zaman Nabi karena memang belum dibutuhkan. Atau karena adanya penghalang, seperti mengapa Al Qur’an tidak langsung dibukukan di zaman Rasulullah? Apakah alat tulis-menulis belum ada di zaman beliau? Jawabnya: Tidak, bukan karena itu, tapi karena ada suatu penghalang, yaitu Al Qur’an belum sempurna turunnya, dan masih sering terjadi naskh, atau adanya surat2 yang ayat-ayatnya belum seluruhnya turun, sehingga belum bisa dikumpulkan.
Nah, kembali ke asal syubhat: Kalau mereka mengatakan penulisan nama beliau sebagai bid’ah karena tidak terjadinya hal tsb di zaman Nabi, maka jawabannya ialah: Mereka harus mendatangkan dalil bahwa hal itu tetap tidak dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’ien setelah budaya tulis-menulis semakin meluas di kalangan mereka. BUKTIKAN BAHWA MEREKA SEMUA TIDAK MELAKUKANNYA, DAN HANYA MENCUKUPKAN SHALAWAT SECARA LISAN SAJA !!!
keempat, Imam Abu Thahir As Silafi (478-576 H) dalam kitab beliau yg berjudul: Al Wajiez fil Mujaazi wal Mujiez (hal 92-95) menyebutkan sebuah riwayat lengkap dengan sanadnya dari Abul Qasim, Hamzah bin Muhammad bin Ali Al Kinani Al Haafizh, katanya:
المجاز والمجيز (ص: 93):
كنت أكتب الحديث فأصلي فيه على النبي صلى الله عليه و سلم ولا أسلم فرأيت النبي صلى الله عليه و سلم في المنام فقال لي أما تتم الصلاة علي في كتابك فما كتبت بعد ذلك إلا صليت عليه وسلمت صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما
Biasanya jika aku menulis hadits, aku hanya mencantumkan shalawat padanya tanpa menyertakan salam. Kemudian aku melihat Rasulullah dalam mimpiku, dan beliau mengatakan: Mengapa engkau tidak menyempurnakan shalawat atasku dalam kitabmu? Maka semenjak itu, aku tidak pernah menulis nama beliau kecuali menyertakan shalawat dan salam atasnya dan atas para sahabatnya.
Meskipun mimpi tidak bisa menjadi dalil dalam memutuskan suatu masalah, akan tetapi Imam Nawawi mengatakan dlm Muqaddimah Syarah Shahih Muslim-nya (hal 75), bahwa kita tidak boleh menetapkan suatu hukum berdasarkan mimpi. Akan tetapi bila seseorang melihat Nabi dalam mimpinya, lalu beliau memerintahkannya melakukan kebaikan, atau melarangnya dari perbuatan tercela, atau menganjurkan sesuatu yang sifatnya membawa kemaslahatan, maka tidak ada khilaf akan dianjurkannya beramal sesuai dengan mimpi tersebut. Sebab hal ini tidak termasuk menetapkan hukum dengan berdasar kepada mimpi semata, akan tetapi berdasarkan sesuatu yg memang ditetapkan dalam syari’at.
Jadi, memang dalam syari’at kita diperintahkan untuk bershalawat bila disebut nama Nabi, maka hadits yg tak lain adalah mimpi tsb semakin memperkuat anjuran tsb setiap kali kita menulis nama/gelar beliau. Wallaahu a’lam
Wa’alaikumussalaam…
Kerajaan Saudi tidak lebih baik dari Khulafa’ur Rasyidin, Daulah Bani Umayyah, dan Bani Abbasiyah… semuanya adalah kekuasaan yg memiliki batas waktu tertentu dan pasti berakhir. Akan tetapi dakwah salaf adalah dakwah haq yang selalu eksis selama kaum muslimin masih eksis. jadi antum tidak perlu khawatir. Dakwah ini bukan berdiri karena berdirinya Kerajaan Arab Saudi, tapi dakwah ini telah ada sejak Islam itu ada… dan akan tetap ada selama Islam itu ada.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Masalah ini terpulang kepada jenis shalat itu sendiri. kalo shalat dua rokaat, ya duduknya menurut madzhab Hambali adalah iftirasy, sedangkan menurut madzhab syafi’i adalah tawarruk. tapi kalo shalat tiga rokaat dan empat rokaat, maka duduknya tawarruk. Ana pribadi lebih cenderung kepada madzhab syafi’i karena dalil mereka lebih spesifik dlm masalah ini. Wallaahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam. Ana baru denger tentang kitab tersebut. Setahu ana, itu bukan nama kitab, tapi nama pemikiran. Yaitu sebuah pemikiran yg dinisbatkan kepada Muhammad bin Surur Zainal Abidin, yg sekarang bermukim di Inggris dan sering menyebarkan fitnah ttg ulama-ulama Saudi dan pemerintahnya… sebenarnya pemikirannya tak jauh beda dengan ikhwanul muslimin qutbiyyin, yakni pengikut sayyid qutub yg mengkafirkan semua negara di dunia, bahkan semua masyarakat dunia adalah kafir menurutnya, termasuk para muadzin yg tiap hari mengumandangkan syahadat berkali-kali. (ini ana baca langsung dari kitab sayyid qutub yg berjudul, fi dhilalil Qur’an, ketika menafsirkan salah satu ayat dlm surat Al An’am). jadi, sururiyah adalah metamorfosis dari ikhwanul Muslimin yg cenderung kepada takfir (mengkafirkan semua pemerintahan). Dan lagi-lagi, yang menjadi musuh bebuyutan mereka adalah Saudi Arabia dan ulama-ulamanya… persis dengan Al Qaedah, dan Harokah2 lainnya… selalu menjadikan Saudi sebagai musuh utama… karena kalau mereka sudah berhasil menjatuhkan kredibilitas ulama Saudi dan menganggap Saudi bukan sebagai negara Islam, maka yg lain-lain otomatis akan jatuh, karena sampai hari ini hanya Saudi yg masih resmi menerapkan Syariat Islam dengan segala kekurangannya…
Email ana: basweidan@gmail.com
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Aamin, wa iyyaak. Jazakallaahu khairan atas doanya.
Distro itu apa ya? coba antum jelaskan dulu…
Kalau sekedar membikin tulisan dari terjemahan ayat dan hadits di kaos sebagai sarana dakwah, kelihatannya tidak masalah sih. Tapi coba tanya ustadz-ustadz lainnya… kalau antum minta dalilnya ya ana belum tahu apa dalilnya… karena hukum asal mu’amalah itu boleh, kecuali yg dilarang. Yang antum lakukan bukanlah ibadah, tapi sekedar usaha (mu’amalah) yang membawa misi dakwah… spt dakwah lewat pamflet, lewat brosur, buletin, majalah, radio, tv dll… ana rasa itu sekedar wasilah dakwah yg tidak ada hubungannya dengan ibadah. Selama antum tidak menganggap itu sebagai sesuatu yg dianjurkan/diperintahkan dalam agama, maka ia tidak akan bernilai ibadah, sehingga tidak bisa kemasukan bid’ah. wallaahu a’lam.
Jazakullahu Khairan atas jawabannya Ustadz…
Afwan ana lupa, Distro itu semacam T-Shirt/Kaos Clothingan Ustadz, yg biasa di pakai anak2 Muda. jadi mnurut Ustadz, itu termasuk mu’amalah dan bkn termasuk Ibadah dan Bid’ah. Alhamdulillah, ana lega Ustadz atas jawabannya. insya Allah, kedepannya ana konsultasi lagi sm ustadz dlm perkara lainnya.
Barokallhu fiki…
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Ada teman yang dia pendapatan dari Bank (riba) kemudian jika kita main ke rumah dia dia memberikan makanan (tentu saja dari hasil kerja dia di bank). Apakah makanan ini statusnya haram atau tidak? Bolehkah kita memakannya? karena jika tidak dimakan tentu akan menyinggung perasaannya .
Mohon pencerahannya ustadz
Jazaakalloohu Khoiron
Ustadz Hudzaifah, distro itu usaha di bidang penjualan kaos dan baju-baju baik itu baju pria maupun wanita.
Afwan, hanya sekedar ngasihtau.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Status makanan tsb tetap halal bagi antum, karena ia antum dapatkan melalui pemberian seseorang, dan pemberian itu hukumnya boleh diterima. Kecuali kalau kita tahu persis bahwa makanan tsb adalah makanan yg didapatkan secara haram. Misalnya: Kita melihat si A mencuri sebungkus nasi, lalu nasi tsb diberikan kpd kita, maka kita jangan menerimanya. Tapi kalau kita tidak tahu bahwa dzat makanan tsb memang didapat dgn cara yg haram, maka kita tidak diharamkan memakannya. Ini seperti kisah Barirah (budak wanitanya Aisyah) yg disedekahi suatu makanan oleh seseorang, kemudian dia MENGHADIAHKANNYA kepada Nabi, maka Nabi memakannya. Nabi mengatakan bahwa makanan itu bagi Barirah merupakan sedekah, tapi bagi beliau adalah hadiah, karena beliau mendapatkannya sebagai hadiah, dan beliau dihalalkan menerima hadiah.
