Antara Cinta Rosul & Maulid Nabi

Posted: 12 Mei 2009 in Maulid
Tag:, ,

maulid

Sebenarnya adakah kaitan antara cinta Rosul dan perayaan maulid, alias hari kelahiran beliau? Pertanyaan ini mungkin terdengar aneh bagi mereka yang kerap merayakannya. Bagaimana tidak, sedang disana dibacakan sejarah hidup beliau, diiringi dengan syair-syair pujian dalam bahasa Arab untuk beliau (yang dikenal dengan nama burdah), yang kesemuanya tak lain demi mengenang jasa beliau dan memupuk cinta kita kepadanya…?

Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan[1]:

Syaikh : “Assalaamu ‘alaikum…”

Dr. Said : “Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabaraatuh”

Syaikh : “Nampaknya Anda dari Saudi ya?”

Dr. Said : “Ya, benar”

Syaikh : “Oo, kalau begitu Anda termasuk mereka yang tidak cinta kepada Rosul…!”

(kaget bukan kepalang dengan ucapan Syaikh ini, ia berusaha menahan emosinya sembari bertanya):

Dr. Said : “Lho, mengapa bisa demikian?”

Syaikh : “Ya, sebab seluruh negara di dunia merayakan maulid Nabi e kecuali negara Anda; Saudi Arabia… ini bukti bahwa kalian orang-orang Saudi tidak mencintai Rosulullah e”.

Dr. Said : “Demi Allah… tidak ada satu hal pun yang menghalangi kami dari merayakan maulid Beliau, kecuali karena kecintaan kami kepadanya!”

Syaikh : “Bagaimana bisa begitu??”

Dr. Said : “Anda bersedia diajak diskusi…?”

Syaikh : “Ya, silakan saja..”

Dr. Said : “Menurut Anda, perayaan Maulid merupakan ibadah ataukah maksiat?”

Syaikh : “Ibadah tentunya!” (dengan nada yakin).

Dr. Said : “Oke… apakah ibadah ini diketahui oleh Rosul e, ataukah tidak?”

Syaikh : “Tentu beliau tahu akan hal ini”

Dr. Said : “Jika beliau tahu akan hal ini, lantas beliau sembunyikan ataukah beliau ajarkan kepada umatnya?”

(…. Sejenak syaikh ini terdiam. Ia sadar bahwa jika ia mengatakan: ya, maka pertanyaan berikutnya ialah: Mana dalilnya? Namun ia juga tidak mungkin mengatakan tidak, sebab konsekuensinya Nabi e masih menyembunyikan sebagian ajaran Islam. Akhirnya dengan terpaksa ia menjawab )

Syaikh : “Iya… beliau ajarkan kepada umatnya..”

Dr. Said : “Bisakah Anda mendatangkan dalil atas hal ini?”

(Syaikh pun terdiam seribu bahasa… ia tahu bahwa tidak ada satu dalil pun yang bisa dijadikan pegangan dalam hal ini…)

Syaikh : “Maaf, tidak bisa…”

Dr. Said : “Kalau begitu ia bukan ibadah, tapi maksiat”

Syaikh : “Oo tidak, ia bukan ibadah dan bukan juga maksiat, tapi bidáh hasanah”

Dr. Said : “Bagaimana Anda bisa menyebutnya sebagai bid’ah hasanah, padahal Rosul e mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat??”

Setelah berdialog cukup lama, akhirnya syaikh tadi mengakui bahwa sikap sahabatnyalah yang benar, dan bahwa maulid Nabi yang selama ini dirayakan memang tidak berdasar kepada dalil yang shahih sama sekali.

Ini merupakan sepenggal dialog yang menggambarkan apa yang ada di benak sebagian kaum muslimin terhadap sikap sebagian kalangan yang enggan merayakan maulid Nabi . Dialog singkat di atas tentunya tidak mewakili sikap seluruh kaum muslimin terhadap mereka yang tidak mau ikut maulidan. Kami yakin bahwa di sana masih ada orang-orang yang berpikiran terbuka dan obyektif, yang siap diajak berdiskusi untuk mencapai kebenaran sesungguhnya tentang hal ini.