Demikian pula, Nabi juga bermuamalah dengan orang-orang Yahudi di masanya, yg terkenal bahkan ditegaskan oleh Al Qur’an sebagai pemakan Riba dan penghasilan yg kotor. Pun demikian, selama cara muamalah yg dilakukan dengan Yahudi tsb adalah cara yg halal (jual beli, sewa-menyewa, dsb), maka kita tidak akan ditanya ttg dari mana mereka mendapatkan uang/barang yg diperdagangkan tsb. karenanya, Nabi tetap bermuamalah dgn mereka hingga wafatnya, yaitu dengan menggadaikan baju besi beliau untuk membeli 30 sha’ (gantang) gandum.
Ustadz, bagaimana jika pertanyaannya dibalik. Mereka mengatakan kepada kita: “Buktikan bahwa para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in menyertakan lafazh shalawat di belakang nama Rasulullah setelah budaya tulis menulis tersebar”. Apa jawabannya?
Kita kembalikan saja ke asal masalah: Tulisan itu perkataan apa bukan? Dan kalau mereka bilang: BUKAN, maka konsekuensinya panjang… dan mereka tidak akan konsekuen dgn jawaban mereka.
Ala kulli haal, kembali ke asal masalah: MENULISKAN SHALAWAT SETIAP MENULIS NAMA NABI, bukanlah bid’ahnya orang-orang wahhabi. Tapi itu sudah dibahas oleh para ulama ahli hadits sejak dulu. Salah satunya adalah Imam AL HAFIZH IBNUS SHALAH dalam kitabnya yg sangat terkenal, yaitu Muqaddimah Fi Ulumil Hadits.
Bahkan sebelum beliau, hal ini telah dibahas oleh Al Khatib Al Baghdadi (w. 463 H) dalam kitabnya yg terkenal: AL JAMI’ FI AKHLAAQIR RAAWI WA AADAABIS SAAMI’ sbb:
رسم الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم في الكتاب ينبغي إذا كتب اسم النبي صلى الله عليه وسلم أن يكتب معه الصلاة عليه
Ini adalah salah satu fasal dlm kitab tsb, yg artinya: “Menuliskan shalawat atas Nabi dalam kitab. Jika nama Nabi ditulis, maka seyogyanya ditulis pula lafazh shalawat bersamanya”. Kemudian beliau menyebutkan beberapa riwayat yg kebanyakan ttg mimpi dari sejumlah ulama hadits, di antaranya dari Sufyan bin Uyainah (Gurunya Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal), Umar bin Abi Sulaiman Al Warraq, dll yg intinya menganjurkan penulisan tsb.
Al Khatib Al Baghdadi lalu mengatakan:
رأيت بخط أبي عبد الله أحمد بن محمد بن حنبل في عدة أحاديث اسم النبي ، ولم يكتب الصلاة عليه ، وبلغني أنه كان يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم نطقا لا خطا ، وقد خالفه غيره من الأئمة المتقدمين في ذلك
Aku mendapati nama Nabi dlm beberapa hadits yg ditulis langsung oleh Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, namun ia tidak menuliskan shalawat setelahnya. Kemudian aku dikabari bahwa beliau (Imam Ahmad) konon mengucapkannya secara lisan dan tidak menulisnya. Akan tetapi para Imam yg lain sebelum beliau menyelisihi beliau dalam hal ini.
Nah, mafhum dari ucapan Al Khatib Al Baghdadi tadi, kebiasaan menulis shalawat setelah nama Rasulullah adalah KEBIASAAN PARA ULAMA DAN IMAM-IMAM AHLI HADITS SEJAK SEBELUM IMAM AHMAD, DAN KALAU IMAM AHMAD SAJA TERGOLONG TABA’UL ATBA’ (164-241 H), BERARTI KEBIASAAN TSB TELAH ADA SEJAK ZAMAN TABI’IT TABI’IN.
Bukti lainnya adalah apa yg diriwayatkan oleh Al Khatib Al Baghdadi setelah riwayat di atas, yaitu dari Imam Ali ibnul Madini (w. 234 H) dan Abbas Al Anbari (w. 240 H) yg mengatakan: ما تركنا الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم في كل حديث سمعناه ، وربما عجلنا فنبيض الكتاب في كل حديث حتى نرجع إليه
Kami tidak pernah meninggalkan shalawat atas Nabi pada setiap hadits yg kami dengar. Kadang kala kami tergesa-gesa dalam menulis hadits tsb, sehingga kami mengosongkan setelah menuliskan nama Nabi di setiap hadits, agar nanti kami lengkapi dengan shalawat.
Ini jelas bukti nyata bahwa kebiasaan tsb sejak ada sejak zaman salaf, jadi tidak perlu bukti macam-macam… justru yang menafikan-lah yg harus mendatangkan bukti.
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Dalam AL-BAQARAH AYAT 239: Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Apa yang dimaksud dengan sholat sambil berjalan atau berkendaraan?
Jazaakalloohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh..
Itu shalat khauf, yg dilakukan dalam kondisi perang. Shalat tsb memiliki tatacara yg berbeda, sesuai genting tidaknya kondisi yg dialami. Makin genting kondisinya, maka makin banyak rukhshoh yg diberikan, sehingga seseorang boleh shalat sambil berjalan, berlari, atau mengendarai sesuatu dan gerakan2nya dilakukan dengan isyarat dan niat. yg penting shalat tidak ditinggalkan ketika itu, dan shalatnya cukup satu rokaat sbgmn dhahir ayat 102 surat An Nisa’. Wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, ana mau tanya…. ada seorang anak laki-laki yang masih memiliki kedua orang tua namun kedua orang tuanya tersebut sudah lama bercerai yang mana perceraian tersebut dikarenakan ibunya tadi tidak amanah dan tidak taat kepada suaminya (bapaknya)…. baik dalam hal menjaga kehormatan keluarga maupun hartanya…. karena ibunya tersebut suka pinjam uang kepada orang lain tanpa sepengetahuan suami hingga akhirnya hutang-hutangnya menumpuk dan tidak bisabisa terbayar….. sementara setiap orang yang menagih hutang kepada ibu tersebut selalu saja dibebankan kepada bapaknya ….. selain itu juga ibunya tersebut suka menghabiskan harta bapaknya dengan penggunaan yang tidak jelas… selain itu juga ibunya tadi juga suka menipu orang banyak…. selanjutnya ibunya tersebut sekarang ini sudah menikah dan memiliki suami lagi, namun suaminya yang baru tersebut tidak mau bertanggung jawab dalam hal memberi nafkah materi…. sehingga si ibu tadi akhirnya membebani anaknya dan mengharap agar anaknya tersebut memberi bantuan materi kepada ibunya …. sedangkan si anak tersebut juga sudah hidup berumah tangga….. namun setiap diberi bantuan oleh anaknya berupa uang …. ternyata uang tersebut oleh ibunya dipergunakan untuk hal-hal yang tidak jelas…. malah akhirnya ibu tersebut bermasalah dengan orang lain dan memiliki hutang yang banyak lagi….. Pertanyaannya, Apa yang seharusnya yang dilakukan oleh si anak tersebut…? apakah si anak tadi masih memiliki kewajiban mencukupi kebutuhan ibunya meskipun ibunya sekarang sudah bersuami lagi ? Mohon solusinya…. Jazaakallohu Khoiron…
Assalamu’alaikum ustadz….
apakah benar bahwa Tidur itu tidak membatalkan wudhu…
saya membaca artikel isinya sbg berikut:
I . Orang yang sudah berwudhu lalu tidur, baik lama tidurnya maupun sebentar maka ‘batal’ wudhunya.
Pendapat ini berdasarkan hadits:
1. telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari [‘Ashim bin Abu An Nujud] dari [Zirr bin Hubaisy] dari [Shafwan bin ‘Assal] ia berkata; ” Jika kami sedang bepergian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar kami tidak membukanya selama tiga hari tiga malam kecuali ketika kami junub. Dan tetap boleh untuk mengusapkan karena buang air besar, buang air kecil dan tidur.”(HR Tirmidzi)
Maksudnya: dalam hadits ini tidur disejajarkan dengan buang air besar atau air kecil sehingga membatalkan wudhu.
2. Mata itu penutup dubur, maka apabila kedua mata itu tertidur, terbukalah tutupnya (HR Darimy)
Maksudnya: jika seseorang tidur maka dapat saja kentut, jadi tidur itu membatalkan wudhu.
3. Penutup dubur itu ialah dua mata, karena itu barang siapa sudah tidur hendaklah ia berwudhu (HR Abu Dawud)
Maksudnya: jelas tidak dibeda-bedakan tidur sebentar atau lama, yang penting asal tidur berarti batal wudhunya.