Namun demikian, ada juga kalangan yang bersikap sebaliknya. Alias menutup mata, telinga, dan fikiran mereka untuk mendengar argumentasi pihak lain. Karenanya kartu truf terakhir mereka ialah memvonis pihak lain sebagai ‘wahhabi’ yang selalu dicitrakan sebagai ‘sekte Islam sempalan’, yang konon diisukan sebagai kelompok yang gampang membid’ahkan, mengkafirkan, mengingkari karomah para wali, dan sederet tuduhan lainnya.

Cara seperti ini bukanlah hal baru. Sejak dahulu pun mereka yang tidak senang kepada dakwah tauhid, selalu berusaha memberikan gelar-gelar buruk kepada para dainya. Tujuannya tak lain ialah agar masyarakat awam antipati terhadap mereka. Simaklah bagaimana Fir’aun dan kaumnya menggelari Musa dan Harun u:

(57) Fir’aun mengatakan: “Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu hai Musa? (58) Sungguh kami pasti mendatangkan pula kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak pula kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya)”. (59) Musa menjawab: “Waktu pertemuan itu ialah di hari raya dan hendaklah manusia dikumpulkan pada waktu dhuha”. (60) Maka Fir’aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang. (61) Musa berkata kepada mereka: “Celakalah kamu, janganlah kamu mengadakan kedustaan terhadap Allah, hingga Dia membinasakanmu dengan siksa”. Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan. (62) Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka, dan mereka merahasiakan percakapan (mereka). (63) Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya, dan hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama..” (QS Thaha: 57-63).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

“Sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata, (24) kepada Fir’aun, Haman dan Qarun; maka mereka berkata: “Ia (Musa) adalah seorang ahli sihir yang pendusta” (QS Ghafir: 23-24).

Simak pula bagaimana kaum Nabi Luth u hendak mengusir beliau dan para pengikutnya dengan tuduhan ‘orang-orang yang sok menyucikan diri’:

Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda’wakan dirinya) bersih” (QS An Naml: 56).

Atau Nabi Shalih ‘alaihissalaam yang dianggap sombong dan pembohong oleh kaumnya… Allah berfirman:

(23) Kaum Tsamudpun telah mendustakan ancaman-ancaman (itu). (24) Mereka berkata: “Bagaimana kita akan mengikuti saja seorang manusia (biasa) di antara kita? Sesungguhnya kalau begitu kita benar-benar berada dalam keadaan sesat dan gila”, (25) Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya -yakni Nabi Shaleh u– di antara kita? Sebenarnya dia seorang yang amat pendusta lagi sombong”. (26) Kelak mereka akan tahu siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong.(QS Al Qamar: 23-26).

Sampai junjungan kita Rasulullah e pun tak luput dari julukan-julukan buruk kaumnya. Allah berfirman:

(1) Shaad, demi al-Qur’an yang mempunyai keagungan (2) Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (3) Betapa banyaknya ummat sebelum mereka yang telah kami binasakan, lau mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. (4) Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata : “ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta” (QS Shaad: 1-4).

Jadi, banyaknya tuduhan-tuduhan jelek terhadap suatu golongan, mestinya tidak menghalangi kita untuk bersikap adil dan obyektif terhadap mereka. Karena boleh jadi kebenaran justeru berpihak kepada mereka, dan dalam hal ini yang menjadi patokan adalah dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang shahih.

Berangkat dari sini, penulis ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk mendudukkan masalah perayaan maulid Nabi, benarkah ia merupakan bid’ah hasanah? Benarkah ia merupakan perwujudan cinta kepada Rosul yang dibenarkan? Apakah asal muasal perayaan ini? dan berbagai masalah lainnya seputar maulid Nabi . Tentunya semua akan disajikan secara ilmiah dengan merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah, sesuai dengan pemahaman As Salafus shaleh.


[1] Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan ceramah di sana.

Komentar
  1. fuadzsubagio berkata:

    assalamu’alikum warahmatullahi wabarakatuh
    afwan ustad ana izin copy,jazakumullah khoiron

  2. […] Basweidan.Wordpress.com dipublikasi ulang oleh […]

  3. […] Artikel: Basweidan.Wordpress.com dipublikasi ulang oleh Moslemsunnah.Wordpress.com […]

  4. […] [1] Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan ceramah di sana. […]

  5. […] Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan[1]: […]

  6. ada-akbar.com berkata:

    Memamng maulid perlu digalangkan. .tulisann yang agak aneh.. Sudah jelas Syeikhnya bingung.. .

  7. […] [1] Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan ceramah di sana. […]

  8. […] Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan[1]: […]

  9. Ali Akbar berkata:

    kelompok salafy/wahabi takfir selalu mudah dan gemar sekali membid’ahkan, menyesatkan dan mengkafirkan orang lain, inilah sumber bibit perpecahan dan akar pangkal terorisme khususnya di Indonesia. Peringatan Maulid Nabi disebarkan luaskan dengan suka citanya sebagai perbuatan bid’ah, sementara begitu perayaan hari lahir/Milad rajanya, mereka merayakan dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Anak ulang tahun dirayakan, hari kemerdakaan diirayakan, Milad NU, Milad Muhammadiyah, Milad PKS, semuanya mereka rayakan, keculai Milad Nabinya sendiri. Bagaimana mau mendapatkan syafaat Rasulullah jika akhlaknya kepada Nabi saja begitu. inilah ajaran batil kerkedok aqidah.
    Allahuma shali ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad.

  10. Ajaib ya… sejak 23 tahun menjalani misinya sebagai Nabi dan Rasul, Rasulullah Muhammad bin Abdillah tidak pernah sekalipun memerintahkan para sahabat beliau untuk merayakan maulid, tidak pula mengisyaratkan sedikitpun ttg itu. Kemudian 30 tahun berikutnya di masa Khulafa’ur Rasyidin juga tidak ada yg merayakan maulid Nabi. Lalu sampai generasi sahabat berakhir, dan dilanjutkan dengan generasi tabi’in, juga ga ada satu riwayat sahih pun yg menyebutkan bahwa mereka pernah merayakan maulid, lalu sampai berakhirnya abad ke-2, dan ke-3 Hijriyah, juga ga ada. Nah, siapa yg pertama kali mengadakan kalau begitu? Mereka lah kaum syi’ah ubeidiyyah, yg mengaku sbg anak keturunan fatimah secara dusta. Mereka yg baru muncul di abad ke-empat lah yg pertama kali membikin perayaan maulid, dan maulidnya enam kali sekaligus: Maulid Nabi, maulid Ali, maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husein, dan maulid Raja mereka yg berkuasa saat itu. Demikianlah pengakuan Al Maqrizi Al Ubeidi (sejarawan mereka) dlm kitabnya Al Khitthah.

    Perayaan maulid = menuduh bahwa Islam belum sempurna tanpa maulid = Nabi belum menyampaikan risalah sebagaimana mestinya. Untuk mendapatkan syafaat bukan dengan membikin bid’ah, tapi dengan mengikuti sunnah. Kasihan banget tuh ahlul bait Nabi yg hidup di abad 1-3 H, semuanya ga ada yg dapet syafaat menurut nt ya Ali Ashghar.

    Yang namanya bid’ah tetap bid’ah, siapa pun yg mengadakan. Hanya saja, ada sedikit perbedaan antara perayaan milad Nabi dengan milad2 lain yg nt sebutkan. yakni: Mereka yg merayakan maulid Nabi merayakannya dengan niat ibadah, dengan anggapan bahwa ini merupakan kebaikan dan sesuatu yg harus dilakukan dlm rangka menghormati Rasulullah. Nah, adanya asumsi inilah yg menyebabkannya menjadi bid’ah. Sedangkan orang-orang yg merayakan milad2 lainnya tentu tidak punya keyakinan bahwa perayaan tsb adalah ibadah, tapi hanya sekedar tradisi. Itupun dinyatakan bid’ah oleh ulama saudi (yg dijuluki wahhabi itu), dan ini sangat terkenal dlm fatwa Lajnah Daimah lil Ifta’ (Lembaga Resmi Fatwa di Saudi). Mereka tidak pilih kasih dan terang-terangan membid’ahkan hari nasional yg dirayakan oleh saudi.

    Memang, kelompok wahhabi dan salafi adalah garda terdepan Ahlussunnah wal Jama’ah dalam memberantas segala macam bid’ah dan khurafat, alhamdulillah, kami bangga dengan citra tersebut.