Bantahan:
1.Hadits yang pertama diriwayatkan juga oleh Imam ahmad dan Nasa’i tetapi dalam semua jalannya terdapat seorang perawi yang bernama ‘Ashim bin Abu An Nujud. walaupun ada yang menganggapnya sah dan dapat diterima (contoh: Abu Isa berkata; “Hadits ini derajatnya hasan shahih) tetapi dalam jalan tersebut masih juga ada perbincangan (lihat Mizanul-I’tidal 2:5)
2. Hadits yang kedua diriwayatkan juga oleh imam ahmad, daraquthni dan baihaqi, tetapi dalam jalannya terdapat seorang perawi yang bernama Baqiyah dari Abi Bakar bin abi maryam. Dia ini dilemahkan oleh ahli hadits (Mizanul-I’tidal 3:345)
3. Hadits ketiga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad, dan Daraquthny, tetapi dalam jalannya terdapat Baqiyah tersebut dari Al-wadhin bin atha’ dia ini lemah (Mizanul-I’tidal 3:269)
Karena hadits2 diatas masih diperbincangkan dan juga lemah maka dalil2 tersebut belum bisa dipakai untuk menetapkan hukum bahwa tidur lama atau sebentar membatalkan wudhu.
II. Tidur lama saja yang membatalkan wudhu.
Pendapat ini berdasarka hadits:
4. Dari Anas ia berkata adalah sahabat-sahabat rasulullah menunggu sholat isya’ yang akhir hingga tergantung kepala mereka (tidur) kemudian mereka sholat dan tidak berwudhu lagi. (HR Abu Dawud)
Bantahan:
Hadits tersebut sah, dan dapat dipakai. Tetapi bukan berarti kalau tidur sebentar tidak membatalkan wudhu maka tidur lama membatalkan wudhu. mafhum laqab seperti ini tidak bisa dipakai untuk menentukan hukum. perlu tambahan dalil yang menerangkan bahwa tidurlama itu membatalkan wudhu.
III. Tidak batal dalam posisi ruku’, sujud, berdiri, dan duduk, tetapi selain posisi itu berarti batal.
Pendapat ini berdasarkan hadits:
5. Nabi telah bersabda ” Apabila seorang tidur dalam sujudnya niscaya Allah megahkan dia dengan malaikat (HR Baihaqi)
Maksudnya: dalam posisi ini tidur tidak batal.
Bantahan:
Imam Baihaqi sendiri telah melemahkan hadits tersebut dan tidak ada yang mengesahkannya.
IV. Selain dari tidur dalam keadaan ruku’ dan berdiri maka mambatalkan wudhu.
Pendapat ini berdasarkan hadits:
6. Tidak ada wudhu atas orang-orang yang tidur sambil berdiri dan ruku’ (HR Ibnu Adi)
Bantahan:
Hadits ini tidak sah karena dalam sanadnya ada Mahdi bin Hilal (Mizanul-I’tidal 3:2061). jadi tidak bisa dipakai menentukan hukum
V. Tidur sambil berbaring saja yang membatalkan wudhu.
Pendapat ini berdasarkan hadits:
7. Sesungguhnya wudhu itu tidak wajib kecuali atas orang yang tidur sambil berbaring (HR Tirmidzi)
Maksudnya: jika tidak berbaring maka tidak membatalkan wudhu.
Bantahan:
Yang semakna denganhadits diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud, Daraquthni, Ahmad, dan Baihaqi, tetapi semua jalannya ada seorang bernama Yazied Abu Khalid ad-Dalany. Dia dilemahkan oleh ahli hadits (Mizanul-I’tidal 3:315). maka pendapat ini tidak bisa dipakai.
VI. Tidur disegala posisi tidak membatalkan wudhu.
Pendapat ini berdasarkan hadits:
8. Dari anas bin malik ia berkata sahabat-sahabat rasulullah tidur kemudian mereka bangun lalu mereka shalat tetapi tidak berwudhu. (HR Muslim 1:150 Tirmidzi 1: 104)
9. Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Sa’id Al Aili] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Wahb] Telah menceritakan kepada kami [Amru] dari [Abdu Rabbih bin Sa’id] dari [Makhramah bin Sulaiman] dari [Kuraib] Maula Ibnu Abbas, dari [Ibnu Abbas] bahwa ia berkata; “Saya pernah menginap di rumah Maimunah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara pada malam itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bermalam di rumahnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu lalu berdiri dan shalat. Maka saya pun berdiri (shalat) di samping kirinya, lalu beliau memegangku dan meletakkanku di sebelah kanannya. Pada malam itu, beliau shalat sebanyak tiga belas raka’at. Sesudah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidur hingga beliau mendengkur. Memang, jika tidur beliau mendengkur. Kemudian seorang muadzin pun mendatangi beliau (untuk mengumandangkan adzan), hingga beliau keluar dan menunaikan shalat dengan tidak berwudlu lagi.” [Amru] berkata; Saya menceritakannya kepada [Bukair bin Al Asyaj], ia berkata, telah menceritakan kepadaku [Kuraib] dengan hadits itu. (HR Muslim)
10. Dari aisyah ia berkata “nabi pernah terlambat sholat isya sehingga umar berseru kepadanya “perempuan-perempuan dan anak-anak kecil telah tidur” lalu nabi keluar kemudian sholat padahal tidak ada seorangpun (dari antara mereka) yang berwudhu. (HR Bukhari-muslim)
Ada pihak yang mengatakan bahwa ini adalah kekhususan nabi dan para sahabat, tentunya pendapat ini sangatlah lemah. Tidak ada keterangan yang mendukungnya. Jadi Berdasarkan hadits-hadits tersebut maka tidur tidak membatalkan wudhu.
loh…mungkin bisa saja ketika kita tidur kita buang angin???
Jika kita yakin bahwa sebelum tidur kita berwudhu maka apakah sesuatu yang bernilai “yakin” bisa dikalahkan oleh sesuatu yang bernilai “kemungkinan”???.
Kesimpulan:
“Tidur tidak membatalkan wudhu”
kemudian ditinjau dari artikel di atas bagaimana dengan orang yang tertidur ketika pelaksanaan ibadah sholat jum’at saat khotib sedang berkhutbah? apakah tidak perlu berwudhu?
kemudian ditinjau dari artikel di atas bagaimana dengan orang yang tertidur ketika pelaksanaan ibadah sholat jum’at saat khotib sedang berkhutbah? apakah tidak perlu berwudhu?
kemudian ditinjau dari artikel di atas bagaimana dengan orang yang tertidur ketika pelaksanaan ibadah sholat jum’at saat khotib sedang berkhutbah? apakah tidak perlu berwudhu?
Mohon penjelasannya ustadz…
jazzakallah khoir
Tanggapan ana: Kesimpulan si penulis artikel-lah yg ‘lemah’, karena hadits ‘tidurnya’ para sahabat bukan tidur dalam arti berbaring di mesjid. Mereka tidur dalam keadaan duduk yg stabil karena menunggu kedatangan Rasulullah untuk mengimami shalat. Hal ini dijelaskan oleh Imam Nawawi yg memberi judul babnya sbb: Bab Dalil bahwa orang yg tidur sambil duduk tidak batal wudhu’. Lalu beliau menyebutkan beberapa hadits, di antaranya hadits di atas. beliau juga menyebutkan 8 qoul dlm masalah ini, dan merajihkan qoul madzhab syafi’i, yaitu bahwa tidur yg tidak membatalkan wudhu’ ialah tidur dlm keadaan duduk yg stabil (duduk bersila atau duduk dgn kedua betis dilipat di bawah paha, mirip iftirasy. Intinya lubang dubur benar2 tertindih sehingga angin tidak bisa keluar). Hal ini berlaku baik tidurnya sebentar maupun lama, selama posisinya duduk dan stabil. Mereka yg berpendapat demikian, menganggap tidur bukan sebagai pembatal wudhu secara langsung, akan tetapi sebagai pertanda keluarnya angin. Karenanya, bila seseorang tidur dlm posisi yg tidak stabil duduknya, ada dugaan kuat bahwa dia kentut tanpa terasa. Karenanya, dugaan kuat ini diposisikan sebagai keyakinan secara syar’i. Namun bila tidurnya dlm posisi duduk yg stabil, maka dugaan kuat terjadinya kentut tsb bisa dinafikan, sehingga hukum asal adanya thaharah masih berlaku. Dalil yg menguatkan pendapat ini cukup banyak -kata Imam Nawawi-, dan beliau telah merincinya dalam kitab Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab.
Adapun dalil yg digunakan oleh penulis, yaitu hadits no 9, maka itu adalah kekhususan Nabi, sebab dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau mengatakan: “Yanaamu ‘ainaaya walaa yanaamu qalbi” (kedua mataku tidur, namun hatiku tidak tidur). Dan ini merupakan kekhususan beliau. karenanya, dalam keadaan tidur pun beliau tetap menerima wahyu dengan baik. Demikian pula pendapat Imam Nawawi.