  11. Tommi berkata:

    @ali akbar (ashgar aja deh),

    Dari ciri2 komennya terlihat kamu ini syi’ah, saya sudah baca komen kamu : http://alqiyamah.wordpress.com/2011/02/05/menjawab-syubhat-syubhat-perayaan-maulid-nabi-dan-benarkah-ibnu-taimiyyah-rahimahullah-mendukung-maulid-nabi/#comment-6028
    Dan saya sudah kasih tanggapan thd kamu.

    Benar kata ustadz Hudzaifah, klo ngikutin pendapat kamu ya Ali, berarti ahlul bait Nabi yg hidup di 3 masa generasi terbaik tidak akan ada yg dapet syafa’at karena sudah terbukti, mereka tidak ada yg mensyari’atkan maulid padahal merekalah ahlul bait yg hidupnya berada pada masa 3 generasi terbaik, dan jaraknya berdekatan dengan Rasul. Kasihan sekali, Hasan bin Ali, asy-syahid Husain bin Ali, Ali bin Husain bin Ali, Muhammad bin Ali bin Husain, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, semua ga ada yg dapet syafa’at Rasul karena mereka ga merayakan maulid, hehehee…

    Skrg tinggal pilih kayaknya, Li. Kamu mau ngikutin ahlul bait yg ada pd masa 3 generasi terbaik atau ahlul bait mutaakhirin???

  12. Arham berkata:

    Ustadz, mengenai Al-Maqrizi, bukankah dia seorang Syafi’iyin yang juga bersimpati kepada Syaikh Ibnu Taimiyah?

    Karena dalam Al-Khittah beliau juga menceritakan bangkitnya paham Salaf pada abad ke 600 H adalah asbab kerisauan Syaikh Ibnu Taimiyah. (setelah sebelumnya di dominasi oleh khususnya Asy’ariyah yang banyak berbeda dengan pemahaman Salaf)

  13. Pijakan ana dalam mengatakan bhw Al Maqrizi merupakan ulama bani Ubeid, ialah nasabnya yang menyambung ke mereka, nama lengkapnya adalah: Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Ibrahim bin Muhamman bin Tamim bin Abdisshomad bin Abil Hasan bin Abdisshomad Al Huseiny Al ‘Ubeidy. Demikian yg disebutkan oleh As Sakhawi ketika menukil biografi Al Maqrizi dlm kitab beliau: Dhau’ul Laami’ (2/21). jadi, Al Maqrizi sendiri yg mengaku keturunan Bani Ubeid, meskipun dia bukan seorang syi’i. Awalnya dia bermazhab Hanafi (meskipun kakeknya bermazhab Hambali), lalu pindah ke syafi’i, tapi kemudian cenderung kepada zhahiri meskipun tidak mengikuti Ibnu Hazm. Wallaahu a’lam apakah dia bersimpati kepada syaikhul Islam ibn Taimiyyah atau tidak, tapi yang penting dia mengakui bahwa yg pertama kali merayakan maulid adalah Bani Ubeid (nenek moyangnya sendiri).

  14. haribowo berkata:

    ijin sharing……………….

  15. Ayah Fia berkata:

    saya rasa kurang tepat atau bisa dibilang suatu kesalahan apabila menganggap perayaan maulid nabi itu merupakah ibadah, perayaan maulid nabi itu bukan ibadah, tapi nama acara yang bertepatan dengan hari lahirnya Rosululloh SAW. untuk memupuk kecintaan kita kepada Rosululloh SAW,
    bukankah isi acaranya sama saja, seperti tausiyah yang intinya mensyiarkan Islam, mengajak agar orang untuk bertakwa Kepada Allah SWT. dan bersholawat kepada Alloh untuk Rosululloh SAW. saya merasa tidak ada hal sesat di dalamnya. menurut anda sekalian apanya sih yang sesat? mengkafirkan darimananya?
    nah ambil contoh seperti acara TV kuliah subuh? ada ga dijaman Rosul SAW kuliah subuh?
    acara Mamah dan Aa, ada engga acara mamah dan aa di jaman Rosul SAW?
    apakah Maulid nabi itu ibadah?
    apakah kuliah subuh itu ibadah?
    apakah Mamah dan Aa itu ibadah?
    ketiga nama acara di atas adalah Tholabul ilmi. Wallahu a’lam bish-shawabi

  16. Terima kasih atas komentarnya…
    Perlu diketahui, bahwa penetapan suatu hari sebagai hari raya dalam agama, adalah sesuatu yang telah baku. Dalam Islam hanya dikenal 7 hari raya, yaitu: Hari Jum’at, Hari Idul Fitri, Hari Idul Adha, Hari Arafah dan Hari Tasyriq (11-12-13 Dzul Hijjah). Dalil2nya adalah:
    1- Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Al Hakim dari Uqbah bin Amir ra, bhw Nabi bersabda:
    يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق عيدنا أهل الإسلام، وهي أيام أكل وشرب
    Hari Arafah, Hari Nahar (idul Adha) dan Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari raya kita sebagai umat Islam. Semuanya adalah hari-hari untuk makan dan minum.
    Hadits ini dishahihkan oleh At Tirmidzi dan Al Hakim, bahkan Al Hakim menganggapnya shahih sesuai syarat Muslim, dan hal ini disepakati oleh imam Adz Dzahabi.
    2-Hadits riwayat Ahmad dan Al Hakim dari Abu Hurairah ra yg berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda:
    إن يوم الجمعة يوم عيد، فلا تجعلوا يوم عيدكم يوم صيامكم إلا أن تصوموا قبله أو بعده
    Hari Jum’at adalah hari raya, maka jangan kau jadikan hari rayamu sebagai hari berpuasa, kecuali bila kalian berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.
    Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim.
    Adapun idul Fitri dan idul Adha maka sudah disepakati sbg hari raya, jadi ga’ perlu saya sebutkan dalilnya.
    Nah, kalau Nabi sudah menentukan 7 hari raya, lantas sekarang ada yang menambahkan hari Maulid, hari Isra’ Mi’raj, hari nuzulul qur’an, nisfu sya’ban dsm… maka berarti telah berbuat bid’ah. Apalagi bila hari tsb dijadikan ajang untuk melakukan suatu amalan ibadah, spt shalat, puasa, sedekah, termasuk bila hari tersebut sengaja dijadikan sebagai waktu istimewa untuk mempelajari biografi beliau, maka ini menjadikannya semakin bid’ah.
    Sebab yg namanya ibadah itu harus memperhatikan beberapa sisi, di antaranya cara, sebab, tempat, waktu, dan jumlah. Kalau memang hari kelahiran Nabi bukanlah waktu khusus untuk melakukan ibadah tertentu (shalawat, dsb), maka tidak boleh kita mengkhususkan suatu ibadah saat itu. Demikian pula ketika maulid bukanlah sebab diperintahkannya suatu perayaan, maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai hari raya. dan masih banyak lagi alasan mengapa maulid itu bid’ah… silakan antum baca di artikel lain yg terkait, baik dlm blog ini maupun blog lainnya.
    Tapi kami tidak pernah mengkafirkan orang yg merayakan maulid sama sekali. jadi jgn salah faham.
    Maulid tidak bisa dikiaskan dgn kuliah subuh. Kuliah subuh tidak terikat dgn hari/tanggal ttt, ia tidak lain sekedar suatu kajian yg dilakukan di waktu subuh tanpa ada keyakinan sedikitpun bhw waktu tsb memiliki keistimewaan dari waktu lainnya, dan ini berbeda dgn maulid.

  17. Abdullah berkata:

    “saya rasa kurang tepat atau bisa dibilang suatu kesalahan apabila menganggap perayaan maulid nabi itu merupakah ibadah, perayaan maulid nabi itu bukan ibadah,..”

    (apakah anda meyakini bahwa dengan merayakan maulid nabi shallallahu’aalaihi wassalam akan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah?! apabila anda menjawab meyakini bahwa dengan merayakan maulid maka mendapatkan pahala dari Allah..maka saya meyakini bahwa anda menganggap bahwa perayaan maulid tersebut adalah ibadah..dan otomatis sanggahan anda gugur dengan sendirinya)

    “..tapi nama acara yang bertepatan dengan hari lahirnya Rosululloh SAW. untuk memupuk kecintaan kita kepada Rosululloh SAW”
    (mencintai nabi shallahu’alaihi wassalam itu dengan cara mempelajari Al Qur’an dan Assunnah yang shahih kemudian berusaha ‘ittiba (mengikuti) para ulama salaf yang pemahamannya paling mendekati assunnah. Bukankah kalau kita mencintai seseorang maka kita akan selalu berusaha menirunya?)