Sedangkan hadits ke-10 yg dijadikan dalil oleh si penulis, tidak menunjukkan secara jelas bahwa kaum wanita dan anak-anak yang dinyatakan tidur tadi adalah mereka yg hadir di mesjid. Boleh jadi mereka yg dimaksud adalah mereka yg berada di rumah. sebagaimana yg dijelaskan oleh Ibnu Daqieq Al Ied dalam Ihkaamul Ahkaam. Dan kaidah fiqih mengatakan: Idza waradal ihtimal, batholal istidlal; artinya: selama masih bersifat kemungkinan, maka tidak bisa dijadikan dalil.
Berangkat dari sini, maka jika seseorang tertidur ketika mendengar khutbah dlm keadaan duduk yg stabil, ia tidak perlu berwudhu’ kembali. Sedangkan bila duduknya tidak stabil (spt duduk dengan kedua betis yg ditegakkan) maka menurut pendapat yg rajih ia hendaknya berwudhu’ kembali. Kecuali bila ia belum dianggap tidur, alias baru mengantuk dan belum sampai tidur, maka wudhu’nya tidak batal, sebab orang yg sekedar mengantuk belum kehilangan kendali secara total, alias masih bisa merasakan apa yg terjadi di sekitarnya.
Wallaahu a’lam.
Selama si Ibu telah bersuami, maka yg wajib menafkahi adalah suaminya, bukan anaknya. Apalagi jika si ibu tidak becus dalam menggunakan harta, maka orang spt itu secara syar’i harus dihajr, alias dilarang untuk membelanjakan uang secara langsung, tapi diserahkan kepada seorang yg amanah yg disebut dgn istilah ‘wali’. Orang inilah yg diberi harta untuk dibelanjakan demi kepentingan orang yg dihajer tsb. Yang wajib membayar hutang-hutangnya adalah orang yg berhutang itu sendiri, bukan orang lain. Jadi hutang tsb adalah hutang ibu antum, bukan hutang bapak antum dan bukan pula hutang antum.
Assalamu’alikum. Ustadz mau menanyakan pertanyaan teman saya dan pertanyaan saya sendiri.
1. Apa hukumnya menyimpan gambar makhluk yang memiliki roh? lalu bagaimana dengan memajangnya?
2. Apakah isbal mempengaruhi sah/tidaknya shalat?
terimakasih atas penjelasannya…
kemudian ttg hijab ustadz…
definisi hijab itu apakah hanya sebatas pakaian (jilbab) atau juga kewajiban kaum wanita untuk menutup diri, tidak bergaul bebas dengan laki-laki, dan lebih banyak tinggal di rumah?
mohon penjelasannya
Assalaamu’alaykum.
Ana ingin bertanya tapi sebelumnya ana ingin memberitahukan bahwa ana ini adalah tipe penganut islam yang ga terlalu mikirin apa hikmah dari serangkain aturan2 atau peristiwa2 yang ada dalam agama islam, pikiran ana simpel, pokoknya jika datang perintah laksanakan dan jika datang larangan dijauhi, that’s it.
Namun tiba2 saja ana penasaran -dan ini jarang2 terjadi-, apa hikmah dibalik pernikahan Rasulullah dengan Ibunda ‘Aisyah yang saat itu masih kecil? Itu yang pertama. Kemudian, pertanyaan kedua, apakah perbuatan Rasulullah yang menikahi Ibunda ‘Aisyah dalam usia yang masih kecil menjadi sunnah bagi umatnya untuk menikahi wanita yang masih kecil2 pula?
Terima kasih…
Wa’alaikumussalaam warahamtullah…
Ahsanta, memang seharusnya kita manut aja sama perintah agama. Baik tahu apa hikmahnya maupun tidak. Hanya saja, mengetahui hikmah tentu memiliki nilai tambah, karena memang ada beberapa ajaran agama yg hikmahnya jelas-jelas kita ketahui, baik melalui keterangan Allah dlm Al Qur’an, sabda Nabi, maupun penjelasan para ulama. Contohnya pengharaman judi, khamer, zina, riba, lagu-lagu dan musik, dll.
Adapun hikmah di balik pernikahan Rasulullah dengan ibunda Aisyah yg masih kecil (yakni 6 tahun), lalu berumah tangga dengannya saat umurnya 9 tahun; di antaranya ialah karena gadis kecil ingatannya jauh lebih kuat dari wanita dewasa. Apalagi Aisyah adalah wanita yg super cerdas, bahkan menurut Imam Dzahabi, beliau belum pernah mendapati seorang wanita pun dalam sejarah manusia sejak zaman Adam hingga zaman beliau (abad ke 8 H), yg ilmunya sepadan dengan Aisyah !! Mengapa: pertama karena kecerdasan alami ibunda Aisyah, dan kedua karena beliau telah menemani Rasulullah selama 10 tahun dan menjadi salah satu orang terdekat yg ‘merekam’ hampir semua gerak-gerik dan perkataan Rasulullah. Dan ternyata sepeninggal Rasulullah, selama 46 tahun kemudian beliau menjadi rujukan dan mufti kaum muslimin dalam berbagai permasalahan pelik, karena ibunda Aisyah mengetahui banyak hal yg tidak diketahui atau tidak dihafal oleh para sahabat dan istri2 Nabi lainnya.
Pertanyaan kedua, jawabannya adalah: Hal itu hukumnya boleh2 saja, selama calon suami si gadis kecil memang sesuai. Sebagaimana Rasulullah dengan Aisyah, demikian pula pernikahan Umar yg saat itu sebagai khalifah (umurnya di atas 50 thn) dengan Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, salah seorang puteri Ali dari Fatimah Azzahra, yg juga masih kecil. Akan tetapi jelas, bahwa calon suaminya adalah manusia pilihan, bukan sembarang orang. Oleh karenanya, sebagian ulama berpendapat bahwa seorang ayah berhak menikahkan puterinya yg belum baligh secara paksa, selama calon suaminya adalah laki2 yg sesuai. Adapun setelah si gadis itu baligh, maka ia tidak boleh dipaksa.
Hijab ada dua macam, hijab akbar: yaitu tinggalnya wanita di rumah dan tidak bergaul bebas dengan laki-laki, dan hijab asghar, yaitu hijab yg dikenakan wanita ketika berada di luar rumah. Kedua hijab tadi sama-sama diperintahkan, dan orang yg meninggalkan keduanya sama-sama disifati dengan ‘mutabarrijah’ alias wanita yg bertabarruj, coba antum renungi firman Allah dlm surat Al Ahzab: 33.
Assalamu’alaikum ustadz,
Ini sebenernya pertanyaan istri saya. Dia pengen bertanya, apakah darah flek yg muncul sebagai pertanda mulainya haid itu dihukumi spt darah haid yaitu wajib mandi junub jika darahnya berhenti?
Dia skrg sedang hamil dan terkadang keluar flek tetapi warnanya coklat tidak spt warna darah segar, apakah dia diwajibkan mandi junub ketika ingin menunaikan sholat atau hanya sebatas mengganti pakaian yg terkena flek saja kemudian berwudhu?
Demikian ustadz. Terima kasih.
Wa’alaikumussalaam.
Wanita yg sedang hamil biasanya tidak haid, jadi darah yg keluar adalah dam faasid (darah krn terputusnya salah satu pembuluh darah) atau karena istihadhah (suatu penyakit yg menyebabkan wanita terus mengeluarkan darah namun sifatnya berbeda dengan darah haid/nifas). Tapi, ada kemungkinan kecil (mungkin 1%) bhw wanita hamil pun bisa haid. Jadi, kalau memang darah tsb keluar pada waktu2 haid dan sifat2nya spt darah haid (hitam, bau menyengat) ya hukumnya spt wanita haid.
Jika ia tidak dalam keadaan hamil dan ia memiliki kebiasaan haid yg teratur, maka bila flek tersebut keluarnya pada permulaan haid, ia dihukumi sebagai haid dan harus mandi junub setelah bersih. namun bila ia keluar bukan pada masa-masa haid, yakni pada masa suci, maka ia tidak dihukumi sebagai haid, alias tetap wajib shalat dan cukup berwudhu dan mengganti pakaiannya. Wallaahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Memajang gambar makhluk bernyawa adalah haram. Sedangkan hukum menyimpannya tergantung pada fungsi gambar tsb. Kalau ia disimpan sebagai dokumentasi penting, atau ada kaitannya dengan ilmu ttt, spt kedokteran, anatomi, dan semisalnya. Atau gambar tsb bukan sbg tujuan utama, spt orang yg mengoleksi majalah untuk dibaca beritanya, bukan untuk mengoleksi gambar-gambarnya; maka dalam semua kondisi tadi dibolehkan. Tapi kalau sekedar foto kenang-kenangan, maka menurut syaikh Utsaimin tidak boleh, karena itu bukan alasan syar’i. Terutama gambar-gambar yg memperlihatkan wajah, sebab yg dilarang dari gambar adalah bagian wajahnya. Artinya jika gambar tsb tidak menunjukkan wajah, atau bagian wajahnya dihapus/ditutupi, atau gambar tsb diperlakukan tidak terhormat, spt dijadikan sarung bantal, alas/permadani/keset yg diinjak-injak… maka gambar tsb boleh digunakan.
Isbal hukumnya haram, tapi tidak menjadikan shalat seseorang menjadi batal/tidak sah. Hadits yg menyebutkan bahwa Allah tidak menerima shalatnya orang dengan sarung yg isbal, adalah hadits dha’if yg tidak bisa dijadikan dalil. wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum ustadz….
apakah benar Jika hujan turun ketika waktu sholat maka gugurlah kewajiban menegakkan sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki muslim walaupun hanya rintik-rintik?
Jika memang benar demikian, bagaimana dengan orang yang didaulat menjadi Imam Masjid, apakah juga gugur kewajibannya?
Assalamu’alaikum Ustadz,
syukran penjelasannya ustadz
saya juga mau tanya lagi untuk di wilayah indonesia majlis/kelompok/yayasan apa saja yang mendapat bantuan dari muhammad bin surur zainal abidin..?
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
assalamualaikum ustadz,
ana mau tanya ustadz
1.saat sholat subuh yang menjadi imam adalah orang yang dalam sholatnya pakai kunut,bagai mana tindakan kita sebagai makmum…
2.pada waktu tahyat akhir kita harus menggerak-gerakkan telunjuk mohon penjelasannya tentang hal tersebut,kenapa harus di gerak-gerakkan
mohon penjelasaanya ustadz
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
assalamualaikum ustadz
ana mau tanya apa dasar orang tasauf /aliran lain untukk mengadakan talilan?
karena saat di beritahu ke mereka tahlilan itu salah mereka marah…
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
lalu bagaimana hukum berfoto? dan bagaimana jika gambar yang disimpan tersebut dalam bentuk digital (mis. dalam SD atau dlm notebook)?
Syukron sebelumnya.
Wallaahu a’lam. sementara ana belum bisa menjawab.
Wa’alaikumussalaam.
Mestinya antum tanya langsung kepada mereka apa dasarnya? Tapi biasanya mereka pakai dalil2 yg sifatnya umum, seperti perintah berdzikir secara umum, atau pakai dalil khusus tapi tidak ikut aturan main yg dipraktikkan oleh para sahabat, seperti hadits Ibnu Abbas dlm shahihain yg mengatakan bahwa jika Nabi selesai shalat fardhu, maka hal ini dapat diketahui lewat gemuruh jama’ah shalat yg bertakbir dan berdzikir. Akan tetapi masalahnya ialah, mereka melakukannya secara koor dengan dikomandoi imam, lalu dengan bacaan ttt hasil rekayasa sebagian orang, dan dengan waktu-waktu khusus, atau karena momen ttt, yg semuanya tidak ada dalilnya. Kalau mau ikuti Nabi ya dzikirnya sebatas bacaan setelah shalat yg beliau ajarkan, dan masing-masing membacanya sendiri-sendiri dengan agak mengangkat suara, bukan secara koor.
Wa’alaikumussalaam.
Membaca qunut dlm shalat subuh sebenarnya tidak tepat jika dikatakan sebagai bid’ah, sebab mereka juga punya dalil dlm hal ini, meskipun pendapat yg lebih kuat ialah bahwa Nabi tidak merutinkan hal tersebut kecuali dalam rangka qunut Nazilah, artinya qunut karena ada musibah besar yg menimpa kaum muslimin, dan dalam doa qunut tsb Nabi mengutuk musuh2 Islam. Jika qunutnya seperti ini, maka Nabi pernah melakukannya selama sebulan dan dalam SHALAT LIMA WAKTU, bukan hanya subuh. Ala kulli haal, kalau sekiranya dengan tidak ikut qunut antum tidak akan dituduh macam-macam oleh jama’ah mesjid, maka antum bebas untuk melakukan qunut atau tidak melakukannya. Namun jika khawatir menimbulkan fitnah, maka silakan qunut bersama imam, toh itu bukanlah bid’ah…
Adapun menggerakkan telunjuk saat tahiyyat akhir bukanlah suatu ‘keharusan’, itu hukumnya sunnah menurut sebagian ulama, karena ada hadits yg menyebutkan bahwa Nabi melakukan hal tsb, yaitu hadits Wa’il bin Hujur yg diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i dan dishahihkan oleh Al Albani, bahwa beliau melihat Nabi menggerak-gerakkan telunjuknya ketika berdoa dlm tasyahhud.
Menurut Syaikh Utsaimin Rahimahullah, lafazh2 tasyahhud yg dianggap doa ialah: “Assalaamu’alaika ayyuhan Nabiyyu”, “Assalaamu ‘alaina…”, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad..”, “Wa Baarik ‘ala Muhammad”, lalu dalam doa setelahnya. Jadi, setiap membaca kalimat2 tadi, gerakkanlah telunjuk antum.
Namun ada juga ulama yg berpendapat bahwa cukup mengisyaratkan dengan telunjuk tanpa menggerak-gerakkannya. Adapun pertanyaan antum; “Kenapa harus digerak-gerakkan?”, maka ada sebuah hadits riwayat Ahmad yg dihasankan oleh Syaikh Al ALbani, bahwa Ibnu Umar bila tahiyyat beliau menggerak-gerakkan telunjuknya sembari menatapnya. Usai shalat beliau mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, bahwa telunjuk (yg digerak2kan tsb) bagi syaithan lebih menyakitkan daripada besi (yakni senjata dari besi). Wallaahu a’lam
Wa’alaikumussalaam.
Wah, ana tidak tahu itu… Ana rasa kalau bantuan langsung dari Si Muhammad bin Surur ga ada sih, dia kan tinggal di Inggris? Lagi pula dia bukan milyarder yg terkenal suka bantu sana-sini…
“Oleh karenanya, sebagian ulama berpendapat bahwa seorang ayah berhak menikahkan puterinya yg belum baligh secara paksa, selama calon suaminya adalah laki2 yg sesuai”.
Maaf ustadz, saya pernah baca di taisir allam syarh umdah al ahkam bahwa boleh menikahkan putri yang belum baligh tanpa izinnya adalah ijma ulama dan khilaf hanya untuk menikahkan gadis baligh tanpa ridhonya.
Pertanyaan, apakah nukilan ijma yang ada di taisir allah tersebut adalah nukilan yang tidak benar?
أفيدونا بارك الله في علمكم
Assalamu’alaikum ustadz….
apakah benar Jika hujan turun ketika waktu sholat maka gugurlah kewajiban menegakkan sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki muslim walaupun hanya rintik-rintik?
Jika memang benar demikian, bagaimana dengan orang yang didaulat menjadi Imam Masjid, apakah juga gugur kewajibannya?
Ahsanta ya Syaikh, awalnya ana menulis jawaban tsb dari memori ana tanpa merujuk ke kitab apa pun… dan ternyata memang ada yg menukil ijma’ dlm hal ini, yaitu yg dinukil oleh Al Muhallab bin Abi Shufrah (ahad syurrohil Bukhari), bahwa para ulama ijma’ ttg bolehnya seorang ayah menikahkan puterinya yg masih kecil meskipun belum bisa dijima’. Akan tetapi At Thahawi menyebutkan bahwa Ibnu Syubrumah tidak membolehkan hal tsb bila puterinya belum bisa dijima’, sedangkan Ibnu Hazm menyebutkan larangan tsb dari Ibnu Syubrumah secara mutlak, alias sampai ia baligh dan dimintai izin. Dan ia berpendapat bahwa pernikahan Nabi dgn Aisyah termasuk kekhususan beliau (lihat: Fathul Baari, 9/190, Bab Inkaahur Rajuli waladahus Sighaar).
Syaikhukum wa Syaikhu Masyaayikhina, Al ‘Allaamah Ibnu Utsaimin mengatakan dlm syarah shahih bukhari beliau sbb (ana nukilkan teks arabnya lgsg ya ustadz):
تقدم لنا أن الرجل يجوز أن يزوّج ابنته الصغيرة إذا كانت بكرا ، ومعلوم أن الصغيرة لا إذن لها ، لأنها لم تبلغ ، وهذا قول جمهور أهل العلم ، واستدلوا بالحديث الذي ذكره المؤلف –رحمه الله – ، وبعضهم حكى الإجماع على أن للأب أن يزوج ابنته الصغيرة بدون رضاها ، لأنه ليس لها إذن معتبر ، وهو أعلم بمصالحها ، ولكن نقل الإجماع ليس بصحيح ، فإنه قد حكى ابن حزم عن ابن شبرمة أنه لا يصح أن يزوج ابنته الصغيرة حتى تبلغ ، وتأذن ؛
وهذا عندي هو الأرجح ، والاستدلال بقصة عائشة فيه نظر ، ووجه النظر أن عائشة زُوِّجت بأفضل الخلق –صلى الله عليه وسلم- وأن عائشة ليست كغيرها من النساء ، إذ أنها بالتأكيد سوف ترضى وليس عندها معارضة ، ولهذا لمّا خُيرت –رضي الله عنها- حين قال لها النبي – صلى لله عليه وسلم – : (لا عليك أن تستأمري أبويك) ؛ فقالت : إني أريد الله ورسوله ، ولم ترد الدنيا ولا زينتها .
ثم إن القول بذلك في وقتنا الحاضر يؤدي إلى مفسدة كما أسلفنا سابقا ، لأن بعض الناس يبيع بناته بيعا ، فيقول للزوج : تعطيني كذا ، وتعطي أمها كذا! وتعطي أخاها كذا! ، وتعطي عمها كذا ! … إلى آخره .
وهي إذا كبرت فإذا هي قد زُوجت فماذا تصنع؟!!
وهذا القول الذي اختاره ابن شبرمة ولا سيما في وقتنا هذا ، هو القول الراجح عندي ، وأنه يُنتظر حتى تبلغ ثم تُستأذن .
فعائشة –رضي الله عنها – تزوجها الرسول –صلى الله عليه وسلم – وهي بنت ست سنين ، يعني قبل أن تبلغ سنّ التمييز ، وتوفي عنها بعد تسع سنين ، حيث توفي الرسول –صلى الله عليه وسلم – في السنة الحادية عشرة من الهجرة فهذه تسع سنوات .
إذاً توفي عنها ولها ثماني عشرة سنة ، ومع ذلك أدركت هذا العلم العظيم الذي ورثته الأمة من بعدها]اهـ.
Intinya, beliau masih mempersoalkan keabsahan ijma’ yg dinukil oleh Al Muhallab tsb, dan merajihkan pendapatnya Ibnu Syubrumah. Ala kulli haal, kalaamusy syaikh lahu wajhun qawiyy, wamaa daama hunaaka man yukhaalif (minal mutaqaddimin wal mutaakhkhirin, wahuwa ibnu utsaimin), falaisa fil mas-alati ijmaa’un idzan. Wal ‘ilmu ‘indallaah. Wa aftakhir biziyaarati amtsaalikum lihaadzal mauqi’ az zahieed, baarakallaahu fiikum wafii ‘ilmikum.
Wallaahu a’lam. Ana belum bisa menjawabnya sekarang… antum tanya ustadz yg lain saja dulu.
assalamu’alaykum..
ustadz, benarkah yg disebutkan dlm link ini http://www.islamedia.web.id/2011/02/bagaimana-hukum-menggulingkan.html bahwa banyak dari ulama salaf yg menyebutkan keburukan penguasa di depan khalayak ramai??
jazakallahukhayran atas jawaban antum^^..
Assalamu’alaikum, Ustadz.Apa makna dan hakikat cinta karena Allah? Sekian, Jazakallahu khoiran jazaa’.
assalamu’alaikum ustadz…
saya ingin menanyakan tentang syubhat yang disampaikan oleh banyak kalangan asatidz harokah di mimbar2 jum’at yang biasanya dikeluarkan berkaitan dengan menjelang pemilu:
“Jika mayoritas ummat islam hanya mendukung pemerintah/penguasa tanpa memilihnya maka yg akan terjdi adalah kaum kafir yg akan menguasai pemerintahan sebab kaum kafir suaranya bersatu, sedangkan ummat islam tdk memilih pemimpinnya, jika itu yg terjadi tinggal menunggu kehancuran ummat islam di idndonesia karena semua sendi bidang kekuasaan akan dikendalikan oleh kaum kafir.
Atau ummat islam memilih tapi yg terpilih adalah pemimpin islam yg tdk berkualitas, karena ummat islam yg berkualitas yg faham mengenai agama islam tdk memilih karena yg memilih adalah ummat islam yg masih blm faham tentang agamanya (karena masih teracuni faham sekularis dan lain2), itu pun kita tinggal menunggu juga kehancuran ummat ini.
Jadi untuk menegakkan ummat ini adalah melalui kekuasaan yg akan secara periodik/bertahaf akan mengembalikan seluruh hukum2 islam atau membuka pikiran ummat islam tentang agamanya karena tanpa dgn kekuasaan, ummat ini akan sulit bertarung dalam membuat Undang-Undang yg menguntungkan bagi ummat ini.
Jika mendukung maka kita harus memilih pemimpin kita yg berkualitas sesuai yg mungkin di kriteriakan oleh kelompok kalian/atau kelompok2 ummat islam yg lain agar ummat islam bisa bersatu dibawah panji2 islam.”
mohon pencerahannya ya ustadz…
jazzakallah..
Assalamu’alaikum Ustadz.
Tentang Al hukmu bi ghoiri ma anzalallah, ada sebagian orang yang berhujjah begini ustadz, “Dahulu jaman kekhalifahan, negara berasaskan Al Qur`an dan As Sunnah, jadi secara sistem negara, asas mereka Islam, walaupun khalifahnya terkadang berbuat dzalim, di sana tetap ada hudud yang dilaksanakan seperti potong tangan, rajam dll. Dan mereka tidak membuat hukum dengan selain hukum Allah. Maka para ulama dahulu, tidak mentakfir khalifah/amir. Sedangkan sekarang, katakan Indonesia, negara ini tidak hanya berhukum dengan selain hukum Allah, akan tetapi sudah membuat dan mengeluarkan hukum selain hukum Allah, maka mereka yang membuat dan mengeluarkan hukum selain hukum Allah ini, masuk ke dalam kufur akbar.” Bagaimana ustadz untuk menjawab syubhat ini. أفيدونا بارك الله في علمكم
Assalamu’alaikum ustadz,
Ana pernah diskusi dengan seseorang yang mengatakan bahwa indonesia ini tidak hanya berhukum dgn selain hukum Allah tapi juga membuat dan mengeluarkan (ishdaar) selain hukum Allah, jadi pelaku-pelakunya terkena kufur akbar. Sedangkan masa kekhalifahan dulu hukum negara jelas alqur`an dan assunnah walaupun amirnya ada juga terkadang berbuat dzalim, tapi negara tidak membuat dan ishdaar selain hukum Allah. Jadi tidak terkena kufur akbar. Pertanyaan ana, benar gak ustadz hal demikian? Mohon jawabannya, sebab ana tatkala memerinci berhukum dengan selain hukum Allah, bahwa di sana ada tafshil bisa kufur akbar dan bisa juga kufur ashgor, ana tidak bisa menjawab dengan statemen di atas. Sekali lagi mohon jawabannya, baarokallaahu fiikum wa fii ‘ilmikum.
Wa’alaikumussalaam.
Perlu dibedakan antara takfir ‘aam dan takfir khaash. Kalau takfir ‘aam, kita juga mengatakan bahwa orang yg membikin aturan yg bertentangan dgn hukum Allah, dia adalah kafir. Sedangkan orang yg sekedar menjalankannya -bukan membikinnya-, hukumnya bisa kafir, bisa juga tidak. Masalahnya ialah ketika kita hendak menjatuhkan vonis tadi kepada pemerintah Indonesia, ini menjadi takfir mu’ayyan (menurut pandangan ana, orang lain boleh saja berpandangan lain lho !). Sebab yg namanya pemerintah adalah Presiden, Wapres, dan Para menteri, mencakup pemda. Nah, apakah syarat2 takfir telah terpenuhi pada diri mereka, dan mawani’-nya telah hilang semua dari mereka? Ini perlu penelitian yg cermat. Lagi pula yg berhak menjatuhkan vonis kafir adalah qadhi, atau alim robbani, bukan sembarang orang.
Lagi pula, masalah takfir memiliki konsekuensi yg panjang dan berat… spt halalnya darah, harta, dan kehormatan ybs… dst.
Kalau mereka mengkafirkan sebagai legitimasi atas bolehnya tindakan khuruj, maka perlu diketahui bahwa untuk memberontak tidak cukup dengan itu. Kekafiran penguasa bukanlah satu2nya syarat bolehnya memberontak kpd mereka, tapi harus memperhitungkan maslahat dan madharat dari pemberontakan tsb. Bukankah selama di Mekkah nabi dan para sahabat berada di bawah pemerintahan yg jelas-jelas kafir? lantas mengapa Nabi tidak menyuruh sahabatnya untuk perang/angkat senjata melawan mereka? mengapa Musa dan Bani Isra’il tidak angkat senjata melawan Fir’aun yg lebih kafir dari penguasa mana pun hari ini? Jawabnya: karena kondisi mereka yg masih lemah tidak akan membawa maslahat jika nekat mengangkat senjata.
Ana heran, kenapa mereka hanya menilai dengan berlaku atau tidaknya hudud sebagai tolok ukur keislaman/kekafiran? Mengapa mereka tidak mengukur akidah yg berlaku di negara tsb? Contohnya Akidah daulah Abbasiyah di zaman Al Ma’mun, Al Mu’tashim, dan Al Waatsiq, yg ketiganya meyakini bahwa Al Qur’an adalah makhluk… padahal Ahlussunnah sepakat bahwa ini merupakan kekafiran akbar. Bukankah akidah menjadi tolok ukur pertama sebelum kita mengukur perbuatan yg lainnya? Kalaulah ada pemerintahan yg melaksanakan semua hudud syari’at, tapi meyakini bahwa Abu Bakar dan Umar adalah orang kafir, bagaimana mereka menyikapinya? Atau meyakini bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat (jahmiyyah/mu’tazilah), bagaimana mereka menyikapinya?
Alhamdulillah pertanyaan ana sudah ustadz jawab, jazaakumullaah khoiron katsiron ustadz atas jawabannya. Ilmu ana jadi bertambah, alhamdulillah. O ya ustadz, ana mohon info tentang kitab2 tuk materi2 ilmu agama yang cocok untuk pemula, baik Aqidah, Fiqh, Hadits, Ilmu Hadits dll. Sehingga dalam belajar ada tahapannya, tidak langsung ambil kitab2 yang berat. Mohon juga disertai link yang bisa download kitab2 tsb, mengingat di Indo mungkin kitab2 tsb cukup susah ditemukan/harganya yang kurang cocok. Afiiduunaa baarokallaahu fiikum wa fii ‘ilmikum.
Assalamu’alaykum Ustadz,
Apakah orang2 ahmadiyah termasuk kategori kafir dzimmi atw kafir harbi?
Jazakallohu khoyron.
Kalau antum bisa bahasa Arab dgn baik, semuanya bisa antum dapatkan dalam mauqi’nya Syaikh Abdul Karim Al Khudheir: http://www.khudheir.com
di situ ada mustawa-mustawa tertentu untuk pemula, menengah, dan lanjutan. Semuanya telah beliau syarah, baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, Antum bisa download audio plus PDF yg berisi Nas matan dan syarahnya, persis spt yg di audio.
assalamualaikum ustadz
ana bekerja di toko pakaian di mana pada bulan ramadhan tentunya toko tersebut sangat ramai dan tentunya sangat sibuk dalam segala hal….
yang menyebabkan ana sangat susah sholat berjamaah ke mesjid…
bagai mana hukumnya kalau ana sholat di tempat kerja ana saja….karena ana tidak mendengar suara azan…?
atau ana sholat berjamaah di dalam toko tersebut….bersama 2 atau 3 orang dalam setiap waktunya…
Syukran Ustadz. Jazakallahu khoiron..
Assalamu’alaikum warohmatullohi Wabarokatuh…
Barokallahu fikum ya ustadz…
afwan, ana pengen tanya ustadz. dari penjelasan hadits ini yg terdapat dari kitab shahih dan Dhaif kitab AL Adzkar[Imam Nawawi Rahimahullah] yg di Tahqiq Syaikh saliem bin ‘ied al hilali.
Kami tlah meriwayatkan dlm kitab Ibnus Sunni dari Ummu Rafi’ Radhiyallahu ‘anha, Ia berkata: “Wahai Rasulullah! Tunjukkanlah kepadaku satu amal yg jika aku mengerjakannya aku mendapat pahala dari Allahu Ta’ala. “Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda: “Wahai Ummu Rafi’i! apabila engkau berdiri hendak mnunaikan shalat, mk bertasbihlah kpd Allah sbanyak 10 kali, bertahlil 10 kali, bertahmid 10 kali, bertakbir 10 kali, serta mohonlah ampun kpdNya 10 kali. karna sesungguhnya apabila engkau bertasbih, bertahlil, bertahmid, bertakbir Allah menjawab “Ini untukku” dan ktika engkau memohon ampun, Dia menjwab: “Aku telah melakukannya” dari Shahiih kitaab AL-Adzkar wa Dha ‘iifuhu, Syaikh Salim al Hilali no. 90. hadits ini shahih karna byk syahid.
yg jadi pertanyaan ana, bagaimana cara mengamalkan hadits ini, apakah diamalkan sebelum shalat? terus, apakah hadits ini berlaku untuk smua shalat? mksd ana shalat sunnah dan wajib. kalo emang benar hadits ini bisa diamalkan, subhanallah banyak faedahnya ustadz…
Jazakumullahu Khairan wa Barokallahu fikum atas kesediaannya ustadz untuk menjawab…
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Kelihatannya hadits yg anti tanyakan adalah tentang shalat tasih. Masalah shalat tasbih memang menjadi khilaf di kalangan para salaf. Ada sebagian dari mereka yang menganggapnya sunnah walau sekali seumur hidup, seperti Ibnul Mubarak. Dalil mereka ialah hadits dlm Sunan Abu Dawud (no 1299), Tirmidzi (no 481) dan Ibnu Majah (no 1386). Namun menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tidak ada satu orang pun dari Imam yg empat yang menganjurkan shalat tasbih ini. Bahkan imam Ahmad dan sejumlah tokoh sahabat memakruhkannya dan mendha’ifkan hadits tsb. Dan menurut Ibnu Taimiyyah, yang rajih ialah bhw hadits tsb adalah hadits dusta meski sebagian ulama meyakini kebenarannya. Adapun Ibnul Mubarak yg menyunnahkannya, beliau melakukannya dengan cara lain yang berbeda dengan yg disebut dalam hadits tsb, dan cara yg beliau lakukan masih bisa dikompromikan dengan sunnah.
Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Rofi’, bhw Nabi menyuruh Abbas pamannya agar melakukan shalat berikut:
Shalat 4 roka’at, tiap rokaat dimulai dgn membaca Al Fatihah dan sebuah surat. Setelah itu diikuti dengan bacaan Subhanallah walhamdulillah walaailaaha illallaah wallaahu akbar (15 x), lalu ruku’, dan membacanya 10 x, lalu berdiri (i’tidal) dan membacanya 10 x, lalu sujud dan membacanya 10 x, lalu duduk dan membacanya 10 x, lalu sujud kedua kalinya dan membacanya 10 x, lalu duduk kedua kalinya dan membacanya 10 x. Yang demikian itu adalah 75x dlm tiap rokaat, dan 300x dalam 4 rokaat. Dan hadits tsb menyebutkan bhw siapa yg melakukannya akan mendapat ampunan walau dosanya sebanyak bukit pasir… dst. Dlm hadits tsb juga dianjurkan agar melakukannya setiap hari, atau setiap pekan, atau setiap tahun, atau sekali seumur hidup.
Itu hadits yg dinisbatkan kepada Nabi dan dianggap dusta oleh Ibnu Taimiyyah. Sedangkan tata cara yg dilakukan oleh Ibnul Mubarak adalah berbeda. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Tirmdizi dlm Sunan-nya (no 481), salah satu perbedaannya ialah Ibnul Mubarak tidak menyebutkan adanya duduk setelah sujud yg kedua dgn membaca tasbih tahmid tahlil dan takbir 10 x tadi. Nah, inilah yg menjadikan shalat tasbih (dgn tatacara yg disandarkan kepada Nabi tsb) dianggap dusta, sebab bagi yg mengamati sunnah beliau niscaya akan mendapati bahwa beliau tidak pernah mengajarkan untuk duduk yang lama (untuk membaca doa 10 x tsb) setelah sujud yg kedua, lalu baru berdiri ke rokaat berikutnya. (lihat: Minhajus Sunnah 7/315, Fatawa Al Kubra 5/344, dan Majmu’ Fatawa 11/579).
Pun demikian, berhubung masalah ini telah menjadi khilaf sejak zaman salaf, maka bagi yg melakukannya tidak boleh kita bid’ahkan. Namun kita hanya menjelaskan bhw yg rajih dlm masalah ini adalah begini dan begitu. Wallaahu a’lam.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah.
Masalah yg antum tanyakan jawabannya berangkat dari khilaf para ulama ttg hukum shalat berjama’ah itu sendiri. Dan pendapat yg rajih ialah bahwa shalat berjama’ah hukumnya wajib bagi laki-laki yg baligh. Namun apakah harus dilakukan di mesjid, ataukah boleh di lokasi setempat? Sebagian ulama mengatakan bahwa selama dia bisa mendengar adzan dgn kriteria sbb:
1-Dilantunkan oleh muadzin dengan suara lantang dari tempat yang tinggi.
2-Adzan tanpa menggunakan loud speaker.
3-Dilakukan pada waktu yang ideal, yakni BUKAN saat ada angin kencang dan suara-suara ribut, atau di tempat yang banyak gedungnya sehingga menyerap suara adzan.
Kalau seandainya dia bisa mendengar suara si muadzin dari tempat tinggalnya dalam keadaan spt itu, maka ia wajib shalat berjamaah di mesjid, namun kalau tidak, ya tidak wajib, alias boleh shalat berjamaah di tempatnya. Pun demikian, tetap saja lebih afdhal kalau dia bisa berangkat ke mesjid yg jauh tsb, karena dalam hadits shahih disebutkan yg artinya: “Orang yg paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh menempuh perjalanan ke mesjid”.
Intinya, yg lebih penting untuk diperhatikan ialah tetap menjaga shalat berjama’ah, walaupun dlm kondisi ttt tidak bisa dilakukan di mesjid, dan shalatlah pada waktunya, walaupun tidak di awal waktu, tapi jangan sampai di luar waktu.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Subhaanallaah, alangkah indahnya apa yg diucapkan oleh Ibnul Qayyim ttg hal ini. Beliau mengatakan yg artinya: “Kebijaksanaan (hikmah) Allah tidak menghendaki dipimpimpinnya kita oleh orang seperti Al Hajjaj bin Yusuf, apalagi untuk dipimpin oleh orang-orang semacam Abu Bakar dan Umar”. [beliau mengatakan ini di zamannya, sekitar 7 abad yg lalu, ketika para ulama masih banyak yg hidup. Dan beliau menganggap bahwa kondisi masyarakat ketika itu masih belum layak untuk dipimpin oleh Amir sekelas Al Hajjaj bin Yusuf, yg terkenal demikian zhalim dan haus darah. Artinya, masyarakat Irak di zaman Al Hajjaj bin Yusuf kondisinya jauh lebih baik dari masyarakat di zaman Ibnul Qayyim].
Ya akhi… pemimpin kita adalah cerminan diri kita bukan? Bukankah Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, Gus Dur dan SBY adalah orang-orang Indonesia juga? Apakah kita ingin mendapatkan pemimpin yg adil, shalih, zuhud, memperhatikan rakyat, dst… sedangkan rakyatnya saja masih bobrok dari sisi akidah dan moral? Mereka yg percaya dengan teori di atas sampai hari ini pun belum berhasil menegakkan umat lewat kekuasaan… dan tidak akan berhasil selamanya, karena jalan mereka bukanlah jalannya para nabi. Paling banter mereka hanya bisa meredam atau mengurangi kerusakan yg ada, tapi untuk menegakkan Islam, mustahil menurut ana. Itu cuma teori yg belum bisa mereka buktikan.
Ustadz…
ada teman saya yang menyimpulkan bahwa al-Qur’an adalah Makhluk Allah… bukan Kalamullah…dia menyangkal penjelasan orang yang pernah diajaknya berdiskusi yang menyatakan bahwa..”.Kalau Al-qur’an itu makhluk,maka bisa salah..” dengan mengatakan…”Bagaimana dengan malaikat?malaikat adalah makhluk yang diciptakan untuk taat,jadi tidak mungkin salah…”
kemudian teman diskusinya,mengutarakan..”malaikat pernah salah,karena mempertanyakan penciptaan Adam…” dan kemudian Allah mengingatkannya….
bagaimana ya ustadz…penjelasannya…karena kedua orang ini…lebih condong kepada logika…ketimbang keterangan dari Qur’an&sunnah…
wassalamu’alaikumwarohmatullohiwabarokatuh
Lha nt ngapain harus mengambil kesimpulan mereka? Emang mereka itu siapa? Apakah firman Allah dlm Surah At Taubah: 6 masih belum jelas? Allah berfirman:
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ} [التوبة: 6]
Jika salah seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia agar ia bisa mendengar KALAMULLAH…
Masalah Al Qur’an adalah kalamullah sudah menjadi ijma’nya Ahlussunnah wal Jama’ah dari kalangan para salaf, bahkan mereka sepakat mengkafirkan orang yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu Makhluk. Yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk adalah kaum Jahmiyyah yg dikafirkan oleh para ulama secara ijma’. Dalil atas ijma’ ini -bagi yang masih berpijak kepada dalil- bisa ditemui di awal-awal kitab Khalqu Af’aalil ‘Ibad karya Imam Al Bukhari.
Nih ana sebutkan salah satunya (riwayat no 5):
خلق أفعال العباد (ص: 30):
حدثنا محمد عبد الله جعفر البغدادي قال سمعت أبا زكريا يحيى بن يوسف الزمي قال كنا عند عبد الله بن إدريس فجاءه رجل فقال يا أبا محمد ما تقول في قوم يقولون القرآن مخلوق فقال أمن اليهود قال لا قال فمن النصارى قال لا قال فمن المجوس قال لا قال فمن قال من أهل التوحيد قال ليس هؤلاء من أهل التوحيد : هؤلاء الزنادقة من زعم أن القرآن مخلوق فقد زعم أن الله مخلوق يقول بقول بسم الله الرحمن الرحيم فالله لا يكون مخلوقا والرحمن لا يكون مخلوقا والرحيم لا يكون مخلوقا وهذا أصل الزنادقة من قال هذا فعليه لعنة الله لا تجالسوهم ولا تناكحوهم
Imam Bukhari meriwayatkan dgn sanadnya, dari Yahya bin Yusuf Az Zimmi, katanya: Kami pernah bersama Abdullah bin Idris (salah seorang tabi’it tabi’in, dan imam di zamannya, wafat th 192 H). Maka datanglah seseorang kepadanya seraya berkata: Hai Abu Muhammad, apa pendapatmu ttg orang-orang yg mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk, apakah dia termasuk kaum Yahudi? Bukan, jawabnya. Termasuk Nashara? tanya orang itu. Bukan, jawabnya. Termasuk Majusi? tanyanya lagi. Bukan, jawab beliau. Termasuk ahli tauhid? tanyanya. Bukan, jawab beliau. Lantas termasuk apakah mereka? tanya orang itu. Mereka bukanlah Ahli tauhid, tapi mereka itu kaum zindiq (munafik). Barang siapa mengklaim bahwa Al Qur’an itu makhluk, berarti mengklaim bahwa Allah itu makhluk. Allah mengatakan (dlm Al Qur’an): “Bismillahirrahmaanirrahiem”, maka Allah bukanlah makhluk, Arrahmaan juga bukan makhluk, dan Arrahiem juga bukan makhluk. Adapun perkataan mereka tadi adalah pokok keyakinannya orang zindiq. Siapa yg mengatakannya, maka semoga Allah melaknatnya. Jangan kamu duduk bersama mereka, dan jangan kamu menikahi wanita mereka.
Atsar ini juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam kitab Assunnah, Al Aajurri dalam kitab Asy Syari’ah, Al Khallal dalam kitab As Sunnah, dll.
Ini satu dari segudang riwayat yang menyatakan bahwa para salaf mengkafirkan mereka secara terang-terangan. Tapi bukan berarti bahwa teman antum itu lantas harus dikafirkan lho… tidak semua orang yg mengucapkan kekafiran harus menjadi kafir karenanya. Boleh jadi ia masih terkena syubhat dalam hal ini. Jadi nasehati saja agar segera bertaubat, karena konsekuensi dari perkataan tsb adalah bahwa Allah itu makhluk, dan ini jelas kufur akbar, lebih kafir dari Yahudi dan Nashara.
Susah juga untuk mengklasifikasikan orang kafir di sebuah negara yg tidak jelas statusnya spt Indonesia ini. Memang umat islam adalah mayoritas di Indonesia, tapi mayoritas yg tidak punya jati diri, tidak bisa membikin keputusan untuk kepentingan Islam. Indonesia adalah negara demokrasi, jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa orang kafir yg ada di indo adalah kafir dzimmi atau harbi. karena kekafiran masih diakui -na’udzubillah- sebagai agama resmi di negara ini, seperti Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu… Yang jelas semua orang kafir harus -termasuk ahmadiyyah- dimusuhi tanpa dizhalimi. Ingat: PERMUSUHAN BUKAN BERARTI PENINDASAN. Kita membenci mereka, mengkafirkan mereka, tapi tidak boleh menzhalimi mereka.
Wa’alaikumussalaam…
Apa yg dilakukan oleh sejumlah ulama salaf tersebut adalah salah satu bentuk amar ma’ruf nahi munkar. Mereka mengingkari kemunkaran yg dilakukan oleh sebagian penguasa, namun tidak merongrong kekuasaan mereka, ini bedanya. Dan mereka melakukannya di depan penguasa, bukan di belakangnya (spt yg dilakukan oleh harokiyyin dan takfiriyyin), kalau amar ma’ruf tadi disampaikan di depan penguasa dengan tujuan nasehat dan hisbah, maka ini dibolehkan walaupun dilakukan di depan khalayak ramai, kalau memang tidak ada kesempatan lain. Tetapi yg lebih baik ialah menasehatinya empat mata, baik dengan mengunjunginya atau menyuratinya dsb. Adapun pemberontakan kepada penguasa zhalim atau adil yg dilakukan oleh sebagian salaf, seperti mereka yg turut serta dalam perang Jamal dan Siffin, demikian pula Al Husein bin Ali ra, Abdullah bin Zubeir, Abdurrahman bin Asy’ats, Warga Madinah dlm tragedi Al Harrah, dan semisalnya; adalah madzhab lawas yg dahulu dianut oleh SEBAGIAN salaf, meskipun mayoritas tokoh-tokoh sahabat dan tabi’in lebih memilih untuk tidak terjun dalam fitnah. Itu